A.
Pengantar
Deskripsi tentang artikel disini membahas
tentang pendidikan pada zaman Hindu dan Budha, dimana waktu zaman Hindu dan
Budha tersebut perkembangan pendidikannya melalui penyebaran agama. Sebelum
penjajahan Belanda, bumi Nusantara telah dikenal di dunia sebagai pusat
pendidikan, pengajaran, dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada masa
kerajaan Hindu dan Budha yang dalam perkembangan selanjutnya pendidikan
dipengaruhi oleh ajaran agama Islam. Pendidikan merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan sebagai sarana
sosialisasi merupakan kegiatan manusia yang melekat dalam kehidupan masyarakat.
Dengan demikian usia pendidikan hampir dipastikan sama tuanya dengan manusia
itu sendiri. Perjalanan perkembangan pendidikan sangat panjang dari mulai
sebelum kemerdekaan dapat ditelusuri sejak zaman Hindu dan Budha pada abad
ke-5. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha,
pendidikan dipengaruhi oleh ajaran kedua agama tersebut sesuai dengan kondisi
sosial budaya masyarakat pada saat itu. Pendidikan dari zaman ke zaman
senantiasa sudah memperlihatkan terjadinya pergeseran pandangan masyarakat terhadap
pendidikan pada zamannya masing-masing.
B.
Perkembangan Pendidikan pada Zaman
Hindu dan Budha
Menurut teori
Van Leur, yang oleh banyak ahli dapat diterima, ditegaskan bahwa pada abad-abad
permulaan terjadilah hubungan perdagangan antara orang-orang Hindu dengan
orang-orang Indonesia. Faktor-faktor yang memungkinkan berkembangnya Peradaban
Hindu Budha diantaranya sebagai berikut :
1. Faktor
Politik
Terjadi peperangan antara kerajaan
India bagian Utara dengan kerajaan India bagian Selatan. Bangsa Aria dari Utara
mendesak kerajaan dan penduduk Selatan, sehingga penduduk di Selatan lari
mencari tempat-tempat baru, dan ada sampai ke Indonesia. Oleh karena itu
peradaban yang masuk ke Indonesia Nusantara dipengaruhi oleh bangsa India dari
bagian Selatan.
2. Faktor
Ekonomis atau Geografis
Indonesia
terletak antara India dan dataran Tiongkok, dimana pada waktu itu telah terjadi
perdagangan antar India dan Tiongkok melalui jalur laut. Akibatnya banyak orang
India dan Tiongkok bergaul dengan bangsa Indonesia, dari mulai perdagangan atau
perniagaan sampai terjadi koloni yang berdatangan dari India dan Tiongkok.
3. Faktor Kultural
Tingkat
peradaban bangsa India lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk asli di Nusantara.
Mereka sudah mengenal sistem pemerintahan yang teratur dalam bentuk kerajaan,
mereka juga telah mengenal tulisan dan karya sastra yang tinggi. Fakta sejarah
membuktikan dengan ditemukannya prasasti batu bertulis dengan huruf Pallawa dan
bahasa Sansekerta yang menjelaskan tentang adanya kerajaan tertua. Di
Kalimantan yaitu di Kutai abad ke-5 Masehi dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa
Barat.
Perkembangan pendidikan pada zaman ini, sudah mulai
menampakkan suatu gerakan pendidikan dengan misi penyebaran ajaran agama dan
cara hidup yang lebih universal (keseluruhan) dibandingkan dengan pendidikan
sebelumnya. Pendidikan masa Hindu-Budha di Indonesia dimulai sejak pengaruh
Hindu-Budha datang ke Indonesia. Perkembangan agama Hindu Budha di Indonesia
membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sebenarnya
masyarakat indonesia telah memiliki kemampuan dasar yang patut dibanggakan
sebelum masuknya Hindu dan Budha. Setelah Hindu dan Budha berkembang di
Indonesia kemampuan masyarakat Indonesia makin berkembang karena berakulturasi
dan berinteraksi dengan tradisi Hindu dan Budha.
Di daerah Kalimantan (Kutai) dan Jawa Barat (Tarumanegara)
ditemukan prasasti adanya kebudayaan dan peradaban Hindu tertua pada abad ke-5.
