Jumat, 27 Desember 2013

Makalah Kemiskinan dan Studi Kasus


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan hal yang kompleks karena menyangkut berbagai macam aspek seperti hak untuk terpenuhinya pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Untuk mengubah kemiskinan dibutuhkan mental yang bagus. Kemiskinan memang dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat, dan itu sangat tampak dari adanya rumah kumuh yang ada di pinggiran sungai. Mungkin kemiskinan terjadi karena tidak dapat membiayai kehidupan secara langsung. Dan itulah yang terjadi sekarang ini, bahwa kemiskinan sekarang ada dimana-mana. Jika pemerintah tidak mengatasi masalah kemiskinan secepat mungkin, mungkin kemiskinan akan bertambah terus-menerus. Kemiskinan tidak hanya berdampak bagi para penduduk miskin tetapi juga berdampak bagi warga sekitarnya karena kemiskinan juga dapat meningkatkan tindakan kriminalitas.
 Dengan tingginya angka kemiskinan di Indonesia, maka hal ini menjadi masalah tersendiri bagi negara ini dan sampai saat ini masih belum ada solusinya. Kemiskinan mempunyai hubungan dengan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu kemiskinan harus kita tanggulangi agar angka kemiskinan tidak semakin tinggi. Agar kemiskinan di Indonesia dapat menurun diperlukan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak, baik dari pihak masyarakat maupun keseriusan dari pemerintah dalam menangani masalah ini.
Melihat kondisi negara Indonesia yang masih memiliki angka kemiskinan tinggi, penulis tertarik untuk mengangkat masalah kemiskinan di Indonesia dan penanggulangannya. Adapun daerah yang dijadikan objek dalam penelitian kami ini adalah daerah Karees Sapuran yang terletak di Kelurahan Samoja, Kecamatan Batununggal, Kabupaten Bandung. Terdapat komunitas warga miskin yang dapat menjadi sebagian cerminan potret kemiskinan di kota Bandung. Oleh karena itu, kami tertarik untuk melakukan tinjauan lebih dalam mengenai kondisi kehidupan warga miskin yang ada didaerah tersebut.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah dalam karya tulis dipaparkan sebagai berikut:
1.    Apa itu kemiskinan?
2.    Apa penyebab dari kemiskinan?
3.    Apa dampak dari kemiskinan?
4.    Bagaimana cara menanggulangi kemiskinan?
5.    Bagaimana potret kehidupan warga miskin di Jl. Karees Sapuran, Bandung?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1.    Mengetahui arti dari kemiskinan
2.    Mengetahui penyebab dari kemiskinan
3.    Mengetahui dampak dari kemiskinan
4.    Mengetahui cara menanggulangi kemiskinan
5.    Mengetahui potret kehidupan warga miskin di Jl. Karees Sapuran, Bandung

D.    Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan pengkajian literatur baik dari buku, internet, dan berbagai sumber lainnya yang relevan dengan topik kajian yang dibahas. Setelah mendapatkan materi dari sumber literatur dan observasi, kemudian disusun laporan penelitian dalam bentuk makalah, sehingga diharapkan bisa memperkaya isi makalah ini.




E.     Sistematika Penulisan
Rancangan sistematika makalah ini terdiri atas beberapa bab yang akan dirinci sebagai berikut :
Bab I : Tentang pendahuluan sebagai kerangka penelitian dan penulisan  makalah.
1.      Menguraikan latar belakang sebagai titik tolak penelitian serta  penulisan makalah.
2.      Menguraikan rumusan masalah sebagai batasan dan kerangka penelitian serta penulisan makalah.
3.      Menguraikan tujuan penelitian dan penulisan makalah.
4.      Menguraikan metode/teknik yang digunakan dalam penulisan makalah.
5.      Menjelaskan sistematika penulisan makalah.
Bab II :  Menjelaskan materi isi makalah.
1.      Menjelaskan kerangka konsep dan teori yang berhubungan dengan masalah.
2.      Mendeskripsikan hasil penelitian dan menghubungkannya dengan kerangka teori dan konsep.
Bab III : Menjelaskan kesimpulan dari keseluruhan isi makalah.

 BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Kemiskinan
Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002). Dalam konteks politik, John Friedman mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Frank Ellis (dalam suharto, 2005) menyatakan bahwa kemiskinan memiliki berbagai dimensi yang menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis.
Orang disebut miskin jika dalam kadar tertentu sumber daya ekonomi yang mereka miliki di bawah target atau patokan yang telah ditentukan. Yang dimaksud dengan kemiskinan sosial adalah kurangnya jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung orang untuk mendapatkan kesempatan- kesempatan agar produktivitasnya meningkat. Dapat juga dikatakan bahwa kemiskinan sosial adalah kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan kesempatan – kesempatan yang tersedia. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama diperbincangkan karena berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan upaya penanganannya. Dalam Panduan Keluarga Sejahtera (1996: 10) kemiskinan adalah suatu keadaan dimana tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam memenuhi kebutuhannya.
Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain. Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi, kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup, antara lain: ilmu pengetahuan, informasi, teknologi, dan modal.
Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian kemiskinan, pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu:
1.      Kemiskinan Absolut. Seseorang dikategorikan termasuk ke dalam golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu: pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan.
2.      Kemiskinan Relatif. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
3.      Kemiskinan Kultural. Kemiskinan ini berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Keluarga miskin adalah pelaku yang berperan sepenuhnya untuk menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Ada tiga potensi yang perlu diamati dari keluarga miskin yaitu:
1.      Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, contohnya dapat dilihat dari aspek pengeluaran keluarga, kemampuan menjangkau tingkat pendidikan dasar formal yang ditamatkan, dan kemampua menjangkau perlindungan dasar.
2.      Kemampuan dalam melakukan peran sosial akan dilihat dari kegiatan  utama dalam mencari nafkah, peran dalam bidang pendidikan, peran dalam bidang perlindungan, dan peran dalam bidang kemasyarakatan.
3.      Kemampuan dalam menghadapi permasalahan dapat dilihat dari upaya yang dilakukan sebuah keluarga untuk menghindar dan mempertahankan diri dari tekanan ekonomi dan non ekonomi.

