1. Bagaimana
sejarah perkembangan sosiologi pendidikan ?
Jawaban
:
Sejak
manusia dilahirkan di dunia ini, manusia sebenarnya sudah belajar mengenal
hubungan-hubungan sosial yaitu hubungan antara manusia dengan masyarakat.
Hubungan sosial out dimulai dengan hubungan dengan anak dengan keluarga hingga
akhirnya meluas ke lingkungan tempat sekitarnya (ketetangga). Dalam hubungan
sosial tersebut adanya terjadi proses pengenalan, proses tersebut mencakup
budaya, nilai, norma dan tanggung jawab manusia sehingga terjadi corak
kehidupan yang berbeda dan mempunyai masalah-masalah yang berbeda pula. Menurut
Auguste Comte meyakini dunia sosial juga dipelajari dengan metode yang sama
sebagaimana digunakan untuk mempelajari dunia fisik maupun kealaman. Dan bidang
kajian sosiologi pendidikan sendiri, berangkat dari keinginan para sosiologi
untuk menyumbangkan pemikirannya bagi pemecahan masalah pendidikan. Dalam
pandangan mereka, pada saat itu sosiologi pendidikan diasosiasikan dengan konsep
“Educational Sociology.” Dalam perkembangannya,
pada tahun 1914 sebanyak 16 lembaga pendidikan menyajikan mata kuliah ”Educational Sociology” pada periode
berikutnya, muncul berbagai buku yang memuat bahasan mengenai ”Educational Sociology”, termasuk juga
berbagai konsep tentang hubungan antara sosiologi dengan pendidikan. Selama
puluhan tahun pertama, perkembangan sosiologi pendidikan berjalan lamban.
Perkembangan signifikan sosiologi pendidikan ditandai dengan diangkatnya Sir
Fred Clarke sebagai Direktur Pendidikan Tinggi, Kependidikan di London pada
tahun 1937. Clarke menganggap sosiologi mampu menyumbangkan pemikiran bagi
bidang pendidikan. Sehubungan dengan penamaan sosiologi pendidikan, terdapat
perdebatan yang cukup tajam tentang penggunaan istilah-istilah yang digunakan
antara lain sociological approach to
education, educational sociology of education, atau the foundation. Pada
akhirnya dipilih istilah sociology of education dengan tekanan dan wilayah
tekanannya pada proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Menurut pendapat Drs. Ary H.
Gunawan, bahwa sejarah sosiologi pendidikan terdiri dari 4 fase, yaitu:
a. Fase pertama, dimana sosiologi
sebagai bagian dari pandangan tentang kehidupan bersama filsafat umum. Pada
fase ini sosiologi merupakan cabang filsafat, maka namanya adalah filsafat
sosial.
b. Dalam fase kedua ini, timbul
keinginan-keinginan untuk membangun susunan ilmu berdasarkan
pengalaman-pengalaman dan peristiwa-peristiwa nyata (empiris). Jadi pada fase
ini mulai adanya keinginan memisahkan diri antara filsafat dengan sosial.
c. Sosiologi pada fase ketiga ini,
merupakan fase awal dari sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri
sendiri. Orang mengatakan bahwa Comte adalah “bapak sosiologi”, karena ialah
yang pertama kali mempergunakan istilah sosiologi dalam pembahasan tentang
masyarakat.
Sedangkan Saint Simon dianggap sebagai “perintis jalan” bagi
sosiologi. Ia bermaksud membentuk ilmu yang disebut “Psycho-Politique”. Dengan
ilmu tersebut Saint Simon dan juga Comte mengambil rumusan dari Turgot
(1726-1781) sebagai orang yang berjasa terhadap sosiologi, sehingga sosiologi
menjadi tumbuh sendiri.
d. Pada fase yang terakhir ini, ciri
utamanya adalah keinginan untuk bersama-sama memberikan batas yang tegas
tentang obyek sosiologi, sekaligus memberikan pengertian-pengertian dan
metode-metode sosiologi yang khusus. Pelopor sosiologi yang otonom dalam metodenya
ini berada pada akhir abad 18 dan awal 19 antara lain adalah Fiche, Novalis,
Adam Muller, Hegel, dan lain-lain.
2. Analisislah
menurut Emile Durkheim tentang pentingnya pendidikan moral ? Serta jelaskan
tujuan dari sosiologi pendidikan ?
Jawaban
:
Sudah jelas pendidikan moral itu sangat penting
karena pendidikan moral juga mendidik kita dalam hal nilai-nilai dan
norma-norma yang kita pelajari, serta berlandaskan dan menerapkan disiplin
disetiap lingkungan pendidikan maupun dikehidupan kegiatan sehari-hari. Pada
dasarnya orang harus tahu hal-hal yang disukai atau dikehendaki oleh masyarakat
dan hal-hal yang harsu dicegah atau dijauhi. Itu semua kita dapatkan disekolah
yang dipelajari oleh guru maupun keluarga. Tanpa adanya disiplin yang baik,
sekolah, masyarakat maupun keluarga hanya akan merupakan tempat berkumpulnya
kaum brandal yang menyebabkan kacau balau tanpa aturan. Oleh karena itu
kedisiplinan itu sangat penting bagi kalangan masyarakat maupun disekolah. Tujuan
sosiologi pendidikan, kalau yang saya kutip dalam bukunya Drs. Ary H.Gunawan
berjudul “ Sosiologi Pendidikan”.
Francis Brown mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan pengaruh
keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu memperoleh dan
mengorganisasi pengalamannya. Sedang S.Nasution mengemukakan bahwa sosiologi
pendidikan merupakan ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara
mengendalikan proses pendidikan untuk memperoleh perkembangan kepribadian yang
lebih baik. Dari kedua pengertian dan beberapa pengertian yang telah
dikemukakan dapat disebutkan beberapa konsep tentang tujuan sosiologi
pendidikan yaitu sebagai berikut :
a) Menganalisis
proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.
b) Menganalisis
perkembangan dan kemajuan sosial.
c) Menganalisis
status pendidikan dalam masyarakat.
d) Menganalisis
partisipasi orang-orang terdidik atau berpendidikan dalam kegiatan sosial.
e) Membantu
menentukan tujuan pendidikan.
f) Menurut
E.G.Payne, sosiologi pendidikan bertujuan utama memberikan kepada guru-guru
(termasuk para peneliti dan siapa pun yang terkait dalam bidang pendidikan)
latihan-latihan yang efektif dalam bidang sosiologi sehingga dapat memberikan
sumbangannya secara cepat dan tepat kepada masalah pendidikan.