Para cendekiawan, ulama-biarawan, musafir dan peziarah Budha dalam
perjalanannya ke India, singgah di Indonesia untuk mengadakan studi pendahuluan
dan persiapan lainnya. Negara India
merupakan tanah suci dan merupakan sumber inspirasi spiritual, ilmu pengetahuan
dan kesenian bagi pemeluk agama Budha. Agama Hindu di India terbagi dua
golongan besar yaitu Brahmanisme dan Syiwaisme. Hinduisme yang datang ke
Indonesia adalah Syiwaisme, yang pertama kali dibawa oleh seorang Brahmana yang
bernama Agastya. Syiwaisme berpandangan bahwa :
·
Syiwa
adalah dewa yang paling berkuasa.
·
Syiwa
adalah penncipta dan perusak alam, segala sesuatu bersumber pada Syiwa dan
kembali kepada Syiwa.
·
Manusia
hidup dalam rangkaian reinkarnasi dan merupakan suatu samsara (penderitaan),
yang ditentukan oleh perbuatan manusia sebelumnya, jadi berlaku hukum “karma”.
·
Tujuan
hidup manusia ialah mencapai “moksa”, suatu keadaan dimana manusia terlepas
dari samsara, manusia hidup dalam keabadian yang menyatu dengan Syiwa.
Agama
Budha merupakan agama yang disebarkan oleh Sidharta Gautama di India yang
kemudian terpecah menjadi dua aliran yaitu Mahayana dan Hinayana. Yang
berkembang di Indonesia ialah bangsa Hinayana. Agama ini berkembang pada masa
kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan pada zaman Wangsa Syailendra di Pulau Jawa.
Menurut
ajaran agama Budha manusia hidup dalam penderitaan karena nafsu duniawi.
Manusia dalam hidup ini berusaha untuk mengusir penderitaan, mencari
kebahagiaan yang abadi yaitu untuk mencapai nirwana. Adapaun langkah-langkah
untuk mencapai nirwana, manusia harus berperilaku benar diantaranya sebagai
berikut :
§ Berpandanagan yang benar.
§ Mengambil keputusan yang benar.
§ Berkata yang benar.
§ Berkehidupan yang benar.
§ Berdayaupaya yang benar.
§ Melakukan meditasi yang benar.
§ Konsentrasi kepada hak-hak yang
benar.
Meskipun Hinduisme dan Budhisme merupakan agama yang
berbeda, namun di Indonesia tampak terdapat kecenderungan sinkretisme yaitu
keyakinan untuk mempersatukan figur Syiwa dan Budha sebagai satu sumber dari
Ynag Maha Tinggi. Seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti
berbeda-beda tapi satu jua adalah perwujudan dari keyakinan tersebut. dalam hal
ini, Budha dan Syiwa adalah dewa yang dapat diperbedakan (bhinna) tetapi dewa
itu (ika) hanya satu (tungal). Kalimat yang tadi adalah salah satu bait dari
syair Sutasoma karya Empu Tantular pada zaman Majapahit. Sehingga kebudayaan
Hindu telah membaur dengan unsur-unsur Indonesia asli dan memberikan ciri serta
coraknya yang khas, sampai jatuhnya kerajaan Hindu terakhir di Indonesia yaitu
Majapahit akan masih berkembang dalam
hal pendidikan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang sastra, bahasa, ilmu
pemerintahan, tata Negara dan hukum. Kerajaan-kerajaan seperti Kalingga,
Mataram, Kediri, Singasari, dan Majapahit akan melahirkan para Empu, Pujangga
yang menghasilkan karya-karya seni yang bermutu tinggi. Selain karya seni pahat
dan seni bangunan dalam arsitekstur yang bernilai tinggi juga ditemukan
beberapa karya ilmiah dalam bidang filsafat, sastra dan bahasa.
C. Pendidikan
Hindu Budha
Syiwaisme yang berkembang di Indonesia berbeda dengan India
yanga sangat bertentangan dan hidup bermusuhan dengan Budhisme. Di Indonesia
Syiwaisme dan Budhisme hidup dan tumbuh berdampingan, walaupun terjadi
penumpasan Wangsa Syailendra yang beragama Budha oleh Wangsa Sanjaya yang
beragaman Hindu, namun dimasyarakat biasa tidak nampak pertentangan tersebut,
bahkan mungkin dapat dikatakan telah terjadi sinkretisme antara Hinduisme,
Budhisme dan kepercayaan animism dan dinamisme, suatu keyakinan untuk menyatukan
Syiwa, Budha, dan arwah-arwah nenek moyang sebagai suatu sumber dan amaha
tinggi. Pendidikan formal ini diselenggarakan oleh kerajaan-kerajaan Indonesia
pada saat itu.