B.            Penyebab kemiskinan
Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000:107) sebagai berikut :
1.      Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah.
2.      kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnyapun rendah.
3.      kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal
Sendalam ismawan (2003:102) mengutarakan bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa terpaksa saat ini yang dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat.
Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan dapat dikategorikan dalam dua hal sebagai berikut ini :
1.         Faktor Internal (dari dalam diri individu) Yaitu berupa kekurangmampuan dalam hal :
a.       Fisik misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.
b.      Intelektual misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan,   kekurangtahuan informasi.
c.       Mental emosional misalnya malas, mudah menyerah, putus asa temperamental.
d.      Spritual misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin.
e.       Sosial psikologis misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/ stres, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan.
f.       Ketrampilan misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja.
g.      Asset misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.
2.    Faktor Eksternal (berada di luar diri individu atau keluarga), yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain :
a.   Terbatasnya pelayanan sosial dasar.
b.   Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah.
c.  Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor informal.
d.    Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak endukung sektor usaha mikro.
e.    Belum terciptanya sistim ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak.
f.     Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal seperti zakat.
g.    Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (structural Adjusment Program/ SAP).
h.    Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.
i.     Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.
j.     Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.
k.    Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.
l.     Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.
C.      Dampak Kemiskinan
Dampak kemiskinan di Indonesia memunculkan berbagai penyakit pada kelompok risiko tinggi seperti ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, dan lanjut usia. Sejak krisis ekonomi tahun 1997 jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat”. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia menyebabkan cakupan gizi rendah, pemeliharaan kesehatan kurang, lingkungan buruk, dan biaya untuk berobat tidak ada. Akibat terkena penyakit, menyebabkan produktivitas rendah, penghasilan rendah dan pengeluaran bertambah.
Kemiskinan memang tidak pernah berhenti dan tidak bosan menghancurkan cita-cita masyarakat Indonesia khususnya para generasi muda. Kemiskinan sudah banyak “membutakan” segala aspek seperti pendidikan. Sebagian dari penduduk Indonesia lantaran keterbatasan ekonomi yang tidak mendukung, oleh contoh kecil yang terjadi di lapangan banyak anak yang putus sekolah karena menunggak SPP, siswa SD yang nekat bunuh diri karena malu sering ditagih oleh pihak sekolah, anak di bawah umur bekerja keras dengan tujuan memberi sesuap nasi untuk keluarganya, dan lain sebagainya. 
Sekarang kemiskinan sudah memberikan dampak yang beraneka ragam mulai dari tindak kriminal, pengangguran, kesehatan terganggu, dan masih banyak lagi. Kemiskinan memang dapat menyebabkan beragam masalah tapi untuk sekarang masalah yang paling penting adalah bagaimana caranya anak-anak kecil yang sama sekali tidak mampu dapat bersekolah dengan baik seperti anak-anak lainnya. Pertama itulah masalah yang harus dipecahkan oleh pemerintah karena jika masalah itu tidak dapat dibereskan maka akan muncul masalah-masalah baru yang lebih banyak lagi. Dan juga banyak orang-orang miskin terkena penyakit tapi mereka sulit untuk berobat ke dokter karena mahal, walapun pemerintah sudah memberikan kartu kemiskinan pada mereka.
Selain hal diatas, banyak dampak yang terjadi yang disebabkan oleh kemiskinan yaitu:
·           Kesejahteraan masyarakat sangat jauh dan sangat rendah
Ini berarrti dengan adanya tingkat kemiskian yang tinggi banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki pendapatan yang mencukupi kebutuhan hidup masyarakat.
·           Tingkat kematian meningkat, ini dimaksudkan bahwa masyarakat Indonesia banyak yang mengalami kemtain akibat kelaparan atau melakukan tindakan bunuh diri karena tidak kuat dalam menjalani kemiskinan yang di alami.
·           Banyak penduduk Indonesia yang kelaparan karena tidak mampu untuk membeli kebutuhan akan makanan yang merka makan sehari-hari
·           Tidak bersekolah (tingkat pendidikan yang rendah) ini menyebabkan masyarakat di Indonesia tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk memperoleh pekerjaan dan tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk memperoleh pendapatan
·           Tingkat kejahatan meningkat, masyarakat Indonesia jadi terdesak untuk memperoleh pendapatan dengan cara-cara kejahatan karena dengan cara yang baik mereka tidak mempunyai modal yaitu ilmu dan ketermpilan yang cukup.
Demikianlah sekelumit dampak yang ditimbulkan dari adanya kemiskinan.


Temuan Lapangan :
Potret Kehidupan Warga Miskin Jl. Karees Sapuran Rt 04/02
Kel. Samoja Kec. Batununggal Kab. Bandung
Kemiskinan memang suatu hal yang sudah menjadi perbincangan yang tak habis-habisnya di Indonesia. Banyak rakyat yang menderita karena kemiskinan yang tak kunjung berakhir dari negara ini. Kita semua menyadari bahwa kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya tetapi masih banyak kita temui permukiman masyarakat miskin hampir di setiap sudut kota. Salah satunya adalah permukiman masyarakat miskin yang ada di Jl. Karees Sapuran, Bandung. Mengacu pada batasan garis kemiskinan yang digunakan BPS, Jumlah penduduk miskin di Kota Bandung pada Tahun 2008 sebanyak 82.432 KK atau sekitar 13.21 % dari Jumlah penduduk Kota Bandung. Indikator yang erat kaitannya dengan kemiskinan adalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Dari hasil observasi yang dilakukan, diketahui bahwa masih terdapat warga miskin di jl. Karees Sapuran Rt 04/02, Bandung ini. Dari sejumlah 32 KK yang ada di daerah tersebut, 8 KK diantaranya tergolong pada warga miskin. Sebagian besar warga miskin ini tidak memiliki pekerjaan yang tetap, bahkan hanya menganggur saja, hal ini tentu harus menjadi perhatian bagi pemerintah setempat. Adapun kriteria yang dijadikan patokan oleh pemerintah setempat untuk menentukan seseorang termasuk warga miskin atau bukan yaitu bisa dilihat baik dari tempat tinggal maupun dari pekerjaannya atau dari taraf ekonominya.
Dilihat dari segi pendidikannya, warga yang termasuk dalam warga miskin ini, rata-rata hanya sekolah sampai tingat Sekolah Menengah Pertama, atau hanya sampai tingkat Sekolah Dasar saja. Tentu hal ini akan mempengaruhi prospek pekerjaan yang didapat, karena adanya keterkaitan yang cukup erat antara tingkat pendidikan dengan pekerjaan. Untuk mendapatkan pekerjaan dibutuhkan suatu keterampilan yang salah satunya bisa didapatkan melalui pendidikan.
Kehidupan warga miskin ini masih serba kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, dengan himpitan ekonomi yang begitu tinggi. Bahan-bahan pokok yang serba mahal serta sulitnya mencari lahan pekerjaan, tetapi mereka dituntut untuk bisa bertahan ditengah-tengah keadaan sulit tersebut. Warga miskin ini hanya mengandalkan sisa simpanan barang yang mereka miliki untuk tetap bisa menyambung kehidupannya.
Selain hal tersebut diatas, berdasarkan penuturan beberapa narasumber diketahui bahwa tanah yang mereka  tempati sekarang merupakan tanah oranglain, mereka tidak memiliki tanah sendiri, mereka menyewa kepada pemilik tanah yang harganya di sesuaikan dengan luas tanah yang ditempati. Mirisnya kurang ada bantuan dari sesama warga yang ada disana, kurangnya kepedulian terhadap sesama, jarang ada bantuan yang sengaja diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin. Di sini terlihat adanya sifat individualis yang menjadi salah satu ciri dari masyarakat kota, meskipun tidak semua masyarakat kota bersifat individualis.
Adapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk membantu warga miskin ini diantaranya adalah dengan adanya pembagian Bantuan Langsung Tunai, yang dilakukan setiap 3 bulan sekali, namun sayangnya Bantuan Langsung Tunai ini kini sudah dihentikan. Adanya jaminan kesehatan bagi warga miskin meskipun hanya beberapa saja yang mendapatkannya. Selain itu pemerintah pun mengupayakan bantuan berupa Beras Miskin (Raskin) yang diberikan rutin setiap sebulan sekali yang diberikan baik ketika awal maupun akhir bulan. Raskin ini biasanya dijual dengan harga Rp. 1400/kilogram, hal ini dirasa cukup bisa sedikit meringankan beban warga miskin yang ada disekitar, meskipun tak bisa menolong sepenuhnya.
Namun sayangnya, dalam situasi seperti ini masih saja ada warga miskin yang menyalahgunakan bantuan dari pemerintah ini. Karena adanya bantuan membuat warga merasa nyaman dengan keadaannya sehingga kurang termotivasi untuk mencari pekerjaan dan terus menempatkan dirinya sebagai warga miskin karena takut kehilangan bantuan tersebut. Seyogyanya pemerintah harus lebih selektif dalam memilih orang-orang yang berhak untuk mendapatkan bantuan dan memberikan penyuluhan serta menggalakkan upaya-upaya yang dilakukan agar bisa memberantas masalah kemiskinan ini supaya tidak terus berlarut-larut.


