Dengan demikian
sosiologi pendidikan bermanfaat besar bagi para pendidik, selain berharga untuk
menganalisis pendidikan, juga bermanfaat untuk memahami hubungan antar manusia
disekolah serta struktur masyarakat.
3. Jelaskan
apa saja pokok-pokok penelitian sosiologi pendidikan ?
Jawaban
:
Menurut
S.Nasution ada beberapa pokok penelitian sosiologi pendidikan yaitu :
a. Hubungan
system pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat, meliputi :
1. Fungsi
pendidikan dalam kebudayaan.
2. Hubungan
antara system pendidikan dengan proses kontrol sosial dan system kekuasaan.
3. Fungsi
system pendidikan dalam proses perubahan sosial dan cultural atau usaha mempertahankan
status quo.
4. Hubungan
pendidikan dengan system tingkat atau status sosial.
5. Fungsi
system pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, cultural, dan
sebagainya.
b. Hubungan
antar manusia dalam sekolah (analisis struktur sosial disekolah) antara lain
yaitu :
1. Hakikat
kebudayaan sekolah, sejauh ada perbedaannya dengan kebudayaan diluar sekolah.
2. Pola
interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah, yang antara lain meliputi berbagai
hubungan antara berbagai unsur disekolah, kepemimpinan dan hubungan kekuasaan,
stratifikasi sosial dan pola interaksi informal, seperti terdapat dalam klik
serta kelompok-kelompok murid lainnya.
c. Pengaruh
sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak disekolah. Selain
perkembangan pribadi anak, juga kepribadian guru merupakan pokok penelitiannya,
seperti :
1. Peranan
sosial guru-guru.
2. Hakikat
kepribadian guru.
3. Pengaruh
kepribadian guru terhadap kelakuan anak.
4. Fungsi
sekolah dalam sosialisasi murid.
d. Sekolah
dalam masyarakat
Menganalisis pola-pola
interaksi antara sekolah dengan kelompok-kelompok sosial lainnya dalam
masyarakat disekitar sekolah, antara lain :
1) Pengaruh masyarakat atas organisasi sekolah.
2) Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam
system sosial dan dalam masyarakat luar sekolah.
3) Hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam
pelaksanaan pendidikan.
4) Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam
masyarakat yang bertalian dengan
organisasi sekolah, yang perlu untuk memahami system pendidikan dalam
masyarakat serta integrasinya didalam keseluruhan kehidupan masyarakat.
4. Mengapa
timbul sosiologi pendidikan ? serta mengapa para guru dan calon guru harus
memahami dan dibekali dengan sosiologi ?
Jawaban
:
Saya
mengutip dalam bukunya “Sosiologi Pendidikan” oleh Drs. Ary H.Gunawan,
mengatakan bahwa masyarakat sudah mengalami perubahan sangat cepat, progresif,
dan kerap kali menunjukkan gejala “desintegrasi”(berkurangnya kesetiaan
terhadap nilai-nilai umum). Perubahan sosial yang sangat cepat menimbulkan
“cultural lag”. Cultural lag ini merupakan sumber masalah-masalah sosial dalam
masyarakat. Masalah-masalah sosial juga dialami dunia pendidikan, sehingga
lembaga-lembaga pendidikan tidak mampu mengatasinya. Maka para ahli sosiologi
diharapkan dapat menyumbangkan pemikirannya untuk ikut memecahkan
masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Guru merupakan seorang
administrator, infomator, konduktor, dan sebagainya dan harus berlakuan menurut
harapan masyarakatnya. Dari guru, sebagai pendidik dan pembangun generasi baru
diharapkan tingkah laku yang bermoral tinggi demi masa depan bangsa dan negara.
Kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana kelas atau sekolah, baik kebebasan
yang dinikmati anak dalam mengeluarkan buah pikiran dan mengembangkan
kreatifitasnya ataupun pengekangan dan keterbatasan yang dialami dalam
pengembangan pribadinya. Kebebasan guru juga terbatas oleh pribadi atasannya
(kepala sekolah, pengawas, kakanwil, sampai menteri Depdikbud), keseluruhannya
dipengaruhi, dibatasi, serta diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan
nasional (TPN) dalam GBHN, undang-undang pendidikan, peraturan dan sebagainya.
Anak dalam perkembangannya dipengaruhi oleh orang tua atau wali (pendidikan
informal), guru-guru (pendidikan formal), dan masyarakat (pendidikan
nonformal). Keberhasilan pendidikan disekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha
murid secara individual atau berkat interaksimurid dan guru dalam proses
belajar mengajar, melainkan juga oleh interaksi anak atau siswa dengan
lingkungan sosialnya (yang berlainan) dalam berbagai situasi yang dihadapi
didalam maupun diluar sekolah. Anak berbeda-beda dalam bakat dan kemampuannya
atau pembawaannya, terutama pengaruh lingkungan sosial yang berlainan. Pendidikan
itu sendiri dapat dipandang sebagai sosialisasi yang terjadi dalam interaksi
sosial. Maka sudah sewajarnya bila seorang guru atau pendidik harus berusaha
menganalisis pendidikan dari segi sosiologi, mengenai hubungan antar manusia
dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat (dengan system sosialnya).
5. Mengapa
terjadi stratifikasi sosial dalam suatu masyarakat?
Jawaban
:
Menurut Soerjono Sokanto ( 1981 :
133) Selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai dan setiap
masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka barang sesuatu itu akan
menjadi bibit yang dapat menimbulkan adanya system berlapis-lapis yang ada
dalam masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu
mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin juga
berupa tanah, kekuasan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama, pendidikan
atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat. Terjadinya
stratifikasi social dalam masyarakat dikarenakan sesuatu yang dihargai dalam
masyarakat jumlahnya terbatas, akibatnya distribusinya di dalam masyarakat
tidaklah merata. Mereka yang memperoleh banyak menduduki kelas atas dan mereka
yang tidak memperoleh menduduki kelas bawah. Barang sesuatu yang dihargai
tersebut menurut Paul B Horton dan Chester L Hunt ( 1989: 7- 12) adalah
kekayaan, dan penghasilan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan, kekuasaan,
kehormatan dan ilmu pengetahuan.