Pendidikan pada zaman Hindu masih terbatas kepada golongan
minoritas (kasta Brahmana, Ksatria), belum menjangkau golongan mayoritas kasta
Waisya dan Sudra apalagi kasta Paria. Namun perlu diketahui bahwa penggolongan
kata di Indonesia tidak begitu ketat seperti halnya dengan di India yang
menjadi asalnya agama Hindu. Pendidikan zaman ini lebih tepat dikatakan sebagai
“perguruan”dimana para murid berguru kepada para cerdik cendekia. Kemudian
lembaga pendidikan dikenal dengan nama pesantren, jadi berbeda sekali dengan
sekolah yang kita kenal sekarang ini.
Sistem perguruan yang dikenal dengan pesantren itu
berkembang terus sampai pada pengaruh Budha, zaman Islam sampai sekarang
(pesantren tradisional). Pada zaman Budha pendidikan berkembang pada kerajaan
Sriwijaya yang berpusat di Palembang sudah terdapat perguruan tinggi Budha.
Dimana para murid-muridnya banyak berasal dari Indocina, Jepang dan Tiongkok.
Guru yang terkenal pada saat itu ialah Dharmapala. Perguruan-perguruan Budha
tersebut mungkin menyebar keseluruh kekuasaan Sriwijaya. Mungkin saja
candi-candi Borobudur, Menndut, dana Kalasan merupakan pusat pendidikan agama
Budha.
Kalau kita
memperjhatikan peninggalan-peninggalan sejarah seperti candi-candi,
patung-patung maka sudah pasti para santri atau murid belajar tentang ilmu
membangun dan seni pahat. Karena pembuatan candi memerlukan kemampuan teknik
dan seni yang tinggi. Dmeikian juga dengan memahat relief-relief candi
dibimbing oleh suatu alur cerita yang menceritakan kehidupan sang Budha atau
para dewa, bisa juga cerita tentang Ramayana. Karya hasil sastra yang ditulis
para pujangga banyak yang bermutu tinggi antara lain : Pararaton, Negara
Kertagama, arjuna Wiwaha, dan Brata Yudha. Para pujangga yang terkenal
diantaranya sebagai berikut : Mpu Kawa, Mpu Sedah, Mpu Panuluh, Mpu Prapanca.
Dalam perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu sperti Singasari,
Majapahit dan kerajaan Budha Sriwijaya, tidak terdapat uraian yang jelas
mengenai pendidikan. Namun sudah apsti bahwa pada zaman tersebut sudah
berkembang pendidikan dengan lembaga-lembaga yang dengan sengaja dibuat secara
formal. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut berbentuk perguruan yang lebih
dikenal dnegan sebutan pesantren. Pada saat itu mutu pendidikan cukup memuaskan
berbagai pihak yang bersangkutan.
a.
Tujuan Pendidikan
Tujuan
pendidikan identik dengan tujuan hidup yaitu manusia hidup untuk mencapai moksa bagi agama Hindu, dan manusia
mencapai nirwana bagi agama Budha.
Karena itu secara umum tujuan akhir adalah mencapai moksa atau nirwana. Secara
khusus mungkin dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Bagi
kaum Brahmana (kasta tertinggi), pendidikan bertujuan untuk menguasai
kitab suci ( Weda untuk Hindu dan Tripitaka untuk Budha) sebagai sumber
kebenaran dan pengetahuan yang universal.
2. Bagi golongan Ksatria sebagai raja
yang berkuasa, pendidikan bertujuan untuk memiliki pengetahuan teoritis yang
berkaitan tentang pengaturan pemerintahan (kerajaan).
3. Bagi rakyat biasa, pendidikan
bertujuan agar warga masyarakat memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk
hidup, sesuai dengan pekerjaan yang secara turun temurun. Misalnya keterampilan
bercocok tanam, pelayaran, perdagangan, seni pahat dan sebagainya.
b.
Sifat Pendidikan
Beberapa sifat dan ciri pendidikan
yang menonjol pada waktu itu adalah :
1. Informal, karena pendidikan masih
bersatu dengan proses kehidupan.
2. Berpusat pada religi, karena
kehidupan atas dasar kepercayaan dan keagamaan menguasai segala-galanya.