Keterputusan sekolah dan Solusinya


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Putus sekolah bukan merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang tak pernah berakhir. Masalah ini telah berakar dan sulit untuk dipecahkan penyebabnya, tidak hanya karena kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kekacauan dalam keluarga, dan lain-lain. Pendidikan nasional merupakan bagian dari pembangunan nasional, melalui Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 dikatakan bahwa tujuan pendidikan adalah:
”Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Pembahasan ini berjudul “Masalah Keterputusan Sekolah” dimana dalam pembahasan selanjutnya penyususn akan membahas masalah keterpurusan sekolah umum dimana masalah utamanya adalah kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung. Sebagian lagi adalah faktor keluarga yang menyebabkan anak- putus sekolah. Adapun orang tua dan masyarakat dalam menghadapi anak putus sekolah ada dua yaitu upaya pencegahan dan upaya pembinaan.
“Pendidikan secara universal berarti upaya mengubah manusia menjadi cerdas, yang dalam konsep filsafat pendidikan Indonesia dinyatakan bahwa pendidikan ialah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa” (Didin Syarifudin. 2010:119)
Seperti dipaparkan diatas pendidikan ialah upaya untuk emncerdaskan suatu bangsa, dimana untuk menjadi suatu bangsa yang maju pendidikan ialah modal terpenting untuk mencapai tujuan itu. Sehingga masalah pendidikan ialah masalah yang harus segera dibenahi oleh pemerintah. Karena masalah ini dapat menjadi salah satu faktor penghambang dalam kemajuan suatu bangsa.
Dewasa ini khususnya di masyarakat kota banyak sekali anak-anak yang tidak bersekolah dan mereka tinggal dijalanan. Anak-anak yang tinggal di jalan atau biasa kita sebut anak jalanan, dimana mereka mengalami masalah keterputusan sekolah. Masalah keterputusan sekolah ini disebabkan oleh berbagai fakto, salah satunya faktor ekonomi.
Banyak anak-anak yang seharusnya mereka bermain dan duduk dibangku sekolah, justru mereka malah bekerja di pinggir jalan. Phenomena yang tidak aneh bila kita berada dikota-kota besar. Banyak anak yang seharusnya sekolah malah bekerja. Bahkan diperparah dengan phenomena anak jalanan.
Upaya pencegahan yang harus dilakukan sebelum putus sekolah dengan mengamati, memperhatikan permasalahan-permasalahan anak-anak dan dengan menyadarkan orang tua akan pentingnya pendidikan demi menjamin masa depan anak serta memberikan motivasi belajar kepada anak. Adapun upaya pembinaan yang dilakukan adalah dengan mengajarkan nilai-nilai keagamaan dan sosial kemasyarakatan kepada anak, serta memberikan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya supaya anak disibukkan serta dapat menghindarinya dari pikiran yang menyimpang. Dari pemaparan diatas maka kami penyususn akan menggangkat judul makalah “Masalah Keterputusan Sekolah dan Solusinya”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul diatas maka penyusun merumuskan masalah utama dalam penulisan mengenai makalah ini ialah “Faktor Apa Saja Penyebab Keterputusan Sekolah”. Untuk memfokuskan pada pemerintahan masalah keterputusan sekolah. Penulis membatasi pertanyaan sebagai perumusan masalah yang akan diuraikan dalam makalah ini sebagai berikut:
1.            Apa Pengertian Anak Putus Sekolah?
2.            Bagaimana Hak Anak Akan Pendidikan?
3.            Apa Penyebab Anak Putus Sekolah dan  Damfak Anak Putus Sekolah?
4.            Bagaimana Penomena Anak Jalanan?
5.            Bagaimana Praktek Pekerjaan Sosial Dengan Anak Dalam Penanganan Anak Putus Sekolah