6. Jelaskan
jenis-jenis dari stratifikasi sosial ?
Jawaban
:
1. Stratifikasi Sosial Tertutup.
Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap
anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial
yang lebih tinggi atau lebih rendah. Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu seperti
sistem kasta di India dan Bali serta di Jawa ada golongan darah biru dan
golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani
miskin bisa menjadi keturunan ningrat atau bangsawan darah biru.
2. Stratifikasi Sosial Terbuka
Stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi di
mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata atau
tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain. Misalnya seperti tingkat
pendidikan, kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya
miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi lebih
tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih baik
dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak keterampilan sehingga dia
mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran atau penghasilan yang tinggi.
7. Bagaimana
cara menentukan stratifikasi sosial ?
Jawaban
:
1. METODE OBYEKTIF
Stratifikasi ditentukan berdasar kriteria obyektif. Antara
lain : jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, dan jenis pendidikan.
Biasanya keterangan demikian terkumpul sewaktu diadakan sensus. Menurut
penelitian (1954) di amerika serikat, dokter menempati kedudukan yang sangat
tinggi sama dengan Gubernur dan profesor sama tingginya dengan ilmuwan, anggota
kongres, dan DPR.
2. METODE SUBYEKTIF
Golongan sosial dirumuskan menurut pandangan anggota
masyarakat menilai dirinya dalam hirarki kedudukan dalam masyarakat. Dengan
metode ini bisa diajukan pertanyaan ,menurut pendapat saudara termasuk golongan
manakah saudara dinegeri ini, golongan atas, menengah atau rendah.
3. METODE REPUTASI
Dikembangkan oleh W.L Warner cs. Metode ini memberi
kesempatan pada orang dalam masyarakat itu sendiri untuk menentukan golonan
mana-mana yang terdapat dalam masyarakat itu lalu mengidentifikasi anggota
masyarakat ke golongan tertentu. Bisa dikatakan tidak ada kriteria yang sama
yang berlaku untuk menentukan golongan sosial dalam berbagai masyarakat didunia
ini. Semisal kriteria penggolongan di desa berbeda dengan kriteria penggolongn
di kota. Dalam menganalisa masyarakat Warner menemukan 6 golongan yakni:
Upper-Upper, Lower-Upper, Upper-Middle, Lower-Middle,
Upper-Lower, dan Lower-Lower. Yang diajukan terhadap metode W.L Warner :
a) Metode ini hanya dapat digunakan
bila masyarakat itu kecil sehingga masing-masing saling mengenal.
b) Metode ini tidak menggambarkan
struktur stratifikasi sosial yang sebenarnya dalam masyarakat kecil akan tetapi
menurut pandangan golongan menengah dan golongan atas yang digunakan menjadi
informan utama.
c) Metode ini dinilai tidak cermat dan
tidak akan memberikan hasil yang sama bila diterapkan oleh peneliti lain.
8. Bagaimana
hubungan antara startifikasi sosial dengan pendidikan ?
Jawaban
:
Menurut
Jamyas Suhardi mengatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian
khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu
pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan.
Salah satu dasar utama pendidikan
adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi. Pelapisan sosial atau stratifikasi
sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota
masyarakat secara vertikal (bertingkat). Definisi sistematik antara lain
dikemukakan oleh Pitirim A.Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan
penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan
yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut
disebut strata sosial. P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam
bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu
cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut
gengsi kemasyarakatan. Dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial, Ukuran atau
kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial
adalah sebagai berikut :
1. Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran
penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang
siapa memiliki kekayaan paling banyak maka ia akan termasuk lapisan teratas
dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak
mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan
tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda
tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam
berbelanja.
2. Ukuran kekuasaan dan wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling
besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam
masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran
kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai
orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat
mendatangkan kekayaan.
3. Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan
atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan
atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat
terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati
orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun
orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
4. Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota
masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai
ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial
masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat
dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh
seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar
profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari
kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi
daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan
cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan
membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
9. Apakah pendidikan menunjang suatu mobilitas sosial ?
Jawaban :
Hari-hari
ini banyak sekali pihak sekolah meluluskan para peserta didiknya mulai dari SD,
SMP, SMA dan seterusnya. Saya pernah membaca artikel yang dikarang oleh
Bachtiar Toto (dalam kutipannya) yang mengatakan bahwa namun dalam kelulusan tersebut terdapat kekurangan yaitu
kelulusan saat ini berkurang dibandingkan tahun kemarin. Dengan system standard
kelulusan, saya rasa kurang efektif, dikarenakan setiap siswa dan guru hanya
memikirkan bagaimana siswa dapat lulus dengan nilai yang baik, dengan
mengabaikan kualitas siswa tersebut. Dengan begitu secara tidak langsung
kualitas siswa sekarang cenderung nilainya bagus, tapi sebenarnya kualitas
mereka jauh dari harapan, memang tidak semua siswa mengalami hal itu. Pada
kenyataannya banyak kualitas siswa saat ini sangat kurang sekali dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya. Walaupun seperti itu secara tidak langsung siswa
yang duduk di SD pasti akan pindah ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SMP, dan
seterusnya. Dengan perpindahan tersebut dapat dikatakan baik siswa SD, SMP, SMA
melakukan mobilitas sosial. Sebelum mengetahui apa itu mobilitas sosial,
sebaiknya kita mengetahui tentang fungsi sekolah. Ada beberapa fungsi sekolah
yaitu sekolah sebagai pusat pewaris kebudayaan, sebagai penghasil tenaga kerja,
penemuan pengetahuan baru, sebagai sarana mobilitas sosial, sebagai pusat
pemelihara tradisi kelompok, sebagai tempat penitipan anak, dan sebagai tempat
pertemuan jodoh menurut goslin (dalam Ardhana,1990).
Tidak lepas dari itu,
manusia juga sering disebut manusia dinamis yaitu manusia yang selalu melakukan
gerak pindah dari suatu tempat, teknologi, gerak pindah social atau mobilitas
social, dll. Mobilitas sosial merupakan gerak pindah dari kelas sosial ke
lainnya. Didalam mobilitas sosial membutuhkan sarana untuk berpindah, yaitu
sekolah. Hal ini jelas terlihat bahwa sekolah merupakan sarana terbesar untuk
melakukan gerak pindah sosial atau mobilitas sosial. Dalam mobilitas sosial terdapat
empat jenis mobilitas sosial. Pertama, mobilitas social horisontal dalam
generasi, kedua mobilitas sosial horisontal antar generasi, ketiga mobilitas
sosial vertikal turun dalam generasi atau antar generasi, keempat mobilitas
vertikal naik dalam generasi atau antar generasi. Setiap manusia pasti
menginginkan mobilitas sosial naik baik dalam generasi, maupun antar generasi.
