Kamis, 29 Maret 2012

peristiwa


Nama               : Nuraeni
Nim                 : 0906095
Mata Kuliah    : Sejarah Indonesia Pada Masa Liberal dan Terpimpin
PETA KONSEP


PERISTIWA TANJUNG MORAWA
Terjadinya peristiwa Tanjung Morawa pada tanggal 16 Maret 1953 merupakan salah satu akibat dari konflik antara petani (khususnya petani Sumatera Timur) dengan DPV (Deli Planters Vereniging) dan pemerintah di pihak lain, terkait masalah pembagan dan penggantian tanah di Sumatera Timur. Pada masa kabinet Sukiman, persetujuan pengembalian tanah perkebunan kepada pihak DPV itu sudah dicapai. Petani penggarap harus melepaskan tanahnya untuk dikembalikan kepada DPV, dan pemerintah menyediakan tanah lain bagi mereka. Luas tanah DPV yang dimiliki sebelum perang dunia II yakni seluas 255.000 ha. Dari tanah seluas itu pihak DPV meminta 125.000 ha tanah, sedangkan 130.000 ha dikembalikan kepada pemerintah. Kabinet Wilopo berusaha melaksanakan lebih lanjut ketentuan persetujuan itu, karena sebelum persetujuan itu dilaksanakan kabinet Sukiman telah jatuh. Dalam rangka pengembalian tanah ke pihak DPV itu, timbul suatu persoalan yakni mengenai pemindahan penduduk yang dulunya menempati tanah-tanah perkebunan ke tempat-tempat yang lain. Pemerintah memindahkan penduduk itu sesuai dengan yang tertera pada hasil undian yang telah diperoleh sebelumnya. Penelitian ini akan membahas tentang terjadinya peristiwa Tanjung Morawa, yakni terjadinya insiden terkait masalah rencana Jawatan Pertanian Kabupaten Deli Serdang yang mengajukan areal tanah seluas 5 ha untuk kebun percobaan pertanian dan Jawatan Perikanan Darat seluas 1 ha untuk kolam pembibitan ikan dengan recotnendatie terletak di Kecamatan Tanjung Morawa. Dari hasil penyelidikan instalasi terkait tanah itu sangat cocok bagi kedua jawatan tersebut. Tanah yang diminta itu ditempati oleh 10 kepala keluarga petani Tionghoa, yang tidak memiliki surat-surat ijin yang sah dalam memiliki dan mengusahakan tanah itu. Beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah latar belakang terjadinya peristiwa Tanjung Morawa, kronologi terjadinya peristiwa Tanjung Morawa, reaksi pemerintah pusat, pihak oposisi maupun masyarakat atas peristiwa Tanjung Morawa, serta dampak politik, dan sosial- ekonomi atas peristiwa Tanjung Morawa terhadap masyarakat setempat. Untuk membantu penelitian ini digunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahap. Melalui tahap-tahap ini, akhirnya akan dapat ditemukan beberapa fakta yang dapat digunakan untuk menjawab beberapa permasalahan yang telah diajukan. Peristiwa Tanjung Morawa terjadi disebabkan pula oleh adanya ketidakpuasan petani yang hendak dipindahkan ketempat yang lain oleh pemerintah dalam hal ini oleh Gubernur Sumatera Utara Abdul Hakim, karena proses dan hasil yang diperoleh sangat jauh berbeda dengan tanah yang telah mereka tempati sebelumnya. Akibatnya ketidakpuasan ini mengarah pada aksi demonstrasi untuk menggagalkan pentraktoran. Peristiwa Tanjung Morawa mendapat reaksi baik dari pemerintah pusat, pihak oposisi, maupun masyarakat. Karena peristiwa itulah golongan yang anti kabinet, termasuk tokoh-tokoh penganjur persatuan dari PNI, mencela tindakan pemerintah. Akibatnya Sidik Kertapati dari SAKTI (Sarekat Tani Indonesia) yang berhaluan kiri mengajukan mosi tidak percaya kepada cabinet dan sebelum mosi diputuskan, kabinet Wilopo mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno pada tanggal 2 Juni 1953.
Saya mengutip dan membandingkan artikel pendapat Ririn Darini yang berjudul “Sengketa Agraria: kebijakan dan perlawanan dari masa ke masa” Konflik perjuangan dan perebutan atas tanah akan selalu terjadi selama tanah masih menjadi sumber kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat agraris tanah mempunyai arti yang sangat penting, baik sebagai sumber penghidupan maupun sebagai penentu tinggi rendahnya status sosial dalam masyarakat. Tanah mencerminkan bentuk dasar kemakmuran sebagai sumber kekuasaan ekonomi dan politik, serta mencerminkan hubungan dan klasifikasi sosial. Falsafah Jawa sadhumuk bathuk sanyari bumi, yen perlu ditohi pati menunjukkan betapa eratnya hubungan antara manusia dengan tanah yang dimilikinya. Setiap jengkal tanah merupakan harga diri yang akan dipertahankan mati-matian dengan seluruh jiwa raga. Konflik perebutan dan perjuangan atas tanah akan selalu terjadi selama tanah masih menjadi sumber kehidupan masyarakat. Hal ini terbukti sampai saat ini masalah tanah masih saja menjadi persoalan yang seringkali memunculkan perlawanan rakyat. Bentuk perlawanan yang dilakukan juga bermacam-macam, baik bersifat individual maupun kolektif, hanya sekedar berunjuk rasa atau bahkan melakukan pemberontakan. Salah satu bentuk perlawanan petani yang bersifat tersembunyi dan diam-diam disebut James Scott sebagai bentuk perlawanan sehari-hari (everyday forms of resistance). Perlawanan sehari-hari merupakan upaya perjuangan petani yang biasa-biasa saja namun terjadi secara terus-menerus antara kaum tani dengan orang-orang yang berusaha untuk menghisap tenaga kerja, makanan, pajak, sewa, dan keuntungan dari mereka. Perlawanan petani tidak selalu merupakan bentuk aksi bersama, tetapi kadang-kadang merupakan resistensi individual yang dilakukan secara diam-diam. Strategi perlawanan ini lebih aman karena tidak perlu dilakukan melalui sebuah organisasi lengkap dengan pemimpinnya yang mudah terdeteksi. Mereka menentang secara langsung norma dan dominasi kaum elit yang dapat saja menurunkan kewibawaan dan produktivitas pemerintah. Bentuk perlawanan ini misalnya menipu, membakar, melakukan sabotase, mengumpat di belakang, mencuri kecil-kecilan, dan sebagainya. Kasus tanah di Jenggawah, Jawa Timur misalnya, merupakan kasus sengketa antara petani penggarap lahan HGU dengan PTP XXVII yang didukung pemerintah. Gerakan petani di daerah tersebut merupakan perjuangan panjang yang dilakukan secara terus-menerus sejak akhir tahun 1970-an sampai akhir tahun 1990-an. Para petani tidak puas dengan keputusan pemerintah yang memberikan HGU kepada pihak PTP di lahan yang mereka garap. Para petani menuntut agar tanah yang sudah turun-temurun mereka garap itu bisa menjadi hak milik mereka. Mereka melancarkan aksi antara lain dengan pembakaran-pembakaran kantor, gudang-gudang, dan perkebunan. Kasus lain adalah kasus Cimacan, Jawa Barat (1991-2000) yang merupakan sengketa antara warga dengan PT Bandung Asri Mulya dan Pemerintah Daerah Cianjur. Petani melakukan pencangkulan lapangan golf sebagai bentuk protes petani atas pemberian ganti rugi yang tidak memuaskan. Kebijakan pertanahan yang dikeluarkan di era reformasi berupa Perpres No 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum juga menimbulkan protes rakyat antara lain dengan melakukan unjuk rasa menolak Perpres tersebut. Melihat di era feodal bahwa perubahan-perubahan dalam sengketa tanah yang terjadi berkaitan dengan kebijakan agraria dari era feodal kerajaan tradisional hingga orde baru.