3. Penghormatan yang tinggi terhadap
guru, karena gurunya adalah kaum Brahmana ( kasta tertinggi dalam masyarakat
Hindu) dan tidak memperoleh imbalan gaji. Mereka menjadi guru semata-mata
karena kewajiban sebagai Pandita atau Brahmana yang didasarkan pada perasaan
tulus, mengabdi tanpa pamrih ( tanpa memikirkan imbalan dunia ).
4. Aristokratis artinya pendidikan
hanya diikuti oleh segolongan masyarakat saja yaitu golongan Brahmana, pendeta
dan golongan Ksatria dan golongan keturunan raja-raja. Dalam agama kita kenal
penggolongan berdasarkan kasta, namun di Indonesia perbedaan tidak begitu tajam
dan menonjol. Yang menonjol adalah antara golongan raja-raja dan rakyat jelata.
c.
Jenis-jenis Pendidikan
Beberapa
jenis pendidikan pada zaman Hindu Budha dapat dibedakan menjadi beberapa
golongan diantaranya sebagai berikut :
1. Pendidikan Intelektual
Kegiatan
pendidikan ini dikhususkan untuk menguasai kitab-kitab suci. Veda dipelajari
oleh kaum Brahmana, dan kitab Tripitaka dipelajari oleh penganut Budha. Pada
waktu itu hanya golongan Brahmanalah yang berhak mempelajari kitab suci Veda.
Pendidikan intelektual juga berkaitan dengan penguasaan doa dan mantera, yang
berkaitan dengan penguasaan alam semesta, pengabdian kepada Syiwa dan Budha
Gautama.
2. Pendidikan Kesatriaan
Kegiatan
pendidikan ini dilakukan untuk mendidik kaum bangsawan keluarga istana
kerajaan, untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan
mengatur pemerintahan (kerajaan), mengatur Negara, dan belajar untuk berperang.
3. Pendidikan Keterampilan
Pendidikan
keterampilan dan pendidikan kesatriaan merupakan pendidikan kegiatan yang
deprogram secara tertib(dalam arti pendidikan bagi kaum Brahmana dan bangsawan
(keluarga raja)) sudah berjalan dengan teratur. Sedangkan pendidikan
keterampilan yang diajukan bagi masyarakat jelata berlangsung secara informal
yang berlangsung dalam keluarga sesuai dengan keterampilan yang dimiliki orang
tuanya. Seorang pemahat akan diwariskan keterampilannya kepada anak-anaknya
begitu pula dengan para petani, nelayan dan sebagainya.
d.
Lembaga Pendidikan
Pendidikan
pada waktu itu masih bersifat informal, belum ada pendidikan formal dalam
bentuk sekolah seperti yang kita kenal sekarang ini. Namun dengan demikian ada beberapa
tempat yang biasa dijadikan sebagai lembaga pendidikan.
1. Padepokan atau Pecatrikan
Merupakan
tempat berkumpulnya para catrik, yaitu murid-murid yang belajar kepada guru
disuatu tempat, sehingga disebut pecatrikan dan dengan nama lain biasa juga disebut
padepokan. Dari kata-kata catrik dan pecatrikan itulah muncul kata santri dan
pesantren. Jadi lembaga pesantren sudah dikenal keberadaannya sejak zaman Hindu
Budha. Dipesantren dan atau padepokan itulah berkumpul para murid, khususnya
keturunan Brahmana utnuk mempelajari segala macam pengetahuan yang bersumber
dari kitab suci ( Veda dan Upanishad bagi Hindu serta Tripitaka bagi Budha).
Dicandi Borobudur terlihat suatu lukisan yang menggambarkan suatu proses
pendidikan seperti yang berlaku sekarang ini. Ditengah-tengah pendopo besar
seorang Brahmana atau pendeta duduk dilingkari oleh murid-muridnya, semuanya
membawa buku, dan mereka belajar membaca dan menulis. Guru tidak menerima gaji
namun dijamin oleh murid-muridnya untuk hidup. Yang menjadi dasar pendidikan
adalah agama Budha dan Hindu, seperti dapat kita lihat relief-relief yang
tertulis dicandi Borobudur ( Budha) dan candi Prambanan (Hindu).
2. Pura
Merupakan
tempat yang berada di istana. Tempat ini diperuntukkan bagi putra-putri raja
belajar. Mereka diberi pelajaran yang berkaitan dengan hidup sopan santun
sebagai keturunan raja yang berbeda dengan masyarakat biasa. Mereka belajar
tentang mengatur Negara, ilmu bela diri baik secara fisik maupun secara
batiniah.