Dalam melakukan mobilitas sosial ada beberapa faktor yang menjadi penghambat
diantaranya: kesenjangan ekonomi, kebodohan, perbedaan kasta, kemalasan. Faktor
yang paling menghambat dalam mobilitas sosial adalah kebodohan atau kurangnya
pendidikan. Seperti faktor penghambat, faktor yang mempengaruhi mobilitas
sosial pun cukup banyak. Diantaranya: keinginan untuk berubah, bosan dengan keadaan
yang sudah ada, dan pendidikan. Disinilah
pendidikan memainkan peranannya untuk membentuk intelektual manusia, sehingga
kemampuan intelektual ini menjadi penggerak mobilitas sosial, ekonomis. Sebab,
dalam kehidupan nyata, kekuatan intelektual ini tentu saja tidak dapat
dipisahkan dari kekuatan sosial. Ternyata ini tidak selalu benar bila
pendidikan itu terbatas pada pendidikan tingkat menengah. Jadi walaupun
kewajiban belajar ditingkatkan sampai SMU masih menjadi pertanyaan apakah
mobilitas sosial dengan sendirinya akan meningkat. Mungkin sekali tidak akan
terjadi perluasan mobilitas sosial, seperti dikemukakan di atas ijasah SMU
tidak lagi memberikan mobilitas yang lebih besar kepada seseorang. Akan tetapi
pendidikan tinggi masih dapat memberikan mobilitas itu walaupun dengan
bertambahnya lulusan perguruan tinggi makin berkurang jaminan ijasah untuk
meningkat dalam status sosial. Pada dasarnya, pendidikan itu hanya salah satu
standar saja. Dari tiga “jenis pendidikan” yang tersedia yakni pendidikan informal,
pendidikan formal dan pendidikan nonformal, tampaknya dua dari jenis yang
terakhir lebih bisa diandalkan. Pada pendidikan formal dunia pekerjaan dan
dunia status lebih kepemilikan ijasah tanda lulus seseorang untuk naik jabatan
dan naik status. Akan tetapi seiring dengan perkembangan kemudian mereka lebih
mempercayai kemampuan atau skill individu yang bersifat praktis daripada harus
menghormati kepemilikan ijasah yang kadang tidak sesuai dengan kompetensi sang
pemegang syarat tanda lulus itu. Inilah yang akhirnya memberikan peluang bagi
tumbuhnya pendidikan-pendidikan nonformal, yang lebih bisa memberikan
keterampilan praktispragramatis bagi kebutuhan dunia kerja yang tentunya
berpengaruh pada pencapaian status seseroang.
Di negara indonesia
saat ini sebagian besar menggunakan sistem stratifikasi sosial terbuka,
sehingga gerak pindah sosial/mobilitas sosial sangat mudah terjadi. Namun dalam
pencapaiannya tidak mudah. Untuk melakukan mobilitas sosial memerlukan waktu,
dan juga pengorbanan yang cukup besar. Salah satu wujud agar dapat melakukan
mobilitas sosial yaitu dengan bersekolah, kursus ketrampilan,dll. Namun ada
juga yang tanpa melakukan pengorbanan dia dapat melakukan mobilitas social,
misalnya anak seorang raja, bangsawan, orang kaya,dll. Mereka secara otomatis
akan mendapatkan tahta, atau derajat yang tinggi tanpa melakukan suatu usaha
atau pengorbanan. Namun hal itu sangat kecil kemungkinannya ada di Indonesia.
Melihat hal tersebut diatas sekolah sangatlah penting
untuk mobilitas social di Indonesia, namun yang menjadi pertanyaan saya apakah
sekolah mampu melakukan hal itu. Melihat kenyataan yang terjadi di Negara
Indonesia ini, sering terdapat kecurangan dalam melakukan mobilitas social
misal KKN. Tidak jarang kita jumpai KKN dalam pendidikan, terutama di
sekolah-sekolah swasta yang melakukan KKN, mereka menyuap para guru atau
petugas yang berwenang untuk kepentingannya sendiri. Dengan demikian dapat
dikatakan proses pencapaian mobilitas sosial dalam pendidikan di Indonesia ini
sangat tidak sehat. Bukan hanya hal itu banyak anak-anak indonesia yang
memiliki masa depan yang cerah, namun mereka di tuntut untuk bekerja, demi
membantu orang tuanya, sehingga mereka tidak dapat melakukan mobilitas sosial.
Namun tidak jarang juga anak-anak yang sudah dapat mengenyam kehidupan sekolah,
tetapi mereka malah menyalahgunakan kesempatan itu. Untuk hal-hal yang kurang
patut.
Sekolah, secara tidak
langsung akan membuat mobilitas sosial baik secara vertikal naik maupun turun
dalam generasi atau antar generasi. Namun tidak mungkin kita mengharap
mobilitas sosial turun baik dalam generasi atau antar generasi. Namun jika kita
melihat dalam proses mobilitas sosial terdapat kecurangan. Dengan begitu
bagaimana keadilan dapat ditegakkan. Ini menjadi momok dalam kelangsungan
kehidupan bangsa Indonesia ini ke depannya. Maka untuk mencegah agar proses
pencapaian mobilitas sosial dapat terlaksana dengan baik atau sehat, hendaknya
kita secara bersama-sama mencegah hal-hal yang kurang baik misalnya tidak
melakukan KKN dalam pendidikan. Dan anak-anak yang kurang mampu untuk sekolah
atau melanjutkan sekolah, kita sebagai warga Negara yang baik hendaknya
janganlah mengandalkan bantuan dari pemerintah, tetapi bantu mereka semampunya.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pendidikan menunjang mobilitas social. Sebab pendidikan
merupakan sarana untuk melakukan mobilitas sosial. Sebagai contoh anak seorang
pelayan restoran, dia di sekolahkan oleh orang tuanya sampai dia lulus kuliah
di jurusan TEP dan akhirnya dia dapat menjadi seorang pengembang kurikulum di
Indonesia. Contoh lain anak seorang guru, karena dia pintar maka pemerintah mau
membiayai sekolahnya hingga dia lulus dengan gelar dokter. Hal ini sangat
membuktikan bahwa sekolah memang benar-benar dapat menunjang mobilitas sosial.
10. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi mobilitas sosial ?
Jawaban :
Dalam buku yang berjudul “Masyarakat
dan Pendidikan: Perspektif Sosiologi” dikarang oleh Didin Saripudin, dkk.
Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas sosial yaitu :
System
Kasta : menurut
Paul B.Horton dan Chester L.Hunt (1984:36), status dan kedudukan orang
ditentukan oleh warisan nenek moyangnya, melalui system kasta. Contoh dinegara
India merupakan negara yang mengamalkan system kasta. Pemerintahannya kini
mulai member ruang kepada mereka berkasta untuk memperoleh jenis pekerjaan yang
berstatus tinggi. Pemerintah berusaha untuk mengubah masyarakat negara India
menjadi suatu masyarakat yang bersistem sosial terbuka.
Kemampuan
Individu : menurut
Paul B.Horton dan Chester L.Hunt (1984:43-44), meskipun factor struktur
menentukan kedudukan tinggi dalam masyarakat, namun factor individual yang
banyak mempengaruhi dalam menentukan siapa yang akan mencapai kedudukan yang
tinggi. Meskipun tidak mungkin untuk dapat mengukur kemampuan secara tepat,
namun kita juga berpendapat bahwa perbedaan kemampuan merupakan factor penyebab
penting yang menentukan keberhasilan hidup dan mobilitas sosial.
Kemiskinan
Merupakan suatu gejala yang sering
ditemui pada suatu masyarakat. Menurut Oscar Lewis menafsirkan bahwa kemiskinan
sebagai ketidaksanggupan individu atau sekelompok orang untuk dapat memenuhi
dan memuaskan keperluan asas materialnya. Dalam konteks pengertian Lewis,
kemiskinan adalah ketidakcukupan seseorang untuk memenuhi keperluan primernya
untuk meneruskan hidupnya serta meningkatkan hidup dan meningkatkan kedudukan
sosial ekonominya. Sumber-sumber daya material yang dimiliki atau dikuasainya
adalah sangat terbatas, karena ia sekedar mampu digunakan untuk mempertahankan
kehidupan fisiknya dan tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan demi meningkatkan
kesejahteraan. Dengan demikian, sumber daya material yang ada pada dirinya
hanya dapat digunakan untuk keperluan langsung konsumsi sehari-hari. Menurut
Tinberg menitikberatkan keberhasilan penanggulangan masalah kemiskinan dilihat
berdasarkan tiga aspek jaminan yaitu jaminan akan masa depan yang baik (life
sustancance), jaminan akan kebebasan dan peningkatan harga diri (self esteem).
Dari data BPS, menunjukkan bahwa dalam usaha menanggulangi kemiskinan yaitu
terdapat suatu ironi bahwa desa sebagai sumber pangan menunjukkan pengeluaran
nisbi yang lebih tinggi untuk pangan, disbanding dengan kota khusunya. Serta
perlu diusahakan agar daya beli atau pengeluaran desa dan kota khususnya untuk
pangan pedesaan lebih kecil untuk pangan daripada untuk non pangan.
11. Sebuah isu yang sangat heboh tentang
mobilitas sosial dalam suatu masyarakat yang terjadi, nah pertanyaan saya
kenapa mobilitas sosial menjadi sebuah isu yang menggencarkan tersebut menjadi
sangat penting ?
Jawaban :
Karena Mobilitas sosial memungkinkan
terjadinya kesempatan yang sama bagi setiap orang dalam bidang politik. Tidak
terjadinya mobilitas sosial dapat memacu ketidakadilan dalam bidang politik.
Dalam bidang ekonomi, mobilitas sosial menjadi penting karena mobilitas sosial
membuka pintu yang sama bagi semua orang untuk mengembangkan potensi dan
kemampuan dirinya secara sama sehingga setiap orang siap memasuki dunia bisnis
yang penuh dengan kompetisi. Secara sosial, mobilitas sosial pun penting karena
masyarakat yang kohesif inklusif akan lebih mudah diwujudkan ketika setiap
orang percaya mereka memiliki yang sama untuk mengembangkan potensi dan
kemampuan dirinya.
12. Apakah mobilitas sosial kelas atas
dan kelas bawah sama dalam suatu lembaga pendidikan ?
Jawaban :
Pendidikan
hanya akan menempatkan seseorang sesuai dengan potensi dan keahlian yang ia
miliki dan karenanya seorang anak buruh misalnya mungkin saja memegang jabatan
penting di sebuah perusahaan sekiranya ia memiliki latar belakang pendidikan
yang memang sesuai. Akan tetapi, pendidikan dapat mempercepat proses mobilitas
sosial dalam sebuah masyarakat, tentulah harus ada beberapa prasyarat yang
memadai. Prasyarat yang pertama adalah adanya kesempatan yang sama bagi setiap
orang untuk memperoleh pendidikan itu sendiri. Kesempatan yang sama itu
tidaklah semata tercantum dalam aspek legal atau hukum belaka, melainkan
diwujudkan menjadi sebuah tindakan afirmatif (affirmative action). Prasyarat
kedua agar pendidikan dapat mempercepat mobilitas sosial adalah meratanya mutu
pendidikan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan, antara sekolah swasta
dan sekolah negeri. Menjamurnya sekolah-sekolah swasta plus barangkali
merupakan sebuah fenomena yang cukup menarik. Ibarat pisau bermata dua, di satu
sisi hadirnya sekolah swasta tersebut menawarkan pendidikan alternatif bagi
sebagian masyarakat kita. Di sisi lain, biaya pendidikan yang harus dibayar
masyarakat untuk menikmati pendidikan di sekolah swasta tersebut tidaklah
sedikit, jika tidak dikatakan sangat tinggi. Akibatnya, hanya masyarakat dari
kelompok menengah ke atas yang dapat menikmati pendidikan alternatif tersebut
sehingga alih-alih mempercepat mobilitas sosial, dengan situasi seperti ini
pendidikan justru berpeluang untuk memperlebar jurang perbedaan antara kelompok-kelompok
masyarakat. Ketika kedua prasyarat di atas tersebut dipenuhi, barulah
pendidikan memiliki peluang untuk mempercepat proses mobilitas sosial di sebuah
negara. Meskipun demikian, beberapa penelitian di bidang sosiologi pendidikan
menunjukkan bahwa hubungan antara pendidikan dan mobilitas sosial tidaklah
terlalu signifikan.