·         Era Feodal
Dalam era feodal, tanah adalah milik raja. Konflik sosial yang menyangkut masalah tanah juga sering terjadi pada masa feodal. Persoalan tanah yang sering menimbulkan konflik pada masa kerajaan terjadi ketika negara mempunyai program besar seperti perencanaanistana, jalan, pengairan, atau gedung. Sistem pancasan yang dilakukan raja dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah pajak juga sering menimbulkan ketidakpuasan sosial. Sultan Hamengku Buwono II atau Sultan Sepuh antara tahun 1802-1803 berkali-kali melakukan pancasan. Kebijakan ini menimbulkan kebencian di kalangan bangsawan pemegang lungguh. Bentuk protes mereka lakukan dengan cara memalsu ukuran tanah, misalnya ukuran tumbak atau cengkal dibuat lebih pendek. Dalam tingkat yang lebih besar muncul pemberontakan seperti yang terjadi pada tahun 1812.
·         Era Kolonial
Pemerintahan Raffles memperkenalkan adanya domein theory, yang menyatakan bahwa semua tanah yang ada di Hindia Belanda adalah milik raja. Atas dasar teori itu pemerintah Inggris sebagai pengganti Raja Mataram memberlakukan sistem penarikan pajak (landrente) dengan asumsi bahwa rakyat adalah penyewa sedangkan pemilik tanah adalah pemerintah kolonial. Usaha Raffles tidak berlangsung lama (1811-1816) karena pemerintahan Hindia Belanda mengambil alih kekuasaan. Politik agraria yang dikembangkan pemerintah kolonial tersebut secara sistematis melemahkan kedudukan sosial ekonomi penduduk daerah pedesaan. Posisi mereka sebagai petani bergeser menjadi buruh di daerah pedesaan. Bentuk-bentuk eksploitasi kolonial baik berupa tekanan pajak, pengerahan tenaga kerja yang berlebihan, maupun peraturan-peraturan yang menindas sebagai bagian dari politik kolonial mengakibatkan kemiskinan rakyat yang meluas. Realitas kekuasaan kolonial tersebut tidak sesuai dengan realitas sosial yang ideal dalam masyarakat tradisional. Menurut James Scott, penghisapan merupakan faktor yang menentukan terjadinya pemberontakan petani. Pemberontakan itu bertumpu pada subsistensi petani yang terganggu oleh berbagai aturan kolonial yang memberatkan petani, misalnya beban pajak yang harus ditanggung petani.


·         Era Orde Lama
Berakhirnya pemerintahan kolonial telah mewariskan permasalahan pertanahan bagi bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan rakyat merasa bebas untuk mendapatkan kembali tanah peninggalan nenek moyangnya yang selama ini dikuasai oleh orang Belanda. Tanah-tanah perkebunan milik Belanda yang ditinggalkan Belanda dan menjadi terlantar kemudian diduduki oleh rakyat dan dijadikan lahan pertanian. Istilah yang dikenal pada saat itu adalah pendudukan liar oleh petani. Persoalan muncul ketika ditandatanganinya persetujuan KMB pada tahun 1949. Pemerintah RIS memberikan pengakuan hak orang asing akan tanah, yaitu hak konsesi dan hak erfpacht serta hak untuk mengusahakan selanjutnya. Pendudukan lahan oleh petani dengan demikian memiliki hukum semu sementara pengusaha perkebunan memiliki hukum yang sah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah berkeinginan agar di satu pihak kepentingan penguasaha perkebunan mendapat perlindungan karena sektor ini merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang cukup penting. Di lain pihak petani yang kehidupannya tergantung pada tanah juga harus mendapat perlindungan hukum, antara lain dengan adanya ketentuan untuk mengakui keberadaan buruh yang sudah bekerja pada perusahaan tersebut dan rakyat yang menduduki dan menggarap lahan-lahan perkebunan. Mereka tidak boleh diusir secara sewenang-wenang. Meskipun aturan hukum menempatkan kepentingan semua pihak, tetapi dalam pelaksanaannya petani harus kecewa dengan adanya koalisi kekuatan ekonomi pengusaha perkebunan dengan kekuatan politik penguasa lokal. Pada saat itu pula, perlawanan petani semakin diperkuat dengan adanya kebebasan berorganisasi, seperti Barisan Tani Indonesia (BTI), Rukun Tani Indonesia (RTI), Sarekat Buruh Perkebunan Indonesia (Sarbupri), dan Persatuan Tani Nasional Indonesia (Petani). Organisasi-organisasi tersebut juga berafiliasi dengan partai politik sehingga perlawanan mereka semakin kuat seperti terbukti dengan terjadinya Peristiwa Tanjung Morawa pada tanggal 16 Maret 1953 yang menyebabkan jatuhnya kabinet Wilopo dan dibentuknya Kementrian Urusan Agraria. Selanjutnya pemerintah mengeluarkan Undang-undang Darurat No 8 tahun 1954 tentang pemakaian tanah perkebunan hak erfpacht oleh rakyat, bahwa pendudukan lahan tidak dinyatakan sebagai melanggar hukum dan penyelesaiannya diupayakan pemerintah melalui pemberian hak dan perundingan antara pihak yang bersengketa. Kebijakan tanah yang bersifat populis lain pada era Orde Lama adalah dikeluarkannya Undang-undang Pokok Agraria 1960 (UU No. 5 Tahun 1960).
Undang-undang ini mendasarkan pada hukum adat yang telah disempurnakan sehingga segala bentuk hak-hak tanah di zaman Belanda dihapuskan dan diubah menjadi hak-hak yang diatur oleh UUPA. UUPA menetapkan pembatasan penguasaan tanah agar tidak merugikan kepentingan umum, melindungi hak-hak tanah perseorangan yang diletakkan dalam dimensi fungsional, yang berarti hak atas tanah mengacu pada kepentingan umum. Implementasi program land reform untuk membatasi luas pemilikan tanah ini dalam pelaksanaannya ternyata mengalami hambatan. Para tuan tanah berusaha menghindari ketentuan-ketentuan UUPA dengan berbagai cara. Hal lain yang menarik dari masalah tanah pada saat itu adalah digunakannya pelaksanaan land reform sebagai strategi PKI untuk menanamkan pengaruhnya di kalangan masyarakat pedesaan. PKI menggunakan isu land reform untuk mempolarisasikan penduduk desa menjadi dua kelas yang bertentangan, yaitu tuan tanah “setan desa” dan petani. Pada akhirnya terjadi konflik sosial antara para petani tak bertanah dengan tuan tanah ketika PKI dengan alasan bahwa pemerintah tidak mampu melaksanakan land reform, memaksakan pelaksanaan land reform melalui tindakan-tindakan aksi sepihak.