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan utama yang ingin dicapai penulis adalah “Mendeskripsikan Masalah Keterputusan Sekolah dan Penomena Anak Jalanan Disertai Solusinya”. Adapun yang menjadi tujuan khususnya adalah:
1.          Mendeskripsikan  Pengertian Anak Putus Sekolah.
2.          Mendeskripsikan  Hak Anak Akan Pendidikan.
3.          Mendeskripsikan Penyebab Anak Putus Sekolah dan  Damfak Anak Putus Sekolah.
4.          Mendeskripsikan Praktek Pekerjaan Sosial Dengan Anak Dalam Penanganan Anak Putus Sekolah
1.4 Metode dan Teknik Penulisan
Bab ini menjelaskan secara rinci mengenai metode penelitian yang dipakai oleh penyusun untuk mengumpulkan sumber berupa fakta dan data yang berkaitan dengan judul yang penyusun angkat yaitu “Masalah Keterputusan Sekolah dan Solusinya”. Metode yang digunakan penulis adalah metode Heuristik atau sejarah. Yang dimana penulis mengumpulkan data sejarah yang relevan yaitu sumber sekunder yang berkaitan dengan Masalah Keterputusan Sekolah, Hak Anak Akan Pendidikan. Sehingga sumber yang didapat adalah sumber buku. Metodologi sejarah merupakan suatu keseluruhan metode-metode, prosedur, konsep kerja, aturan-aturan dan teknik yang sistematis yang digunakan oleh para penulis sejarah atau sejarawan dalam mengungkapkan peristiwa sejarah. Langkah-langkah penulisan ini mengacu pada proses metodologi penilitian dalam penulisan sejarah, yang mengandung empat langkah penting, diantaranya:
  1. Heuristik, merupakan upaya mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Dalam proses mencari sumber-sumber itu, penulis mendatangi berbagai perpustakaan, diantaranya : Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan  Lab Sejarah FPIPS UPI. Serta membeli buku-buku di Palasari, dan mencari sumber-sumber melalui Internet.
  2. Kritik atau Analisis, yaitu usaha menilai sumber-sumber sejarah, baik isi maupun bentuknya (internal dan eksternal). Kritik internal dilakukan penulis untuk melihat layak tidaknya isi dari sumber-sumber yag telah diperoleh untuk selanjutnya dijadikan bahan penelitian dan penulisankarya ilmiah. Kritik eksternal dilakukan oleh penulis untuk melihat bentuk dari sumber tersebut, penulis berusaha melakukan penelitian terhadap sumber-sumber yang diperoleh yang tentunya berkaita dengan topik penelitian itu.
  3. Interpretasi atau penafsiran, dalam hal ini penulis memberikan penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikumpulkan selama penelitian belangsung. Penafsiran itu dilakukan dengan cara menafsirkan fakta dan data dengan konsep-konsep yang telah diteliti oleh penulis sebelumnya. Penulis juga melakukan pemberian makna terhadap fakta dan data yang kemudian disusun, ditafsirkan dan dihubungkan satu sama lain. Fakta dan data yang telah diseleksi dan ditafsirkan selanjutnya dijadikan pokok pikiran sebagai kerangka dasar penyusunan penelitian ini.
  4. Historiografi atau penulisan sejarah, merupakan langkah terakhir dalam penulisan skripsi ini. Historiografi ialah proses penyusunan hasil penelitian yang telah diperoleh sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dalam bentuk karya ilmiah, sehingga menghasilkan  suau tulisan yang logis dan sistematis, dengan demikian akan diperoleh suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Dalam penyusunan makalah  ini, teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah kepustakaan. Langkah awal penyusunan makalah ini ialah dengan mengumpulkan sumber-sumber tertulis yang menunjang penelitian ini. Maka setelah itu diperoleh data-data yang dapat dibandingka dengan sumber yang ada di lapangan.



1.5 Sistematika Penulisan
Bab satu, pendahuluan. Bagian ini menguraikan masalah yang akan dibahas yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode dan teknik penelitian serta sistematika penulisan.
Bab dua, merupakan pembahasan yang didalamnya diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seluruh hasil penelitian yang dilakukan oleh penyusun. Dimana sistematika penulisan makalah ini ialah Faktor penyebab keterputusan sekolah, hak anak akan pendidikan, dan solusi dalam penanganannya.
 Bab tiga, merupakan uraian tentang kesimpulan yang didapatkan penulis sebagai jawaban terhadap beberapa permasalahan yang telah diajukan sebelumnya.










BAB II
KETERPUTUSAN PENDIDIKAN DAN SOLUSINYA

2.1  Pengertian Anak Putus Sekolah

            Pendidikan dapat diartikan sebagai perbuatan mendidik, pengetahuan tentang mendidik. Pendidikan dapat pula diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan  nilai-nilai dan budaya masyarakat.
Pendidikan
secara lebih luas dapat  diartikan sebagai sebuah proses timbal balik dari pribadi-pribadi manusia dalam menyesuaikan diri dengan manusia lain dan dengan alam semesta. Sedangkan pengertian sekolah menurut WJS. Poerwodarminta adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran.

            Putus sekolah diartikan sebagai Drop-Out (DO) yang artinya bahwa seorang anak didik yang telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan baik itu pada tingkat SD, SMP, maupun SMA untuk belajar dan menerina pelajaran tetapi tidak sampai tamat atau lulus kemudian mereka berhenti atau keluar dari sekolah. Hal itu bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang bisa disebabkan karena malu, malas, takut, sekedar ikut-ikutan dengan temannya atau karena alasan lain sehingga mereka putus sekolah ditengah jalan atau keluar dan tidak lagi masuk untuk selama-lamanya.

Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Dalam Undang – Undang nomor 4 tahun 1979, anak terlantar diartikan sebagai anak yang orang tuanya karena suatu sebab, tidak mampu memenuhi kebutuhan anak sehingga anak menjadi terlantar.Sedangkan menurut Undang – Undang nomor 23 tahun 2002 bahwa anak terlantar yakni anak yang kebutuhannya tidak terpenuhi secara wajar, baik kebutuhan fisik, mental, spiritual maupun social. Pengertian lainnya menurut Departemen Pendidikan di Amerika Serikat (MC Millen Kaufman, dan Whitener, 1996) mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya.
Anak putus sekolah ialah anak yang dimana seharusnya ia mengecap pendidikan atau duduk dibangku sekolah akan tetapi dikarenakan berbagai faktor ia tidak dapat menyelesaikan program belajarnya hingga tuntas. Anak-anak putus sekolah seharusnya mendapat perhatian besar dari pemerintah dikarenakan mereka adalah generasi penerus bangsa, yang seharusnya mendapatkan hak bersekolah dan dimana kemampuan mereka dan keinginan mereka dikembangkan agar mereka dapat hidup sejahtera dikemudian hari.

2.2 Hak Anak Akan Pendidikan
Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak wajib dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan.
Pendidikan itu tanggung jawab semua masyarakat, bukan hanya tanggung jawab sekolah. Konsekuensinya semua warga negara memiliki kewajiban moral untuk menyelamatkan pendidikan. Sehingga ketika ada anggota masyarakat yang tidak bisa sekolah hanya karena tidak punya uang, maka masyarakat yang kaya atau tergolong sejahtera memiliki kewajiban moral untuk menjadi orang tua asuh bagi kelangsungan sekolah anak yang putus sekolah pada tahun ini mencapai puluhan juta anak di seluruh Indonesia.
Pendidikan itu dimulai dari keluarga. Paradigma ini penting untuk dimiliki oleh seluruh orang tua untuk membentuk karakter manusia masa depan bangsa ini. Keluarga adalah lingkungan yang paling pertama dan utama dirasakan oleh seorang anak, bahkan sejak masih dalam kandungan.Karena itu pendidikan di keluarga yang mencerahkan dan mampu membentuk karakter anak yang soleh dan kreatif adalah modal penting bagi kesuksesan anak di masa – masa selanjutnya.
Setiap anak yang lahir secara otomatis akan mendapatkan hak sebagai mahluk hidup ciptaan tuhan dan warga Negara. Termasuk bagi setiap anak yang lahir di Negara Indonesia, yang telah memiliki undang – undang perlindungan anak, dimana KPAI bertindak sebagai salah satu wadah yang sangat mengagung – agungkan undang – undang tersebut.
Terlepas dari itu, setiap anak pun memiliki hak yang sama terlebih bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus dalam menuntut ilmu. Dalam hal ini, anak – anak yang mengidap autis. Penderita autis ini berbeda dengan ADHD atau (Attention Deficit Hyperactive Disorders), dimana anak autis tidak dapat merespon lingkungan sekitarnya, namun ADHD adalah situasi dimana anak mengalami kesulitan dalam memfokuskan diri akan suatu hal, dan biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat memahami suatu hal.