Dalam
perkuliahan dikatakan bahwa untuk kelas bawah sebagai jalan setapak untuk
menempuh suatu pendidikan yang lebih tinggi lagi (mengubah status) sedangkan
untuk kelas atas sebagai jalan raya yang menempuh pendidikan atau
mempertahankan status mereka. Ada dua konsep pendidikan Agent of change
(mengalami perubahan) dan Agen of conservation (memelihara kebudayaan yang
secara turun temurun). Contoh pendidikan yang berada diIndonesia dalam
masyarakat yang masih sangat tradisional (Baduy Dalam) untuk menarik daya
masyarakat yang lainnya, untuk menempuh suatu pendidikan yang informal tapi
tidak menempuh pendidikan yang formal karena masyrakatnya tidak secara terbuka
dan tidak mau suatu kebudayaan asing masuk didalam masyarakat tersebut.
Neomarxisme mengatakan bahwa dalam pendidikan sebagai salah satu ikatan
keterhubungan yang sudah mempunyai modal beda dengan kelas bawah dalam suatu
pendidikan. Meningkatnya factor penekanan pada sumber daya manusia sebagai
kunci pertumbuhan ekonomi, juga ikut memberikan pengabsyahan terhadap ekspansi
pendidikan, artinya dengan kuatnya kekuatan pendorong terhadap lajunya
perkembangan pendidikan beserta upaya pemerataannya, sedikit banyak ikut
menopang bertumbuhnya sosok atau corak pendidikan yang berlangsung.
13. Dalam pendidikan yang sudah maju
sekarang ini dengan adanya perubahan sosial yang terjadi di masyarakat misalnya
dengan adanya teknologi, jelaskan menurut anda karakteristik kepribadian
manusia modern dengan adanya perubahan sosial dan bandingkan dengan pribadi
manusia yang masih tradisional?
Jawaban :
Karakteristik manusia modern menurut
saya yang mengutip pendapat Alex Inkeles
·
Menerima
ide-ide atau gagasan dan pengalaman baru dan terbuka untuk perubahan dan
pembaharuan.
·
Mempunyai
kemampuan untuk membentuk pendapat mengenai persoalan yang dihadapinya atau
dihadapi orang lain. Ia tidak tunduk saja kepada pendapat orang lain termasuk
tokoh-tokoh tradisional.
·
Percaya
kepada keampuhan ilmu pengetahuan dan ilmu pengobatan modern, tidak tinggal
pasif dan menyerah kepada nasib (fatalistis) dalam menghadapi persoalan hidup.
·
Mempunyai
ambisi bagi dirinya dan bagi anak-anaknya untuk memiliki lapangan kerja dan
pendidikan yang lebih baik.
·
Memiliki
ketepatan waktu dan menyusun rencana kerja untuk waktu-waktu yang akan datang.
·
Memperlihatkan
perhatian yang kuat akan dan ambil bagian dalam urusan-urusan sosial.
·
Berusaha
untuk selalu dapat mengikuti berita-berita teruatama terutama berita
internasional dan nasional.
Sedangkan karakteristik masyarakat
tradisional tidak memiliki ciri-ciri kepribadian yang sudah disebutkan diatas
tersebut tapi bukannya tidak memiliki kepribadian dalam masyarakat tradisional,
mereka punya pribadi tersendiri, hanya saja pribadi yang masih tradisional
belum terbuka seperti pribadi manusia modern sekarang ini, mereka bersifat
tertutup terhadap perubahan dan tidak ingin mengalami perubahan dan
pembaharuan.
Menurut Davic C.Mc Clelland yang
menekankan pentingnya dorongan untuk berprestasi, berpendapat bahwa ciri-ciri
pribadi modern tersebut dapat dibangkitkan dan ditularkan melalui pendidikan,
baik pendidikan didalam keluarga, disekolah, maupun didalam masyarakat. Akan
tetapi seperti yang dijelaskan, pendidikan juga mampu membentuk pribadi-pribadi
yang mempertahankan status quo ataupun menentang perubahan.
14. Menurut anda apakah pendidikan di
Indonesia akan maju dan berkembang dan apakah pendidikan akan mahal seperti
kenaikan BBM dengan adanya perubahan sosial yang sekarang ini yang sangat
canggih seperti adanya teknologi ?
Jawaban :
Kebanyakan upaya untuk merencakan
suatu perubahan dimasa depan tidak lebih sekedar proyeksi masa depan yang
didasarkan pada kecenderungan terakhir. Suatu perencanaan untuk meramalkan atau
memproyeksikan kecenderungan terakhir kita tidak akan pernah mampu memprediksi
masa depan secara tepat. Mungkin saja pendidikan di Indonesia akan maju dan
berkembang, mungkin saja akan melengser tapi menurut saya kalau pendidikan di
indonesia pasti akan maju lebih baik dengan adanya perubahan yang kita alami
seperti adanya alat-alat teknologi yang sangat canggih. Maka dengan adanya
perubahan yang sangat drastis tersebut kemungkinan pendidikan akan mahal.
Kecuali sekarang ini pendidikan di negeri murah dan adanya bantuan dana
pemerintah yang diselenggarakan oleh BOS. Perubahan sosial terjadi karena
adanya kekuatan sosial diluar kemampuan pengendali efektif kita. Menurut
ilmuwan sosial mengatakan bahwa kita dapat memberikan pengaruh terhadap arah
perubahan sosial.
15. Jelaskan salah satu contoh beserta
tokoh penemuan-penemuan baru dinegara mana saja yang terjadi perubahan sosial
pada masa sejarah revolusi industry ?
Jawaban :
Revolusi di Inggris disebabkan
Inggris memiliki modal yang cukup untuk mengembangkan industrinya. Modal itu
digunakan selain untuk biaya produksi dan penggajian pegawai, juga setiap
industry di Inggris menyisakan sebagian dananya untuk riset. Dengan demikian,
perkembangan iptek menjadi sejalan dengan perkembangan industry. Apalagi para
bangsawan Inggris pun mendukung usaha pengembangan ilmu pengetahuan.