·         Era Orde  Baru
Kebijakan pertanahan kembali mengalami perubahan ketika terjadi pergantian pemerintahan. Pemerintah Orde Baru cenderung melakukan kebijakan pembangunan dengan ekonomi sebagai panglimanya. Hal ini menyebabkan adanya perubahan persepsi terhadap fungsi tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang sangat unik sifatnya. Tanah dilihat sebagai sarana investasi dan alat akumulasi modal. Perubahan ini berlangsung sejalan dengan perubahan kebijakan pertanahan yaitu dari kebijakan yang memihak kepentingan rakyat ke kebijakan yang lebih memihak pada kepentingan kapitalis. UUPA tetap dipertahankan meskipun tidak lagi menjadi induk seluruh peraturan yang berlaku di bidang agraria. Sejumlah undang-undang lain yang justru bertentangan dengan UUPA ditampilkan, misalnya UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan yang memberikan kesempatan kepada berbagai kalangan untuk memperoleh Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH). Berlakunya undang-undang ini menyebabkan hak-hak masyarakat, misalnya hak-hak adat atas tanah atau hak ulayat menjadi terpinggirkan. Hak-hak mereka tergusur oleh kepentingan para pemilik modal.
Dengan demikian perubahan menyolok dalam sengketa tanah pada masa orde baru ini adalah pihak-pihak yang bersengketa. Pada periode ini konflik tidak lagi melibatkan petani kecil atau petani penggarap dengan tuan tanah melainkan antara pihak pemilik tanah (petani atau rakyat) dengan pihak pemilik modal besar dan negara. Negara dapat bertindak sebagai fasilitator yang memberi dukungan terhadap pemilik modal besar dan bahkan negara itu sendiri, dengan mengatasnamakan pembangunan, merupakan pihak yang secara langsung bersengketa dengan rakyat Sengketa tanah pada era Orde Baru justru muncul dalam frekuensi yang lebih banyak dengan alasan yang berbeda. Sengketa tanah perkebunan yang banyak terjadi, khususnya di daerah-daerah kantong perkebunan seperti di Jawa dan Sumatra, muncul karena adanya penetapan baru, perpanjangan, maupun pengalihan Hak Guna Usaha atas lahan perkebunan dan/atau bekas lahan perkebunan yang sudah digarap oleh rakyat. Wilayah sengketa juga semakin meluas, tidak hanya terjadi pada masyarakat pedesaan tetapi juga pada masyarakat perkotaan. Penggusuran rumah tinggal di berbagai kota besar misalnya, yang digunakan untuk keperluan para pemilik modal, pengembang perumahan-perumahan mewah, maupun sejumlah proyek milik pemerintah. UU No. 20 Tahun 1961 mengenai Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya ditafsirkan sedemikian rupa sehingga dalam praktek, untuk kepentingan umum atau bahkan untuk kepentingan swasta, pejabat setingkat gubernur atau bupati dapat melakukan pencabutan hak atas tanah. Penggusuran tanah milik rakyat dilakukan oleh pemerintah untuk kepentingan negara atas nama pembangunan, untuk kepentingan para pemilik modal, atau bahkan kepentingan individu yang mempunyai akses pada kekuasaan. Penggusuran tersebut biasanya dilakukan dengan ganti rugi yang tidak memadai yang jelas sangat tidak adil bagi pemilik tanah. Pada masa ini perlawanan yang dilakukan rakyat berkaitan dengan sengketa agraria terjadi dengan hadirnya kelompok mahasiswa, Lembaga Bantuan Hukum, maupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Hal ini berbeda dengan perjuangan yang terjadi pada masa kolonial maupun orde lama. Pada masa kolonial para pemimpin agama berperan penting dalam menggerakkan para petani, sedangkan dalam masa orde lama, dalam memperjuangkan hak atas tanahnya para petani mendapat dukungan dari partai politik.
Analisis Peristiwa Tanjung Morawa
Peristiwa Tanjung Morawa merupakan salah satu peristiwa persengketaan tanah yang dimiliki oleh warga setempat yang terjadi di Sumatera Timur. Tanah tersebut merupakan tanah milik negara pada waktu penjajahan yang telah ditinggalkan kemudian digarap oleh masyarakat setempat yang dianggap bahwa tanah tersebut milik rakyat yang sudah lama digarap. Oleh karena itu rakyat tidak mau meninggalkan tanah tersebut yang telah dihasut oleh para PKI. Sebelum Kabinet Wilopo, Kabinet Sukiman menangani permasalahan sengketa tanah ini mungkin karena tidak sanggup dan sudah turun dari jabatan akhirnya diserahkan oleh Kabinet Wilopo. Yang lama kelamaan pada masa Kabinet Wilopo berakhir akhirnya persoalan tersebut diserahkan kepada pemerintah untuk menangani mereka. Pemerintah sudah membagi-bagikan tanah tersebut kepada rakyat tapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diperoleh sebelumnya, tanah yang didapat rakyat luasnya lebih sedikit.  mosi tidak percaya kepada kabinet wilopo yang pada akhirnya diserahkan oleh presiden. adanya acampur tangan PKI dalam masalah persengketaan taah yang pada sekarang maupun dulu masih diperdebatkan masalah sengketa tanah.
Dampak terjadinya peristiwa tersebut diantaranya sebagai berikut :
·         Politik                          :  terjadinya kekuasaan wilayah dan memperebutkan tanah.
·         Sosial-Ekonomi           : masyarakat setempat tidak mempunyai penghasilan tersendiri, dimana tanah tersebut oleh pemerintah ingin menggantikannya tapi tanah tersebut adalah penghasilan masyarakat yang sudah lama digarap oleh masyarakat setempat, kalau tanah tersebut dipindahkan penghasilan dari masyarakat itu darimana lagi selain dari tanah tersebut ada diareal itu walaupun pemerintah menyediakan tanah untuk penggarap dan tempat tinggal mereka tapi mereka ingin tanah yang diareal itu. Akibatnya mayarakat tersebut akan berdemonstrasi kepada pemerintah, hingga terjadilah sebuah peristiwa ini. Peristiwanya sudah jelas merugikan bagi masyarakat setempatnya atas tanah tersebut kalau menurut saya.
Kalau dalam artikelnya Ririn persengketaan tanah agraria dari sejak dahulu sampai sekarang masih berlangsung dan tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Dalam persoalan ini pihak rakyat selalu dikalahkan, ketidakadilan yang mereka tidak terima dalam hal ini, seharusnya pemerintah hendaknya memberikan keperpihakkan kepada rakyat untuk mewujudkan masyarakat mencapai kemakmuran dan keadilan, Untuk mencegah kembali tentang persoalan ini yang terus berulang-ulang dari masa ke masa. Kebijakan tersebut tidak boleh hanya berpihak kepada penguasa sendiri atau kepemilikan modal sendiri. Negara atau pemerintah seharusnya memberikan sumber-sumber kekayaan yang ada di negara ini dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat kita.

sosiologi antropologi pendidikan