Dalam hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan, undang – undang di Indonesia telah membahas hal tersebut. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) disahkan pada tanggal 22 Oktober 2002 melalui UU Nomor 23 tahun 2002. UUPA itu sendiri merupakan perangkat perundang-undangan yang paling akhir yang memberikan pengaturan tentang perlindungan anak, setelah beberapa uu untuk anak di revisi, antara lain :
·      UU Kesejahteraan Anak (UU No.4 tahun 1979)
·      UU Pengadilan Anak (UU No.3 tahun 1997)
·      UU Hak Asasi Manusia (UU No.39 tahun 1999, khususnya Bab 3 Bagian ke-10 tentang Hak Anak).
UUPA merupakan kerangka payung yang memberikan perlindungan bagi anak. Dalam UUPA sendiri, dijelaskan beberapa hak anak terutama untuk hal pendidikan, antara lain tertuang pada pasal 9 ayat 1 dan 2, yang berisi :
1)   Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
2)   Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan.

2.3  Penyebab Anak Putus Sekolah dan  Dampak Anak Putus Sekolah
Putus sekolah merupakan masalah yang tidak terjadi dengan sendiri.Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang untuk putus sekolah. Faktor tersebut akan menimbulkan dampak terhadap diri seseorang pada khususnya dan lingkungan sosial masyarakat pada umumnya, mengingat pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi perkembangan di segala bidang kehidupan.

2.3.1 Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah
Menurut Departemen Pendidikan di Amerika Serikat (MC Millen Kaufman, dan Whitener, 1996) mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya. Masalah keterputusan sekolah pada anak disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya ialah:
a)   Faktor Internal
Faktor internal yang dapat menyebabkan seseorang putus sekolah antara lain:
1.    Kemalasan
Dari dalam diri anak putus sekolah disebabkan malas untuk pergi sekolah karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban  biaya sekola.ak dipengaruhi oleh berbagai faktor .Ketidak mampuan ekonomi keluarga dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah psikologi anak sehingga anak tidak bisa bersosialisasi dengan baik dalam pergaulan dengan teman sekolahnya selain itu     adalah peranan lingkungan .
2.    Hobi Bermain
Karena pengaruh teman sehingga ikut-ikutan diajak bermain seperti play stasion sampai akhirnya sering membolos dan tidak naik kelas , prestasi di sekolah menurun dan malu pergi kembali ke sekolah.
3.    Hukuman
Anak yang kena sanksi karena mangkir sekolah sehingga kena Droup Out.

b)   Faktor Eksternal.
Faktor eksternal yang menyebabkan seseorang putus sekolah antara lain:
1.    Keadaan status ekonomi keluarga
Dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pembiayaan hidup anak, sehingga anak sering dilibatkan  untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehingga merasa terbebani dengan masalah ekonomi ini sehingga mengganggu kegiatan belajar dan kesulitan mengikuti pelajaran.
Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan orang tua terpaksa bekerja keras mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga pendidikan anak kurang terperhatikan dengan baik dan bahkan membantu orang tua dalam mencukupi keperluan pokok untuk makan sehari-hari misalnya anak membantu orang tua ke sawah, karena di anggap meringankan beban orang tua anak di ajak ikut orang tua ke tempat kerja yang jauh dan meninggalkan sekolah dalam waktu yang cukup lama.

2.    Perhatian orang tua
Kurangnya perhatian orang tua cenderung  akan menimbulkan berbagai masalah. Makin besar anak perhatian orang tua makin  diperlukan , dengan cara dan variasi dan sesuai kemampuan. Kenakalan anak adalah salah satu penyebabnya adalah  kurangnya perhatian orang tua.

3.    Hubungan orang tua yang kurang harmonis
Hubungan keluarga tidak harmonis dapat berupa perceraian orang tua, hubungan antar keluarga tidak saling peduli, keadaan ini merupakan dasar anak mengalami permasalahan uyang serius dan hambatan dalam pendidikannya sehingga mengakibatkan anak mengalami putus sekolah.

4.    Latar belakang pendidikan orang tua
Pendidikan orang tua yang hanya tamat sekolah dasar apalagi tidak tamat sekolah dasar, hal ini sangat berpengaruh terhadap cara berpikir orang tua untuk menyekolahkan anaknya, dan terhadap cara berpikir orang tua untuk menyekolahkan anaknya, dan cara pandangan orang tua tentu tidak sejauh dan seluas orang tua yang berpendidikan lebih tinggi.
Latar belakang pendidikan orang tua yang rendah merupakan suatu hal yang mempengaruhi anak sehingga menyebabkan anak menjadi putus sekolah dalam usia sekolah. Akan tetapi ada juga orang tua yang telah mengalami dan mengenyam pendidikan sampai ke tingkat lanjutan dan bahkan sampai perguruan tinggi tetapi anaknya masih saja putus sekolah, maka dalam hal ini kita perlu mengkaitkannya dengan minat anak itu sendiri untuk sekolah, dan mengenai minat ini akan dijelaskan pada uraian berikutnya.
Hal-hal tersebut diatas sangat mempengaruhi anak dalam mencapai suksesnya bersekolah.Pendapat keluarga yang serba kekurangan juga menyebabkan kurangnya perhatian orang tua terhadap anak keran setiap harinya hanya memikirkan bagaimana caranya agar keperluan keluarga bisa terpenuhi, apalagi kalau harus meninggalkan keluarga untuk berusaha menempuh waktu berbulan-bulan bahkan kalau sampai tahunan, hal ini tentu pendidikan anak menjadi terabaikan.

5.    Kurangnya minat anak untuk bersekolah
Penyebabkan anak putus sekolah bukan hanya disebabkan oleh latar belakang pendidikan orang tua, juga lemahnya ekonomi keluarga tetapi juga datang dari dirinya sendiri yaitu kurangnya minat anak untuk bersekolah atau melanjutkan sekolah. Anak usia wajib belajar semestinya menggebu-gebu ingin menuntut ilmu pengetahuan namun karena sudah terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik terhadap perkembangan pendidikan anak, sehingga minat anak untuk bersekolah kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya, adapun yang menyebabkan anak kurang berminat untuk bersekolah adalah: anak kurang mendapat perhatian dari orang tua terutama tentang pendidikannya, juga karena kurangnya orang-orang terpelajar sehingga yang mempengaruhi anak kebanyakan adalah orang yang tidak sekolah sehingga minat anak untuk sekolah sangat kurang. Lingkungan permainan anak yang salah dapat  menimbulkan kemalasan untuk bersekolah.