3. Pertapaan
Karena
orang yang bertapa dianggap telah memiliki pengetahuan kebatinan yang sangat
tinggi. Oleh karenaitu para pertapa menjadi tempat bertanya tentang segala hal
terutama berkaitan dengan hal-hal yang gaib.
4. Keluarga
Pada
waktu itu pendidikan keluarga juga ada sampai sekarang juga tapi hanya
pendidikan sebagai informal. Dalam keluargalah akan terjadi partisipasi dalam
menyelesaikan pekerjaan orang tua yang dilakukan anak-anak dan anggota keluarga
lainnya.
e.
Ilmu Pengetahuan dan Karya Sastra
Pada masa kejayaan kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia ini
telah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan karya seni yang sangat tinggi.
Seperti telah dikemukakan pada kerajaan Sriwijaya sebagai salah satu kerajaan
Budha yang terbesar di Indonesia, pada saat iru telah berdiri lembaga
pendidikan setaraf “perguruan tinggi”. Perguruan tinggi tersebut dapat
menampung berates-ratus mahasiswa biarawan Budha dan adapat belajar dengan
tenang, mereka tinggal di asrama-asrama khusus.
Sistem dan metode sesuai yang ada di India, sehingga
biarawan Cina dapat belajar di sriwijaya sebelum melanjutkan belajar di India.
Di Sriwijaya terkenal mahaguru yang berasal dari India yaitu Dharmapala dan
mengajarkan agama Budha Mahayana. Dipulau Jawa pada waktu Mataram diperintah
oleh seorang ratu terdapat sekolah agama Budha yang dipimpin oleh orang Jawa
yaitu Janadabra.
Pada sekitar abad ke-14 sampai kira-kira abad ke-16
menjelang jatuhnya kerajaan Hindu di Indonesia, kegiatan pendidikan tidak lagi
dilakukan secara meluas seperti sebelumnya tetapi dilakukan oleh para guru kepada
siswanya yang jumlahnya terbatas dalam suatu padepokan. Pendidikan pada zaman
tersebut, mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi pada
umumnya dikendalikan oleh para pemuka agama. Namun demikian pendidikan dan
pengajaran tidak dilaksanakan secara formal, sehingga seorang siswa yang belum
puas akan ilmu yang diperolehnya dapat mencari dan pindah dari guru yang satu
ke guru yang lainnya. Kelompok bangsawan, ksatria dan kelompok elit lainnya
mengirimkan anak-anaknya kepada guru untuk dididik atau guru diundang untuk
datang mengajar anak-anak mereka.
KESIMPULAN
Bahwa pendidikan pada zaman Hindu dan Budha ini melalui
penyebaran agama yang pada waktu dulu belum ada sekolah-sekolah yang kita lihat
sekarang ini. Pendidikan dulu dengan sekarang sangatlah berbeda sekali. Dulu
para biarawan maupun ulama menjadi guru itu tanpa di kasih imbalan dunawi.
Mereka juga mendapatkan pendidikan dari keluarganya juga, kalau keluarganya
ahli petani maka anaknya akan belajar dari seorang ayahnya dan ilmu yang di
perolehnya juga hanya untuk anaknya saja. Mereka belajar keterampilan,
kesatriaan dan sebagainya. Anaknya seorang raja mempunyai tempat tersendiri
untuk belajar yang disebut dengan Pura, sejauh ini putra-putrinya belajar
tentang ilmu tata kenegaraan, sopan santun dan ilmu bela diri. Materi yang
diajarkan bukan hanya bersifat umum tapi mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat
spiritual religious juga.
Murid juga dapat berpindah dari guru yang satu ke guru yang
lainnya untuk belajar. Kini pendidikan semakin tua seperti usia manusia. Khusus
untuk materi keterampilan ini biasannya diselenggarakan
secara turun temurun melalui jalur kastanya masing-masing seperti keterampilan
bermain pedang, berperang, berpanah, menunggang kuda dan seni pahat. Menjelang
jatuhnya kerajaan Hindu, pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dipegang
oleh kaum ulama.
DAFTAR
PUSTAKA
Djojonegoro, Wardiman. (1996). Lima Puluh Tahun Perkembangan Pendidikan Indonesia. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudyaan.
Djumhur,
dkk. (1976). Sejarah Pendidikan.
Bandung : CV Ilmu Bandung.
Raisyidin,
Waini, dkk. (2007). Landasan Pendidikan.
Bandung : _______.