1.      Bagaimana sejarah perkembangan sosiologi pendidikan ?
Jawaban :
Sejak manusia dilahirkan di dunia ini, manusia sebenarnya sudah belajar mengenal hubungan-hubungan sosial yaitu hubungan antara manusia dengan masyarakat. Hubungan sosial out dimulai dengan hubungan dengan anak dengan keluarga hingga akhirnya meluas ke lingkungan tempat sekitarnya (ketetangga). Dalam hubungan sosial tersebut adanya terjadi proses pengenalan, proses tersebut mencakup budaya, nilai, norma dan tanggung jawab manusia sehingga terjadi corak kehidupan yang berbeda dan mempunyai masalah-masalah yang berbeda pula. Menurut Auguste Comte meyakini dunia sosial juga dipelajari dengan metode yang sama sebagaimana digunakan untuk mempelajari dunia fisik maupun kealaman. Dan bidang kajian sosiologi pendidikan sendiri, berangkat dari keinginan para sosiologi untuk menyumbangkan pemikirannya bagi pemecahan masalah pendidikan. Dalam pandangan mereka, pada saat itu sosiologi pendidikan diasosiasikan dengan konsep “Educational Sociology.” Dalam perkembangannya, pada tahun 1914 sebanyak 16 lembaga pendidikan menyajikan mata kuliah ”Educational Sociology” pada periode berikutnya, muncul berbagai buku yang memuat bahasan mengenai ”Educational Sociology”, termasuk juga berbagai konsep tentang hubungan antara sosiologi dengan pendidikan. Selama puluhan tahun pertama, perkembangan sosiologi pendidikan berjalan lamban. Perkembangan signifikan sosiologi pendidikan ditandai dengan diangkatnya Sir Fred Clarke sebagai Direktur Pendidikan Tinggi, Kependidikan di London pada tahun 1937. Clarke menganggap sosiologi mampu menyumbangkan pemikiran bagi bidang pendidikan. Sehubungan dengan penamaan sosiologi pendidikan, terdapat perdebatan yang cukup tajam tentang penggunaan istilah-istilah yang digunakan antara lain sociological approach to education, educational sociology of education, atau the foundation. Pada akhirnya dipilih istilah sociology of education dengan tekanan dan wilayah tekanannya pada proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Menurut pendapat Drs. Ary H. Gunawan, bahwa sejarah sosiologi pendidikan terdiri dari 4 fase, yaitu:
a.    Fase pertama, dimana sosiologi sebagai bagian dari pandangan tentang kehidupan bersama filsafat umum. Pada fase ini sosiologi merupakan cabang filsafat, maka namanya adalah filsafat sosial.
b.   Dalam fase kedua ini, timbul keinginan-keinginan untuk membangun susunan ilmu berdasarkan pengalaman-pengalaman dan peristiwa-peristiwa nyata (empiris). Jadi pada fase ini mulai adanya keinginan memisahkan diri antara filsafat dengan sosial.
c.    Sosiologi pada fase ketiga ini, merupakan fase awal dari sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Orang mengatakan bahwa Comte adalah “bapak sosiologi”, karena ialah yang pertama kali mempergunakan istilah sosiologi dalam pembahasan tentang masyarakat.
Sedangkan Saint Simon dianggap sebagai “perintis jalan” bagi sosiologi. Ia bermaksud membentuk ilmu yang disebut “Psycho-Politique”. Dengan ilmu tersebut Saint Simon dan juga Comte mengambil rumusan dari Turgot (1726-1781) sebagai orang yang berjasa terhadap sosiologi, sehingga sosiologi menjadi tumbuh sendiri.
d.   Pada fase yang terakhir ini, ciri utamanya adalah keinginan untuk bersama-sama memberikan batas yang tegas tentang obyek sosiologi, sekaligus memberikan pengertian-pengertian dan metode-metode sosiologi yang khusus. Pelopor sosiologi yang otonom dalam metodenya ini berada pada akhir abad 18 dan awal 19 antara lain adalah Fiche, Novalis, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain.
2.      Analisislah menurut Emile Durkheim tentang pentingnya pendidikan moral ? Serta jelaskan tujuan dari sosiologi pendidikan ?
Jawaban :
Sudah jelas pendidikan moral itu sangat penting karena pendidikan moral juga mendidik kita dalam hal nilai-nilai dan norma-norma yang kita pelajari, serta berlandaskan dan menerapkan disiplin disetiap lingkungan pendidikan maupun dikehidupan kegiatan sehari-hari. Pada dasarnya orang harus tahu hal-hal yang disukai atau dikehendaki oleh masyarakat dan hal-hal yang harsu dicegah atau dijauhi. Itu semua kita dapatkan disekolah yang dipelajari oleh guru maupun keluarga. Tanpa adanya disiplin yang baik, sekolah, masyarakat maupun keluarga hanya akan merupakan tempat berkumpulnya kaum brandal yang menyebabkan kacau balau tanpa aturan. Oleh karena itu kedisiplinan itu sangat penting bagi kalangan masyarakat maupun disekolah. Tujuan sosiologi pendidikan, kalau yang saya kutip dalam bukunya Drs. Ary H.Gunawan berjudul “ Sosiologi Pendidikan”. Francis Brown mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu memperoleh dan mengorganisasi pengalamannya. Sedang S.Nasution mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan merupakan ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk memperoleh perkembangan kepribadian yang lebih baik. Dari kedua pengertian dan beberapa pengertian yang telah dikemukakan dapat disebutkan beberapa konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan yaitu sebagai berikut :
a)      Menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.
b)      Menganalisis perkembangan dan kemajuan sosial.
c)      Menganalisis status pendidikan dalam masyarakat.
d)     Menganalisis partisipasi orang-orang terdidik atau berpendidikan dalam kegiatan sosial.
e)      Membantu menentukan tujuan pendidikan.
f)       Menurut E.G.Payne, sosiologi pendidikan bertujuan utama memberikan kepada guru-guru (termasuk para peneliti dan siapa pun yang terkait dalam bidang pendidikan) latihan-latihan yang efektif dalam bidang sosiologi sehingga dapat memberikan sumbangannya secara cepat dan tepat kepada masalah pendidikan.
Dengan demikian sosiologi pendidikan bermanfaat besar bagi para pendidik, selain berharga untuk menganalisis pendidikan, juga bermanfaat untuk memahami hubungan antar manusia disekolah serta struktur masyarakat.
3.      Jelaskan apa saja pokok-pokok penelitian sosiologi pendidikan ?
Jawaban :
Menurut S.Nasution ada beberapa pokok penelitian sosiologi pendidikan yaitu :
a.       Hubungan system pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat, meliputi  :
1.      Fungsi pendidikan dalam kebudayaan.
2.      Hubungan antara system pendidikan dengan proses kontrol sosial dan system kekuasaan.
3.      Fungsi system pendidikan dalam proses perubahan sosial dan cultural atau usaha mempertahankan status quo.
4.      Hubungan pendidikan dengan system tingkat atau status sosial.
5.      Fungsi system pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, cultural, dan sebagainya.
b.      Hubungan antar manusia dalam sekolah (analisis struktur sosial disekolah) antara lain yaitu :
1.      Hakikat kebudayaan sekolah, sejauh ada perbedaannya dengan kebudayaan diluar sekolah.
2.      Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah, yang antara lain meliputi berbagai hubungan antara berbagai unsur disekolah, kepemimpinan dan hubungan kekuasaan, stratifikasi sosial dan pola interaksi informal, seperti terdapat dalam klik serta kelompok-kelompok murid lainnya. 
c.       Pengaruh sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak disekolah. Selain perkembangan pribadi anak, juga kepribadian guru merupakan pokok penelitiannya, seperti :
1.      Peranan sosial guru-guru.
2.      Hakikat kepribadian guru.
3.      Pengaruh kepribadian guru terhadap kelakuan anak.
4.      Fungsi sekolah dalam sosialisasi murid.
d.      Sekolah dalam masyarakat
Menganalisis pola-pola interaksi antara sekolah dengan kelompok-kelompok sosial lainnya dalam masyarakat disekitar sekolah, antara lain :  
1)    Pengaruh masyarakat atas organisasi sekolah.
2)    Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam system sosial dan dalam masyarakat luar sekolah.
3)    Hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan.
4)    Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat yang bertalian   dengan organisasi sekolah, yang perlu untuk memahami system pendidikan dalam masyarakat serta integrasinya didalam keseluruhan kehidupan masyarakat.
4.      Mengapa timbul sosiologi pendidikan ? serta mengapa para guru dan calon guru harus memahami dan dibekali dengan sosiologi ?