6.    Kondisi lingkungan tempat tinggal anak
Lingkungan tempat tinggal anak adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kegiatan dan proses belajar/pendidikan. Oleh sebab itu seyogyanya lingkungan tempat tinggal anak atau lingkungan masyarakat ini dapat berperan dan ikut serta di dalam membina kepribadian anak-anak kearah yang lebih positif.Jelasnya suasana lingkungan tempat tinggal atau lingkungan masyarakat, kawan sepergaulan, juga ikut serta memotivasi terlaksana kegiatan belajar bagi anak.

2.3.2        Dampak Anak Putus Sekolah

Masalah keterputusan sekolah bila tidak diatasi dengan baik akan sangat merugikan lingkungan karena Anak-anak yang putus sekolah dapat  mengganggu keamanan. Karena tidak ada kegiatan yang menentu, sehingga kadang-kadang dapat menimbulkan kelompok-kelompok pemuda liar. Anak-anak yang putus sekolah tersebut berkembang menjadi anak nakal dengan kegiatannya yang bersifat negatif, seperti mencuri, memakai narkoba, mabuk-mabukan, serta seks bebas. Akibat lainnya adalah tingginya tingkat kriminalitas seperti pencurian, pemalakan, perampokan, penipuan , merebaknya geng motor dan sebagainya.
Selain itu fenomena kawin muda juga akan terjadi pada orang-orang yang putus sekolah. Salah satu fungsi sekolah adalah memperlambat kedewasaan, maka apabila seseorang tidak sekolah, kedewasaan itupun akan cepat datang karena pada akhirnya mereka akan lebih memilih untuk menikah diusia dini.



Dampak lain akan terlihat dari segi ekonomi. orang-orang yang putus sekolah atau berpendidikan rendah, akan berpenghasilan rendah pula yang berakibat pada rendahnya pendapatan perkapita negara. Selain itu merebak buruh kasar dikalangan masyarakat, orang-orang berbondong-bondong jadi TKI, serta perumahan kumuh adalah dampak lain dari putus pendidikan yang dapat kita temui di negeri yang konon “bukan lautan tapi kolam susu” ini. Dengan pendidikan yang rendah pula, banyak diantara mereka yang tidak mendapatkan pekerjaan alias kaum pengangguran dan mereka merupakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Sedangkan masalah pengangguran ini di negara kita merupakan masalah yang sudah sedemikian hebatnya, hingga merupakan suatu hal yang harus ditangani lebih serius.  Produktifitas anak putus sekolah dalam pembangunan tidak seluruhnya dapat mereka kembangkan, padahal semua anakindonesia memiliki potensi untuk maju.











BAB III
STUDI KASUS

3.1  Kasus

            Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, di mana pendidikan merupakan proses pendewasaan diri seseorang untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,  kepribadian,  kecerdasan, pengendalian diri, akhlak mulia, serta  keterampilan  yang diperlukan dirinya dalam bermasyarakat. Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan yaitu dengan pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun di mana pada program tersebut mentargetkan 95% anak usia sekolah harus menempuh pendidikan sampai jenjang SMP, akan tetapi pada kenyataan di lapangan khususnya pada daerah penelitian terdapat fakta lebih dari 60% anak usia sekolah mengalami putus sekolah pada jenjang Sekolah Dasar.
            Kebutuhan akan pendidikan telah berjalan dari masa ke masa. Tiap-tiap orang membutuhkan pendidikan, baik pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung disekolah. Pendidikan informal adalah pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan keluarga. Pendidikan informal di berikan dalam rumah tangga. Sedangkan pendidikan nonformal sendiri yaitu pendidikan yang terjadi diluar sekolah dan rumah tangga, seperti kursus. Melalui pendidikan formal dapat ditanamkan segi-segi pengembangan intelektual, perasaan, keagamaan, dan keterampilan melalui berbagai bidang studi.
            Hubungan pertumbuhan penduduk dengan kebutuhan akan pendidikan sendiri sangat erat sekali. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali mengakibatkan kesulitan dalam masalah pendidikan. Betapapun banyaknya sekolah yang telah dibangun, namun daya tampung sekolah untuk penduduk usia sekolah belum tentu bisa terpenuhi. Mengapa ha itu bisa terjadi? Ini disebabkan oleh beberapa hal: (1) tidak seimbangnya laju pertumbuhan penduduk dengan fasilitas atau sarana pendidikan; (2) bergantung modal atau keuangan yang ada untuk mengadakan atau memenuhi kebutuhan.
Pada penelitian saat ini, penulis pada dasarnya berusaha mengamati dan mendeskripsikan realitas anak putus sekolah berdasarkan kenyataan riilnya. Oleh karenanya penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Fokus penelitian ini adalah Profil anak putus sekolah di Pasar Jum’at Dramaga, Bogor yang ditinjau dari: latar belakang keluarga anak jalanan, motif anak untuk pergi ke jalan, aktifitas keseharian anak jalanan, interaksi sosial anak jalanan dengan lingkungannya. Selanjutnya dari hasil penelitian disusun beberapa solusi sebagai upaya untuk mengurangi jumlah anak putus sekolah .
o   Latar Belakang Keluarga
            Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang keluarga berkaitan erat dengan perginya anak ke jalan. Adapun faktor dominan penyebab anak pergi ke jalan adalah kemiskinan dan disharmoni keluarga. Kedua faktor tersebut, adakalanya berkaitan satu dengan yang lain, yakni, faktor disharmoni muncul sebagai akibat dari faktor kemiskinan keluarga atau sebaliknya.
            Umumnya anak putus sekolah di Pasar Jum’at Dramaga Bogor berasal dari keluarga miskin. Orang tua mereka bekerja sebagai pekerja kasar, seperti buruh pabrik, buruh pelabuhan, dan montir, dengan penghasilan rata-rata di bawah Rp 400.000,00 per bulan dan beban tanggungan antara empat sampai enam orang. Terutama untuk daerah Bogor, kondisi perekonomian tersebut sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan standar keluarga. Padahal keadaan ekonomi keluarga memiliki peran yang penting terhadap perkembangan anak.