Pengembangan iptek tersebut mendorong pemerintah untuk mengembangkan dunia
pendidikan, sehingga Inggris memiliki cukup tenaga ahli yang diperlukan bagi
industry-industrinya. Penemuan besar awal revolusi industry adalah mesin uap
oleh James Watt (1796) yang dapat menentukan perkembangan industry modern.
Mula-mula mesin uap digunakan untuk pabrik-pabrik tekstil kemudian berkembang
sebagai alat angkutan. Seperti yang dikembangkan oleh Richard Trevithick (1804)
yang menemukan mesin lokomotif yang digerakkan dengan mesin uap. Selanjutnya
mesin ini dilanjutkan atau disempurnakan oleh George Stephenson (1819).
Sebenarnya sebelum mesin uap ditemukan, pada tahun 1762, James Hargreaves
menemukan sebuah mesin tenun yang disebut spinning jenny selanjutnya
disempurnakan lagi oleh John Kay dan Richard Arkwright (1768) menjadi mesin
tenun yang bekerja sendiri.
16. Menurut Emitual Etzioni berpendapat
bahwa mewujudkan perubahan sosial, maka diperlukan masa yakni masa moral, masa
kalkulatif, masa alianatif. Menurut anda dari ketiga masa tersebut mana yang
lebih paling berpotensi untuk melakukan suatu perubahan sosial ?
Jawaban :
Menurut saya dari ketiga masa
tersebut yang paling berpotensi ialah masa kalkulatif, karena hal ini mengingat
bahwa dimanapun perubahan sosial terjadi, biasanya memang terjadi dikota ataupun
ibu kota. Dan masa ini diperebutkan oleh berbagai macam ideology. Perubahan
sosial dalam hal ini merupakan merubah massa moral dan alienatif menjadi masa
kalkulatif dan mengalahkannya pada perubahan masyarakat yang bersikap kritis
terhadap kondisi empirik yang dihadapinya.
17. Bagaimana hubungan sekolah dengan
komunitas, apakah sangat penting bagi lingkungan sekolah sendiri ?
Jawaban :
Sebetulnya hubungan sekolah dengan
komunitas memiliki berbagai corak. Sekolah luar kota, biasanya hubungan
komunitas didesa dengan sekolah secara tradisi adalah akrab. Penduduk desa
biasanya bersedia untuk bekerjasama dengan pihak sekolah dalam menjalankan
berbagai kegiatan seperti gotong royong, dan seterusnya. Penduduk desa misalnya
akan beramai-ramai datang ke sekolah untuk menyambut pejabat yang datang
kesekolahnya. Namun mulai dengan adanya perubahan zaman seperti ini sudah mulai
terlihat kerengganggan hubungan antara komunitas dengan sekolah. Tidak semuanya
mengalami seperti itu, hanya dibeberapa daerah maupun dikota-kota, komunitas
setempat tidak lagi mempunyai hubungan yang dekat dengan pihak sekolah. Fenomena
ini memang sudah tidak asing lagi pada zaman sekarang, karena dikota mempunyai
komunitas yang heterogen dan mengalami perubahan yang sangat cepat. Dan
hubungan ini pun harus dibina, pembinaan hubungan dengan komunitas dapat
behasil oleh kepemimpinan sekolah. Pimpinan sekolah sepatutnya tidak
mengasingkan sekolah dari lingkungannya.
18. Mengapa peran dan fungsi dewan
pendidikan dan komite sekolah tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan manajemen
pendidikan ditingkat sekolah ?
Jawaban :
Alasannya mungkin ada beberapa aspek
manajemen yang secara langsung dapat diserahkan sebagai urusan yang menjadi
kewenangan tingkat sekolah sebagai berikut :
1. Menetapkan visi, misi, strategi,
tujuan, logo, lagu, dan tata tertib sekolah. Urusan ini amat penting sebagai
modal dasar yang harus dimiliki sekolah. Setiap sekolah seyogyanya telah dapat
menyusun dan menetapkan sendiri visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan
tata tertib sekolah. Ini merupakan bukti kemandirian awal yang harus
ditunjukkan oleh sekolah. Jika masa lalu sekolah lebih dipandang sebagai
lembaga birokrasi yang selalu menunggu perintah dan petunjuk dari atas, dalam
era otonomi daerah ini sekolah harus telah memiliki kesadaran untuk menentukan
jalan hidupnya sendiri. Sudah barang tentu, sekolah harus menjalin kerjasama
sebaik mungkin dengan orangtua dan masyarakat sebagai mitra kerjanya. Bahkan
dalam menyusun program kerjanya, sebagai penjabaran lebih lanjut dari visi,
misi, strategi, dan tujuan sekolah tersebut, orangtua dan masyarakat yang
tergabung dalam Komite Sekolah, serta seluruh warga sekolah harus dilibatkan
secara aktif dalam menyusun program kerja sekolah, dan sekaligus lengkap dengan
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
2. Memiliki kewenangan dalam penerimaan
siswa baru sesuai dengan ruang kelas yang tesedia, fasilitas yang ada, jumlah
guru, dan tenaga administratif yang dimiliki. Berdasarkan sumber daya pendukung
yang dimilikinya, sekolah secara bertanggung jawab harus dapat menentukan
sendiri jumlah siswa yang akan diterima, syarat siswa yang akan diterima, dan
persyaratan lain yang terkait. Sudah barang tentu, beberapa ketentuan yang
ditetapkan oleh dinas pendidikan kabupaten atau kota perlu mendapatkan
pertimbangan secara bijak.
3. Menetapkan kegiatan intrakurikuler
dan ekstrakurikuler yang akan diadakan dan dilaksanakan oleh sekolah. Dalam hal
ini, dengan mempertimbangkan kepentingan daerah dan masa depan lulusannya,
sekolah perlu diberikan kewenangan untuk melaksanakan kurikulum nasional dengan
kemungkinan menambah atau mengurangi muatan kurikulum dengan meminta
pertimbangan kepada Komite Sekolah. Kurikulum muatan lokal, misalnya dalam
mengambil kebijakan untuk menambah mata pelajaran seperti Bahasa Inggris dan
bahasa asing lainnya, komputer, dsb. Sudah barang tentu, kebijakan itu diambil
setelah meminta pertimbangan dari Komite Sekolah, termasuk resiko anggaran yang
diperlukkan untuk itu. Dalam kaitannya dengan penetapan kegiatan
ekstrakurikuler, sekolah juga harus meminta pendapat siswa dalam menentukan
kegiatan ekstrakurikuler yang akan diadakan oleh sekolah. Oleh karena itu
sekolah dapat melakukan pengelolaan biaya operasio-nal sekolah, baik yang bersumber
dari pemerintah Kabupaten atau Kota maupun dari masyarakat secara mandiri.