Jawaban :
Saya mengutip dalam bukunya “Sosiologi Pendidikan” oleh Drs. Ary H.Gunawan, mengatakan bahwa masyarakat sudah mengalami perubahan sangat cepat, progresif, dan kerap kali menunjukkan gejala “desintegrasi”(berkurangnya kesetiaan terhadap nilai-nilai umum). Perubahan sosial yang sangat cepat menimbulkan “cultural lag”. Cultural lag ini merupakan sumber masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Masalah-masalah sosial juga dialami dunia pendidikan, sehingga lembaga-lembaga pendidikan tidak mampu mengatasinya. Maka para ahli sosiologi diharapkan dapat menyumbangkan pemikirannya untuk ikut memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Guru merupakan seorang administrator, infomator, konduktor, dan sebagainya dan harus berlakuan menurut harapan masyarakatnya. Dari guru, sebagai pendidik dan pembangun generasi baru diharapkan tingkah laku yang bermoral tinggi demi masa depan bangsa dan negara. Kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana kelas atau sekolah, baik kebebasan yang dinikmati anak dalam mengeluarkan buah pikiran dan mengembangkan kreatifitasnya ataupun pengekangan dan keterbatasan yang dialami dalam pengembangan pribadinya. Kebebasan guru juga terbatas oleh pribadi atasannya (kepala sekolah, pengawas, kakanwil, sampai menteri Depdikbud), keseluruhannya dipengaruhi, dibatasi, serta diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan nasional (TPN) dalam GBHN, undang-undang pendidikan, peraturan dan sebagainya. Anak dalam perkembangannya dipengaruhi oleh orang tua atau wali (pendidikan informal), guru-guru (pendidikan formal), dan masyarakat (pendidikan nonformal). Keberhasilan pendidikan disekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau berkat interaksimurid dan guru dalam proses belajar mengajar, melainkan juga oleh interaksi anak atau siswa dengan lingkungan sosialnya (yang berlainan) dalam berbagai situasi yang dihadapi didalam maupun diluar sekolah. Anak berbeda-beda dalam bakat dan kemampuannya atau pembawaannya, terutama pengaruh lingkungan sosial yang berlainan. Pendidikan itu sendiri dapat dipandang sebagai sosialisasi yang terjadi dalam interaksi sosial. Maka sudah sewajarnya bila seorang guru atau pendidik harus berusaha menganalisis pendidikan dari segi sosiologi, mengenai hubungan antar manusia dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat (dengan system sosialnya).
5.      Mengapa terjadi stratifikasi sosial dalam suatu masyarakat?
Jawaban :
Menurut Soerjono Sokanto ( 1981 : 133) Selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menimbulkan adanya system berlapis-lapis yang ada dalam masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama, pendidikan atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat. Terjadinya stratifikasi social dalam masyarakat dikarenakan sesuatu yang dihargai dalam masyarakat jumlahnya terbatas, akibatnya distribusinya di dalam masyarakat tidaklah merata. Mereka yang memperoleh banyak menduduki kelas atas dan mereka yang tidak memperoleh menduduki kelas bawah. Barang sesuatu yang dihargai tersebut menurut Paul B Horton dan Chester L Hunt ( 1989: 7- 12) adalah kekayaan, dan penghasilan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan, kekuasaan, kehormatan dan ilmu pengetahuan.
6.      Jelaskan jenis-jenis dari stratifikasi sosial ?
Jawaban :
1.      Stratifikasi Sosial Tertutup.
Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah. Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu seperti sistem kasta di India dan Bali serta di Jawa ada golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani miskin bisa menjadi keturunan ningrat atau bangsawan darah biru.
2.      Stratifikasi Sosial Terbuka
Stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata atau tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain. Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak keterampilan sehingga dia mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran  atau penghasilan yang tinggi.
7.      Bagaimana cara menentukan stratifikasi sosial ?
Jawaban :
Menurut yang saya baca dari artikel (lupa siapa yang nulis artikel tersebut tapi alamat yang saya baca saja http://makalah-bening.blogspot.com/2010/03/pendidikan-dan-stratifikasi-sosial.html) cara untuk menentukan stratifikasi sosial itu ada beberapa metode diantaranya sebagai berikut :
1.      METODE OBYEKTIF
Stratifikasi ditentukan berdasar kriteria obyektif. Antara lain : jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, dan jenis pendidikan. Biasanya keterangan demikian terkumpul sewaktu diadakan sensus. Menurut penelitian (1954) di amerika serikat, dokter menempati kedudukan yang sangat tinggi sama dengan Gubernur dan profesor sama tingginya dengan ilmuwan, anggota kongres, dan DPR.
2.      METODE SUBYEKTIF
Golongan sosial dirumuskan menurut pandangan anggota masyarakat menilai dirinya dalam hirarki kedudukan dalam masyarakat. Dengan metode ini bisa diajukan pertanyaan ,menurut pendapat saudara termasuk golongan manakah saudara dinegeri ini, golongan atas, menengah atau rendah.
3.      METODE REPUTASI
Dikembangkan oleh W.L Warner cs. Metode ini memberi kesempatan pada orang dalam masyarakat itu sendiri untuk menentukan golonan mana-mana yang terdapat dalam masyarakat itu lalu mengidentifikasi anggota masyarakat ke golongan tertentu. Bisa dikatakan tidak ada kriteria yang sama yang berlaku untuk menentukan golongan sosial dalam berbagai masyarakat didunia ini. Semisal kriteria penggolongan di desa berbeda dengan kriteria penggolongn di kota. Dalam menganalisa masyarakat Warner menemukan 6 golongan yakni:
Upper-Upper, Lower-Upper, Upper-Middle, Lower-Middle, Upper-Lower, dan Lower-Lower. Yang diajukan terhadap metode W.L Warner :
a)      Metode ini hanya dapat digunakan bila masyarakat itu kecil sehingga masing-masing saling mengenal.
b)      Metode ini tidak menggambarkan struktur stratifikasi sosial yang sebenarnya dalam masyarakat kecil akan tetapi menurut pandangan golongan menengah dan golongan atas yang digunakan menjadi informan utama.
c)      Metode ini dinilai tidak cermat dan tidak akan memberikan hasil yang sama bila diterapkan oleh peneliti lain.
8.      Bagaimana hubungan antara startifikasi sosial dengan pendidikan ?
Jawaban :
Menurut Jamyas Suhardi mengatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan.
Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi. Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A.Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan. Dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial, Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut :
1.      Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak maka ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
2.      Ukuran kekuasaan dan wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
3.      Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
4.      Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
9.      Apakah pendidikan menunjang  suatu mobilitas sosial ?
Jawaban :
Hari-hari ini banyak sekali pihak sekolah meluluskan para peserta didiknya mulai dari SD, SMP, SMA dan seterusnya. Saya pernah membaca artikel yang dikarang oleh Bachtiar Toto (dalam kutipannya) yang mengatakan bahwa namun dalam kelulusan tersebut terdapat kekurangan yaitu kelulusan saat ini berkurang dibandingkan tahun kemarin. Dengan system standard kelulusan, saya rasa kurang efektif, dikarenakan setiap siswa dan guru hanya memikirkan bagaimana siswa dapat lulus dengan nilai yang baik, dengan mengabaikan kualitas siswa tersebut. Dengan begitu secara tidak langsung kualitas siswa sekarang cenderung nilainya bagus, tapi sebenarnya kualitas mereka jauh dari harapan, memang tidak semua siswa mengalami hal itu. Pada kenyataannya banyak kualitas siswa saat ini sangat kurang sekali dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Walaupun seperti itu secara tidak langsung siswa yang duduk di SD pasti akan pindah ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SMP, dan seterusnya. Dengan perpindahan tersebut dapat dikatakan baik siswa SD, SMP, SMA melakukan mobilitas sosial. Sebelum mengetahui apa itu mobilitas sosial, sebaiknya kita mengetahui tentang fungsi sekolah. Ada beberapa fungsi sekolah yaitu sekolah sebagai pusat pewaris kebudayaan, sebagai penghasil tenaga kerja, penemuan pengetahuan baru, sebagai sarana mobilitas sosial, sebagai pusat pemelihara tradisi kelompok, sebagai tempat penitipan anak, dan sebagai tempat pertemuan jodoh menurut goslin (dalam Ardhana,1990).