o   Motif Pergi Ke Jalan

Rata-rata anak jalanan di lokasi penelitian mengaku pergi ke jalan merupakan keinginan diri sendiri. Namun demikian motif tersebut bukanlah semata-mata motif biologis yang muncul dari dalam diri mereka melainkan juga di dorong oleh faktor lingkungan. Dengan kata lain motif anak jalanan pergi ke jalan tidak berkembang sendiri tetapi merupakan motif yang timbul sebagai hasil interaksi dengan lingkungan tempat anak tinggal.
Dari hasil penelitian, peneliti mengelompokkan motif anak jalanan pergi ke jalan sebagai berikut:
a.       motif semata-mata menopang kehidupan ekonomi keluarga
b.      motif untuk mencari kompensasi dari kurangnya perhatian keluarga
c.       motif sekedar mencari tambahan uang saku
Motif tipe pertama, anak jalanan pergi ke jalan karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak stabil dan terancam kelangsungannya sedangkan mereka diposisikan sebagai tulang punggung keluarga. Umumnya ini terjadi pada anak jalanan dengan keluarga yang mengalami disharmoni dan tidak memiliki sumber-sumber ekonomi yang dapat mendukung, sehingga mereka harus ke jalan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Anak jalanan dengan motif seperti ini umumnya membelanjakan penghasilannya hanya untuk memenuhi kebutuhan primer keluarga.
Motif tipe kedua, anak pergi ke jalan sebagai kompensasi dari tidak terpenuhinya kesejahteraa anak di rumah. Dalam penelitian ini anak jalanan yang ditemukan dengan motif tipe kedua ini berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi yang cukup baik. Akan tetapi karena terjadi disharmoni di da-lam keluarga dan terabaikannya fungsi yang seharusnya diperankan orang tua (perhatian, kasih sayang dan bimbingan) mereka kurang mendapat kesejahteraanya, terutama dari aspek emosional, secara baik. Kasus ini sekali lagi menegaskan bahwa kualitas rumah tangga memiliki peranan besar dalam mem-berikan dan memenuhi kesejahteraan anak. Terpenuhinya aspek ekonomi saja bukan jaminan anak sejahtera. Pada keluarga yang pecah atau tidak utuh, baik yang disebabkan oleh perceraian atau meninggalnya salah satu atau kedua orang tua akan memberikan akibat bagi anak berupa:
1.      kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan orang tua
2.      kebutuhan dan harapan tidak terpenuhi
3.      tidak mendapat latihan fisik dan mental
Sebagai akibat ketiga bentuk pengabaian tersebut anak dapat menjadi bingung, risau, sedih, atau malu. Bahkan kadang diliputi rasa dendam dan benci sehingga kemudian mereka menjadi liar dan mencari kompensasi diluar lingkungan keluarga. Mereka mulai sering menghilang dari rumah dan lebih suka menggelandang mencari kesenangan hidup imaginer di tempat-tempat lain.
Motif tipe yang ketiga, yaitu sekedar mencari tambahan unag saku. Pada kondisi ini, secara relatif kebutuhan primer anak telah terpenuhi. Namun demikian mereka memiliki inisiatif sendiri untuk mencari tambahan uang saku di jalan. Umumnya mereka berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah. Mayoritas anak jalanan dengan motif seperti ini memilih pekerjaan sebagai pedagang koran dan pedagang kantong plastik.
o   Aktivitas Keseharian Anak Jalanan
            Aktivitas mereka bekerja tanpa ada batasan waktu yang tetap, tetapi waktu yang mereka habiskan untuk bekerja rata-rata antara lima sampai dua belas jam per hari Anak jalanan yang bekerja sebagai pedagang, memiliki waktu memulai bekerja relatif teratur dan menyelesaikan pekerjaannya ketika barang dagangan yang dibawa habis. Sedangkan anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen tidak memiliki keteraturan waktu bekerja. Mereka memulai dan mengakhiri pekerjaannya bergantung kepada keinginan dirinya saat itu. Namun demikian ada kesamaan pada setiap anak jalanan dalam bekerja, yaitu mereka dapat bekerja dan bermain dalam aktivitasnya. Hal ini sulit ditemukan pada pekerja anak di sektor formal yang terikat pada ketentuan-ketentuan perusahaan tempat mereka bekerja.
Rata-rata anak jalanan di lokasi penelitian mengaku mempunyai keluarga dengan tempat tinggal tetap di sekitar wilayah Bogor. Meskipun demikian tidak semua dari mereka yang tinggal menetap bersama keluarganya. Sebagian dari mereka setiap harinya pulang ke rumah, sebagian lagi dalam seminggu hanya dua sampai tiga hari pulang ke rumah, bahkan ada diantara mereka dalam satu bulan seringkali hanya pulang satu atau dua kali saja, itupun untuk keperluan me-ngantarkan uang yang dikumpulkan selama satu bulan untuk keluarganya. Namun, ada pula yang pulang kerumah hanya pada saat ia memiliki uang berlebih (banyak), tetapi jika ia tidak mendapatkan uang yang cukup maka ia memilih tidak pulang karena takut dimarahi oleh orang tuanya.
             Umumnya pola hidup anak jalanan cenderung monoton. Aktivitas sehari-hari dijalani sebagai rutinitas tanpa orientasi masa depan yang baik. Aktivitas hari ini berulang pada esok hari tanpa ada sebuah perubahan terutama yang berkaitan dengan pengembangan diri mereka.
o   Interaksi Sosial Anak Jalanan dengan Lingkungannya
            Anak jalanan banyak berinteraksi dengan orang-orang yang lebih dewasa, seperti sopir, kernet, dan pedagang kaki lima. Kekerasan hidup, kebutuhan akan uang, dan bagaimana memenuhi kebutuhan konsumtif adalah hal-hal yang memenuhi orientasi hidup mereka. Sehingga secara umum perkembangan orientasi pemikiran mereka mengalami akselerasi dibandingkan dengan anak seusianya. Mereka cenderung teraleniasi dari dunia anak-anak. Dalam interaksi sosialnya dengan lingkungan, penulis melihat anak jalanan yang masih mendapat cukup perhatian dari orang tuanya, menampakkan adanya filtrasi dalam menyerap nilai dan norma lingkungan mereka di jalan. Hal ini nampak dalam tingkat ketahanan diri anak terhadap kecenderungan perilaku menyimpang seperti tindakan asusila maupun tindakan kejahatan lainnya. Dari pengakuannya, sebagian dari mereka tetap melaksanakan kewajiban agama dan menghindari ajakan teman dari perbuatan asusila. Penulis melihat kuatnya pertahanan diri ini lebih dikarenakan masih adanya bimbingan orang tua dalam kehidupan mereka. Sedangkan untuk anak jalanan yang kurang atau tanpa perhatian orang tua, mereka rentan terhadap pengaruh lingkungannya. Kurangnya perhatian orang tua terutama dalam bentuk bimbingan untuk bersikap dan berperilaku serta disiplin dan kontrol diri yang baik, membuat pertahanan diri mereka rapuh. Mereka mengadopsi perilaku lingkungan di pasar tanpa filtrasi. Perilaku sekelilingnya seringkali diadopsi sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku, yang seringkali perilaku acuan yang mereka dapati adalah perilaku yang kurang dan bahkan bertentangan dengan norma sosial yang ada. Salah satu kasus kesalahan mengadopsi perilaku lingkungan adalah kebiasaan mengkonsumsi minuman keras dan obat terlarang. Dalam kajian patologi sosial penyimpangan tersebut dinyatakan sebagai produk dari perilaku defektif anggota keluarga, lingkungan tetangga dekat dan ditambah agresivitas yang tak terkendali dalam diri anak itu sendiri.
          3.2 Solusi
Persoalan putus sekolah merupakan tantangan bagi pekerja sosial. Data dari susenas menyebutkan ratusan ribu pelajar terancam putus sekolah, mereka berasal dari keluarga miskin. Anak usia sekolah dari keluarga miskin inilah yang potensial keluar dari bangku sekolah sebelum mengantongi ijazah.
Secara umum cara pelayanan anak-anak yang dikategorikan bermasalah seperti anak putus sekolah, anak terlantar, anak jalanan, dan anak dalam situasi khusus, dapat dilakukan melalui 2 sistem pelayanan sosial, yakni sistem panti dan sistem luar panti.
·         Sistem pelayanan dalam panti
Cara pelayanan sosial dilakukan melalui instutisi pemerintah maupun swasta dengan memberi pelayanan guna memenuhi seluruh kebutuhan dasar baik fisik maupun psikisnya meliputi pelayanan makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, rekreasi, kesehatan dan sebagianya. Pelayanan ini diarahkan pada terjadinya proses pembelajran sebagaimana layaknya pendidikan dalam keluarga yang utuh karena panti merupakan institusi yang berperan sebagai keluarga pengganti.
·         Sistem pelayanan diluar panti
Pelayanan ini menitik beratkan pada cara pelayanan sosial yang berbasiskan masyarakat bagi anak diluar panti yang bersifat mengganti, memperkuat, dan melengkapi pelayanan sistem panti. Khususnya bagi anak-anak jalanan yang bentuk pelayanannya seperti rumah singgah dan mobil sahabat anak.