Untuk mendukung program sekolah yang telah disepakati oleh Komite Sekolah
diperlukan ketepatan waktu dalam pencairan dana dari pemerintah kabupaten atau kota.
Oleh kaarena itu praktik birokrasi yang menghambat kegiatan sekolah harus
dikurangi.
4. Pengadaan sarana dan prasana
pendidikan, termasuk buku pelajaran dapat diberikan kepada sekolah, dengan
memperhatikan standar dan ketentuan yang ada. Misalnya, buku murid tidak
seenaknya diganti setiap tahun oleh sekolah, atau buku murid yang akan dibeli
oleh sekolah adalah yang telah lulus penilaian, dsb. Pemilihan dan pengadaan
sarana dan prasarana pendidikan di sekolah dapat dilaksanakan oleh sekolah,
dengan tetap mengacu kepada standar dan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat atau provinsi dan kabupaten/kota.
5. Penghapusan barang dan jasa dapat
dilaksanakan sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan
oleh Pemerintah, provinsi, dan kabupaten. Yang biasa terjadi justru, karena
kewenangan penghapusan itu tidak jelas, barang dan jasa yang ada di sekolah
justru tidak pernah dihapuskan, meskipun ternyata barang dan jasa itu sama
sekali telah tidak berfungsi atau malah telah tidak ada barangnya.
6. Proses pengajaran dan pembelajaran.
Ini merupakan kewenangan profesional sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan
sekolah. Kepala sekolah dan guru secara bersama-sama merancang proses
pengajaran dan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat belajar
dengan lancar dan berhasil. Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif
dan menyenangkan direkomendasikan sebagai model pembelajaran yang akan
dilaksanakan oleh sekolah. Pada masa sentralisasi pendidikan, proses
pembelajaran pun diatur secara rinci dalam kurikulum nasional. Dalam era
otonomi daerah, kurikulum nasional sedang dalam proses penyempurnaan menjadi
kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Dengan KBK ini, diharapkan para guru
tidak akan terpasung lagi kreativitasnya dalam melaksanakan dan mengembangkan
kurikulum.
7. urusan teknis edukatif yang lain
sejalan dengan konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS)
merupakan urusan yang sejak awal harus menjadi tanggung jawab dan kewenagan
setiap satuan pendidikan.
19. Bagaimana peranan sekolah serta
masyarakat dalam pendidikan ?
Jawaban :
Sebetulnya banyak sekali jenis-jenis
dukungan masyarakat pada sekolah. Namun sampai sekarang dukungan tersebut lebih
banyak pada bidang fisik dan materi, seperti membantu pembangunan gedung,
merehab sekolah, memperbaiki genting, dan lain sebagainya. Masyarakat juga
dapat membantu dalam bidang teknis edukatif antara lain menjadi guru bantu,
sumber informasi lain, guru pengganti, mengajar kebudayaan setempat, keterampilan
tertentu, atau sebagai pengajar tradisi tertentu. Namun demikian, hal tersebut
belumlah terwujud karena berbagai alasan. Pada dasarnya masyarakat baik yang
mampu maupun yang tidak mampu, golongan atas, menengah maupun yang bawah,
memiliki potensi yang sama dalam membantu sekolah yang memberikan pembelajaran
bagi anak-anak mereka. Akan tetapi hal ini bergantung pada bagaimana cara
sekolah mendekati masyarakat tersebut. Oleh karena itu, sekolah harus memahami
cara mendorong peran serta masyarakat agar mereka mau membantu sekolah. Berlangsungnya
proses pendidikan disekolah tidak lepas dari pengaruh masyarakat, pengaruh
masyarakat yang dimaksud adalah pengaruh sosial budaya dan partisipasinya.
Pengaruh sosial budaya biasanya tercermin dalam proses belajar baik yang
berkaitan dengan pola aktifitas pendidikan maupun anak didik di dalam proses
pendidikan. Nilai sosial budaya masyarakat bisa menjadi penghambat dan
pendukung terhadap proses pendidikan. Oleh karena itu usaha pembaharuan
terhapat proses pendidikan disekolah, merti memperhitungkan pengaruh sosial
budaya dari masyarakat lingkungannya. Pengaruh dan peranan masyarakat terhadap
sekolah dapat kita simpulkan sebagai berikut:
·
Sebagai
arah dalam menentukan tujuan.
·
Sebagai
masukan dalam menentukan proses belajar mengajar.
·
Sebagai
sumber belajar.
·
Sebagai
pemberi dana dan fasilitas lainnya.
·
Sebagai
laboratorium guna pengembangan dan penelitian sekolah.
20.
kontak atau tindakan
Morfogenis
Atau
morfostatis Umpan Balik
Jelaskan
gambar yang ada diatas mengenai pola hubungan sekolah sebagai system sosial ?
Jawaban :
Gambar
diatas menjelaskan bahwa pola hubungan antara sekolah dengan system lain
diwarnai dan diisi dengan informasi-informasi yang berarah timbale balik.
Mekanisme umpan balik berpengaruh pada kehidupan sekolah, baik berupa perubahan
maupun justru pemantapan struktur dan interaksi yang telah ada. Menurut istilah
Buckley (1967), mekanisme umpan balik itu bersifat morfogenis (menimbulkan
perubahan) atau memperkuat struktur dan interaksi yang telah ada. Sebagaimana
yang kita ketahui dalam penjelasan di buku “Interpretasi Sosiologi dalam
Pendidikan”, kegiatan pendidikan disekolah, cepat atau lambat akan mempunyai
dampak terhadap masyarakat. Input atau umpan balik itu dapat berupa dorongan
bagi sekolah untuk mengadakan perubahan pada struktur atau interaksi edukatif
didalamnya atau mempertahankan yang telah ada. Umpan balik yang menimbulkan
perubahan disebut morfogenis, sedang yang mendorong untuk mempertahankan corak
struktur dan interaksi yang telah ada disebut morfostatis.