Tidak lepas dari itu, manusia juga sering disebut manusia dinamis yaitu manusia yang selalu melakukan gerak pindah dari suatu tempat, teknologi, gerak pindah social atau mobilitas social, dll. Mobilitas sosial merupakan gerak pindah dari kelas sosial ke lainnya. Didalam mobilitas sosial membutuhkan sarana untuk berpindah, yaitu sekolah. Hal ini jelas terlihat bahwa sekolah merupakan sarana terbesar untuk melakukan gerak pindah sosial atau mobilitas sosial. Dalam mobilitas sosial terdapat empat jenis mobilitas sosial. Pertama, mobilitas social horisontal dalam generasi, kedua mobilitas sosial horisontal antar generasi, ketiga mobilitas sosial vertikal turun dalam generasi atau antar generasi, keempat mobilitas vertikal naik dalam generasi atau antar generasi. Setiap manusia pasti menginginkan mobilitas sosial naik baik dalam generasi, maupun antar generasi. Dalam melakukan mobilitas sosial ada beberapa faktor yang menjadi penghambat diantaranya: kesenjangan ekonomi, kebodohan, perbedaan kasta, kemalasan. Faktor yang paling menghambat dalam mobilitas sosial adalah kebodohan atau kurangnya pendidikan. Seperti faktor penghambat, faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial pun cukup banyak. Diantaranya: keinginan untuk berubah, bosan dengan keadaan yang sudah ada, dan pendidikan. Disinilah pendidikan memainkan peranannya untuk membentuk intelektual manusia, sehingga kemampuan intelektual ini menjadi penggerak mobilitas sosial, ekonomis. Sebab, dalam kehidupan nyata, kekuatan intelektual ini tentu saja tidak dapat dipisahkan dari kekuatan sosial. Ternyata ini tidak selalu benar bila pendidikan itu terbatas pada pendidikan tingkat menengah. Jadi walaupun kewajiban belajar ditingkatkan sampai SMU masih menjadi pertanyaan apakah mobilitas sosial dengan sendirinya akan meningkat. Mungkin sekali tidak akan terjadi perluasan mobilitas sosial, seperti dikemukakan di atas ijasah SMU tidak lagi memberikan mobilitas yang lebih besar kepada seseorang. Akan tetapi pendidikan tinggi masih dapat memberikan mobilitas itu walaupun dengan bertambahnya lulusan perguruan tinggi makin berkurang jaminan ijasah untuk meningkat dalam status sosial. Pada dasarnya, pendidikan itu hanya salah satu standar saja. Dari tiga “jenis pendidikan” yang tersedia yakni pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan nonformal, tampaknya dua dari jenis yang terakhir lebih bisa diandalkan. Pada pendidikan formal dunia pekerjaan dan dunia status lebih kepemilikan ijasah tanda lulus seseorang untuk naik jabatan dan naik status. Akan tetapi seiring dengan perkembangan kemudian mereka lebih mempercayai kemampuan atau skill individu yang bersifat praktis daripada harus menghormati kepemilikan ijasah yang kadang tidak sesuai dengan kompetensi sang pemegang syarat tanda lulus itu. Inilah yang akhirnya memberikan peluang bagi tumbuhnya pendidikan-pendidikan nonformal, yang lebih bisa memberikan keterampilan praktispragramatis bagi kebutuhan dunia kerja yang tentunya berpengaruh pada pencapaian status seseroang.
Di negara indonesia saat ini sebagian besar menggunakan sistem stratifikasi sosial terbuka, sehingga gerak pindah sosial/mobilitas sosial sangat mudah terjadi. Namun dalam pencapaiannya tidak mudah. Untuk melakukan mobilitas sosial memerlukan waktu, dan juga pengorbanan yang cukup besar. Salah satu wujud agar dapat melakukan mobilitas sosial yaitu dengan bersekolah, kursus ketrampilan,dll. Namun ada juga yang tanpa melakukan pengorbanan dia dapat melakukan mobilitas social, misalnya anak seorang raja, bangsawan, orang kaya,dll. Mereka secara otomatis akan mendapatkan tahta, atau derajat yang tinggi tanpa melakukan suatu usaha atau pengorbanan. Namun hal itu sangat kecil kemungkinannya ada di Indonesia.
Melihat hal tersebut diatas sekolah sangatlah penting untuk mobilitas social di Indonesia, namun yang menjadi pertanyaan saya apakah sekolah mampu melakukan hal itu. Melihat kenyataan yang terjadi di Negara Indonesia ini, sering terdapat kecurangan dalam melakukan mobilitas social misal KKN. Tidak jarang kita jumpai KKN dalam pendidikan, terutama di sekolah-sekolah swasta yang melakukan KKN, mereka menyuap para guru atau petugas yang berwenang untuk kepentingannya sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan proses pencapaian mobilitas sosial dalam pendidikan di Indonesia ini sangat tidak sehat. Bukan hanya hal itu banyak anak-anak indonesia yang memiliki masa depan yang cerah, namun mereka di tuntut untuk bekerja, demi membantu orang tuanya, sehingga mereka tidak dapat melakukan mobilitas sosial. Namun tidak jarang juga anak-anak yang sudah dapat mengenyam kehidupan sekolah, tetapi mereka malah menyalahgunakan kesempatan itu. Untuk hal-hal yang kurang patut.
Sekolah, secara tidak langsung akan membuat mobilitas sosial baik secara vertikal naik maupun turun dalam generasi atau antar generasi. Namun tidak mungkin kita mengharap mobilitas sosial turun baik dalam generasi atau antar generasi. Namun jika kita melihat dalam proses mobilitas sosial terdapat kecurangan. Dengan begitu bagaimana keadilan dapat ditegakkan. Ini menjadi momok dalam kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia ini ke depannya. Maka untuk mencegah agar proses pencapaian mobilitas sosial dapat terlaksana dengan baik atau sehat, hendaknya kita secara bersama-sama mencegah hal-hal yang kurang baik misalnya tidak melakukan KKN dalam pendidikan. Dan anak-anak yang kurang mampu untuk sekolah atau melanjutkan sekolah, kita sebagai warga Negara yang baik hendaknya janganlah mengandalkan bantuan dari pemerintah, tetapi bantu mereka semampunya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan menunjang mobilitas social. Sebab pendidikan merupakan sarana untuk melakukan mobilitas sosial. Sebagai contoh anak seorang pelayan restoran, dia di sekolahkan oleh orang tuanya sampai dia lulus kuliah di jurusan TEP dan akhirnya dia dapat menjadi seorang pengembang kurikulum di Indonesia. Contoh lain anak seorang guru, karena dia pintar maka pemerintah mau membiayai sekolahnya hingga dia lulus dengan gelar dokter. Hal ini sangat membuktikan bahwa sekolah memang benar-benar dapat menunjang mobilitas sosial.