·         Resosialisasi anak-anak jalanan
Menurut Horton (1984) Resosialisasi berarti proses mempelajari sesuatu yang diperlukan dalam tahap transisi perubahan suatu peran utama. Pendapat yang sama dari Nasution dan Faisal yang melihat resosialisasi sebagi upaya mengembalikan sukap dan perilaku individu kepada dunia sosial bisa secara terpaksa maupun sukarela.
Anak jalanan ini diidentikan dengan anak yang hidup bebas, liar, dan tidak mau diatur.  Dimana  anak jalanan ini sangat rentan dengan pengaruh-pengaruh negatif yang tercipta dari lingkungan jalanan. Sehingga banyak diantara mereka yang berperilaku menyimpang seperti mabuk-mabukan, mencuri, berkelahi, menggunakan obat-obatan terlarang, minuman keras, dan seks bebas. Untuk mengatasinya maka diperlukan resosialisasi kepada mereka.Resosialisasi menekankan pada perubahan sikap dan perilaku anak, melalui ini maka anak akan diberikan pengetahuan, penyadaran, dan kekuatan untuk kemampuan sendiri dalam dalam menghadapi hidup sehari-hari dan mengatasi masalah. Dalam resosialisasi ini anak jalanan diberikan prinsip perkawanan dan kesejajaran. Metode yang digunakan dalam Resosialisasi anak jalanan ini antaralain:
§  Bimbingan sosial perseorangan baik bimbingan kasus maupun  umum.
§  Bimbingan sosial kelompok, yaitu bimbingan dalam pemberianmateri atau informasi pada anak yang memiliki masalah yang sama.
§  Home visit, yaitu mengunjungi dan membimbing anak dalam keluarganya dan melibatkan orang tua atau anggota keluarga lainnnya. Dalam bimbingan ini menggunakan teknik diskusi, pemberian nasehat, sosio drama, permainan peran, kuis, pemberian hadiah dan hukuman, menulis, bercerita, pemberian motivasi, bertukat informasi, dsb.
·         Pendidikan Non Formal
Sistem pendidikan formal  untuk anak jalanan akan sangat sulit diterima karena mereka menjadi anak jalanan salah satu tujuannya adalah harus bekerja guna membantu perekonomian keluarga. Dalam hal ini negara melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa guna memenuhi hak-hak warga negara akan suatu pendidikan khususnya Anak Jalanan, dapat dilaksanakan melalui sistem pendidikan Non-Formal.
Pendidikan Nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.


















BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
            Penyebab timbulnya fenomena anak jalanan di kota-kota jika dilihat dari faktor makro dikarenakan strategi pembangunan yang lebih mengarah pada industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi yang berpusat disekitar kota. Hal ini menimbulkan berbagai ketimpangan ekonomi baik antar daerah maupun antar pelaku ekonomi. (Saripudin:154, 2010). Pertumbuhan ekonomi dikota dan desa sangat mencolok pebedaannnya, dimana pada masyarakat kota terlihat lebih maju, modern  dan terlihat lebih menguntungkan dalam hal ekonomi. Karena hal ini banyak masyarakat dari desa yang berdatangan dalam skala besar ke kota-kota besar, dalam rangka mengadu nasib karena kota dianggap lebih menguntungkan dan menjanjikan bagi masa depan mereka secara individu maupun keluarga.
            Untuk memperoleh pekerjaan yang baik dikota, pendidikan merupakan faktor utama yang diperhitungkan. Akan tetapi orang-orang yang datang dari desa ini kebanyakan merupakan orang yang tidak memiliki pendidikan yang cukup dan memadai, mimpi yang diangankan pun menjadi hal yang sangat sulit untuk tercapai bagi mereka. Akibatnya, mereka tinggal di perkampungan yang kumuh di lingkungan masyarakat miskin. Sebagian dari mereka enggan kembali ke kampung karena rasa malu yang kuat, takut orang di kampungnya mengejeknya. Sehingga mereka tetap tinggal di kota dalam perkampungan kumuh sampai mereka berkeluarga yang kemudian hal ini berperan besar dalam tumbuhnya anak jalanan.



Daftar Pustaka

Anwar & Wongkaren. 1967. Masalah Anak dan Implikasi Ekonomi dalam Prisma No.  2. Jakarta: LP3ES.
Bustam, Ali. 1982. Penelantaran dan Perlakukan Salah Terhadap Anak, Dalam Kumpulan Dalam Kumpulan Makalah Seminar Nasional, Yogyakarta Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan BP3K Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Saripudin Didin. 2005. Mobilitas dan Perubahan Sosial. Bandung : Masagi Foundation.
Saripudin, Didin. 2010. Intrepretasi Sosiologi dalam Pendidikan. Bandung : Karya Putra Darwati.
_________. (2010).  Dinamika Anak Jalanan. [Online]. Tersedia : http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/19/dinamika anak jalanan/. [1 Mei 2012].

_________. (2008). Studi Profil Anak Jalanan Sebagai Upaya Perumusan Model Kebijakan Penanggulangannya [Online]. Tersedia :http://pustaka online skripsi ekonomi terbaru/2008/03/.html. [ 29 April 2012].