10.  Jelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mobilitas sosial ?
Jawaban :
Dalam buku yang berjudul “Masyarakat dan Pendidikan: Perspektif Sosiologi” dikarang oleh Didin Saripudin, dkk. Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas sosial yaitu :
System Kasta : menurut Paul B.Horton dan Chester L.Hunt (1984:36), status dan kedudukan orang ditentukan oleh warisan nenek moyangnya, melalui system kasta. Contoh dinegara India merupakan negara yang mengamalkan system kasta. Pemerintahannya kini mulai member ruang kepada mereka berkasta untuk memperoleh jenis pekerjaan yang berstatus tinggi. Pemerintah berusaha untuk mengubah masyarakat negara India menjadi suatu masyarakat yang bersistem sosial terbuka.
Kemampuan Individu : menurut Paul B.Horton dan Chester L.Hunt (1984:43-44), meskipun factor struktur menentukan kedudukan tinggi dalam masyarakat, namun factor individual yang banyak mempengaruhi dalam menentukan siapa yang akan mencapai kedudukan yang tinggi. Meskipun tidak mungkin untuk dapat mengukur kemampuan secara tepat, namun kita juga berpendapat bahwa perbedaan kemampuan merupakan factor penyebab penting yang menentukan keberhasilan hidup dan mobilitas sosial.
Kemiskinan
Merupakan suatu gejala yang sering ditemui pada suatu masyarakat. Menurut Oscar Lewis menafsirkan bahwa kemiskinan sebagai ketidaksanggupan individu atau sekelompok orang untuk dapat memenuhi dan memuaskan keperluan asas materialnya. Dalam konteks pengertian Lewis, kemiskinan adalah ketidakcukupan seseorang untuk memenuhi keperluan primernya untuk meneruskan hidupnya serta meningkatkan hidup dan meningkatkan kedudukan sosial ekonominya. Sumber-sumber daya material yang dimiliki atau dikuasainya adalah sangat terbatas, karena ia sekedar mampu digunakan untuk mempertahankan kehidupan fisiknya dan tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan demi meningkatkan kesejahteraan. Dengan demikian, sumber daya material yang ada pada dirinya hanya dapat digunakan untuk keperluan langsung konsumsi sehari-hari. Menurut Tinberg menitikberatkan keberhasilan penanggulangan masalah kemiskinan dilihat berdasarkan tiga aspek jaminan yaitu jaminan akan masa depan yang baik (life sustancance), jaminan akan kebebasan dan peningkatan harga diri (self esteem). Dari data BPS, menunjukkan bahwa dalam usaha menanggulangi kemiskinan yaitu terdapat suatu ironi bahwa desa sebagai sumber pangan menunjukkan pengeluaran nisbi yang lebih tinggi untuk pangan, disbanding dengan kota khusunya. Serta perlu diusahakan agar daya beli atau pengeluaran desa dan kota khususnya untuk pangan pedesaan lebih kecil untuk pangan daripada untuk non pangan.
11.  Sebuah isu yang sangat heboh tentang mobilitas sosial dalam suatu masyarakat yang terjadi, nah pertanyaan saya kenapa mobilitas sosial menjadi sebuah isu yang menggencarkan tersebut menjadi sangat penting ?
Jawaban :
Karena Mobilitas sosial memungkinkan terjadinya kesempatan yang sama bagi setiap orang dalam bidang politik. Tidak terjadinya mobilitas sosial dapat memacu ketidakadilan dalam bidang politik. Dalam bidang ekonomi, mobilitas sosial menjadi penting karena mobilitas sosial membuka pintu yang sama bagi semua orang untuk mengembangkan potensi dan kemampuan dirinya secara sama sehingga setiap orang siap memasuki dunia bisnis yang penuh dengan kompetisi. Secara sosial, mobilitas sosial pun penting karena masyarakat yang kohesif inklusif akan lebih mudah diwujudkan ketika setiap orang percaya mereka memiliki yang sama untuk mengembangkan potensi dan kemampuan dirinya.
12.  Apakah mobilitas sosial kelas atas dan kelas bawah sama dalam suatu lembaga pendidikan ?
Jawaban :
Pendidikan hanya akan menempatkan seseorang sesuai dengan potensi dan keahlian yang ia miliki dan karenanya seorang anak buruh misalnya mungkin saja memegang jabatan penting di sebuah perusahaan sekiranya ia memiliki latar belakang pendidikan yang memang sesuai. Akan tetapi, pendidikan dapat mempercepat proses mobilitas sosial dalam sebuah masyarakat, tentulah harus ada beberapa prasyarat yang memadai. Prasyarat yang pertama adalah adanya kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk memperoleh pendidikan itu sendiri. Kesempatan yang sama itu tidaklah semata tercantum dalam aspek legal atau hukum belaka, melainkan diwujudkan menjadi sebuah tindakan afirmatif (affirmative action). Prasyarat kedua agar pendidikan dapat mempercepat mobilitas sosial adalah meratanya mutu pendidikan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan, antara sekolah swasta dan sekolah negeri. Menjamurnya sekolah-sekolah swasta plus barangkali merupakan sebuah fenomena yang cukup menarik. Ibarat pisau bermata dua, di satu sisi hadirnya sekolah swasta tersebut menawarkan pendidikan alternatif bagi sebagian masyarakat kita. Di sisi lain, biaya pendidikan yang harus dibayar masyarakat untuk menikmati pendidikan di sekolah swasta tersebut tidaklah sedikit, jika tidak dikatakan sangat tinggi. Akibatnya, hanya masyarakat dari kelompok menengah ke atas yang dapat menikmati pendidikan alternatif tersebut sehingga alih-alih mempercepat mobilitas sosial, dengan situasi seperti ini pendidikan justru berpeluang untuk memperlebar jurang perbedaan antara kelompok-kelompok masyarakat. Ketika kedua prasyarat di atas tersebut dipenuhi, barulah pendidikan memiliki peluang untuk mempercepat proses mobilitas sosial di sebuah negara. Meskipun demikian, beberapa penelitian di bidang sosiologi pendidikan menunjukkan bahwa hubungan antara pendidikan dan mobilitas sosial tidaklah terlalu signifikan.
Dalam perkuliahan dikatakan bahwa untuk kelas bawah sebagai jalan setapak untuk menempuh suatu pendidikan yang lebih tinggi lagi (mengubah status) sedangkan untuk kelas atas sebagai jalan raya yang menempuh pendidikan atau mempertahankan status mereka. Ada dua konsep pendidikan Agent of change (mengalami perubahan) dan Agen of conservation (memelihara kebudayaan yang secara turun temurun). Contoh pendidikan yang berada diIndonesia dalam masyarakat yang masih sangat tradisional (Baduy Dalam) untuk menarik daya masyarakat yang lainnya, untuk menempuh suatu pendidikan yang informal tapi tidak menempuh pendidikan yang formal karena masyrakatnya tidak secara terbuka dan tidak mau suatu kebudayaan asing masuk didalam masyarakat tersebut. Neomarxisme mengatakan bahwa dalam pendidikan sebagai salah satu ikatan keterhubungan yang sudah mempunyai modal beda dengan kelas bawah dalam suatu pendidikan. Meningkatnya factor penekanan pada sumber daya manusia sebagai kunci pertumbuhan ekonomi, juga ikut memberikan pengabsyahan terhadap ekspansi pendidikan, artinya dengan kuatnya kekuatan pendorong terhadap lajunya perkembangan pendidikan beserta upaya pemerataannya, sedikit banyak ikut menopang bertumbuhnya sosok atau corak pendidikan yang berlangsung.
13.  Dalam pendidikan yang sudah maju sekarang ini dengan adanya perubahan sosial yang terjadi di masyarakat misalnya dengan adanya teknologi, jelaskan menurut anda karakteristik kepribadian manusia modern dengan adanya perubahan sosial dan bandingkan dengan pribadi manusia yang masih tradisional?
Jawaban :
Karakteristik manusia modern menurut saya yang mengutip pendapat Alex Inkeles
·         Menerima ide-ide atau gagasan dan pengalaman baru dan terbuka untuk perubahan dan pembaharuan.
·         Mempunyai kemampuan untuk membentuk pendapat mengenai persoalan yang dihadapinya atau dihadapi orang lain. Ia tidak tunduk saja kepada pendapat orang lain termasuk tokoh-tokoh tradisional.
·         Percaya kepada keampuhan ilmu pengetahuan dan ilmu pengobatan modern, tidak tinggal pasif dan menyerah kepada nasib (fatalistis) dalam menghadapi persoalan hidup.
·         Mempunyai ambisi bagi dirinya dan bagi anak-anaknya untuk memiliki lapangan kerja dan pendidikan yang lebih baik.
·         Memiliki ketepatan waktu dan menyusun rencana kerja untuk waktu-waktu yang akan datang.
·         Memperlihatkan perhatian yang kuat akan dan ambil bagian dalam urusan-urusan sosial.
·         Berusaha untuk selalu dapat mengikuti berita-berita teruatama terutama berita internasional dan nasional.
Sedangkan karakteristik masyarakat tradisional tidak memiliki ciri-ciri kepribadian yang sudah disebutkan diatas tersebut tapi bukannya tidak memiliki kepribadian dalam masyarakat tradisional, mereka punya pribadi tersendiri, hanya saja pribadi yang masih tradisional belum terbuka seperti pribadi manusia modern sekarang ini, mereka bersifat tertutup terhadap perubahan dan tidak ingin mengalami perubahan dan pembaharuan.
Menurut Davic C.Mc Clelland yang menekankan pentingnya dorongan untuk berprestasi, berpendapat bahwa ciri-ciri pribadi modern tersebut dapat dibangkitkan dan ditularkan melalui pendidikan, baik pendidikan didalam keluarga, disekolah, maupun didalam masyarakat. Akan tetapi seperti yang dijelaskan, pendidikan juga mampu membentuk pribadi-pribadi yang mempertahankan status quo ataupun menentang perubahan.
14.  Menurut anda apakah pendidikan di Indonesia akan maju dan berkembang dan apakah pendidikan akan mahal seperti kenaikan BBM dengan adanya perubahan sosial yang sekarang ini yang sangat canggih seperti adanya teknologi ?
Jawaban :
Kebanyakan upaya untuk merencakan suatu perubahan dimasa depan tidak lebih sekedar proyeksi masa depan yang didasarkan pada kecenderungan terakhir. Suatu perencanaan untuk meramalkan atau memproyeksikan kecenderungan terakhir kita tidak akan pernah mampu memprediksi masa depan secara tepat. Mungkin saja pendidikan di Indonesia akan maju dan berkembang, mungkin saja akan melengser tapi menurut saya kalau pendidikan di indonesia pasti akan maju lebih baik dengan adanya perubahan yang kita alami seperti adanya alat-alat teknologi yang sangat canggih. Maka dengan adanya perubahan yang sangat drastis tersebut kemungkinan pendidikan akan mahal. Kecuali sekarang ini pendidikan di negeri murah dan adanya bantuan dana pemerintah yang diselenggarakan oleh BOS. Perubahan sosial terjadi karena adanya kekuatan sosial diluar kemampuan pengendali efektif kita. Menurut ilmuwan sosial mengatakan bahwa kita dapat memberikan pengaruh terhadap arah perubahan sosial.  
15.  Jelaskan salah satu contoh beserta tokoh penemuan-penemuan baru dinegara mana saja yang terjadi perubahan sosial pada masa sejarah revolusi industry ?
Jawaban :
Revolusi di Inggris disebabkan Inggris memiliki modal yang cukup untuk mengembangkan industrinya. Modal itu digunakan selain untuk biaya produksi dan penggajian pegawai, juga setiap industry di Inggris menyisakan sebagian dananya untuk riset. Dengan demikian, perkembangan iptek menjadi sejalan dengan perkembangan industry. Apalagi para bangsawan Inggris pun mendukung usaha pengembangan ilmu pengetahuan. Pengembangan iptek tersebut mendorong pemerintah untuk mengembangkan dunia pendidikan, sehingga Inggris memiliki cukup tenaga ahli yang diperlukan bagi industry-industrinya. Penemuan besar awal revolusi industry adalah mesin uap oleh James Watt (1796) yang dapat menentukan perkembangan industry modern. Mula-mula mesin uap digunakan untuk pabrik-pabrik tekstil kemudian berkembang sebagai alat angkutan. Seperti yang dikembangkan oleh Richard Trevithick (1804) yang menemukan mesin lokomotif yang digerakkan dengan mesin uap. Selanjutnya mesin ini dilanjutkan atau disempurnakan oleh George Stephenson (1819). Sebenarnya sebelum mesin uap ditemukan, pada tahun 1762, James Hargreaves menemukan sebuah mesin tenun yang disebut spinning jenny selanjutnya disempurnakan lagi oleh John Kay dan Richard Arkwright (1768) menjadi mesin tenun yang bekerja sendiri.  
16.  Menurut Emitual Etzioni berpendapat bahwa mewujudkan perubahan sosial, maka diperlukan masa yakni masa moral, masa kalkulatif, masa alianatif. Menurut anda dari ketiga masa tersebut mana yang lebih paling berpotensi untuk melakukan suatu perubahan sosial ?
Jawaban :
Menurut saya dari ketiga masa tersebut yang paling berpotensi ialah masa kalkulatif, karena hal ini mengingat bahwa dimanapun perubahan sosial terjadi, biasanya memang terjadi dikota ataupun ibu kota. Dan masa ini diperebutkan oleh berbagai macam ideology. Perubahan sosial dalam hal ini merupakan merubah massa moral dan alienatif menjadi masa kalkulatif dan mengalahkannya pada perubahan masyarakat yang bersikap kritis terhadap kondisi empirik yang dihadapinya.   
17.  Bagaimana hubungan sekolah dengan komunitas, apakah sangat penting bagi lingkungan sekolah sendiri ?
Jawaban :
Sebetulnya hubungan sekolah dengan komunitas memiliki berbagai corak. Sekolah luar kota, biasanya hubungan komunitas didesa dengan sekolah secara tradisi adalah akrab. Penduduk desa biasanya bersedia untuk bekerjasama dengan pihak sekolah dalam menjalankan berbagai kegiatan seperti gotong royong, dan seterusnya. Penduduk desa misalnya akan beramai-ramai datang ke sekolah untuk menyambut pejabat yang datang kesekolahnya. Namun mulai dengan adanya perubahan zaman seperti ini sudah mulai terlihat kerengganggan hubungan antara komunitas dengan sekolah. Tidak semuanya mengalami seperti itu, hanya dibeberapa daerah maupun dikota-kota, komunitas setempat tidak lagi mempunyai hubungan yang dekat dengan pihak sekolah. Fenomena ini memang sudah tidak asing lagi pada zaman sekarang, karena dikota mempunyai komunitas yang heterogen dan mengalami perubahan yang sangat cepat. Dan hubungan ini pun harus dibina, pembinaan hubungan dengan komunitas dapat behasil oleh kepemimpinan sekolah. Pimpinan sekolah sepatutnya tidak mengasingkan sekolah dari lingkungannya.  
18.  Mengapa peran dan fungsi dewan pendidikan dan komite sekolah tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan manajemen pendidikan ditingkat sekolah ?
Jawaban :
Alasannya mungkin ada beberapa aspek manajemen yang secara langsung dapat diserahkan sebagai urusan yang menjadi kewenangan tingkat sekolah sebagai berikut :
1.      Menetapkan visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan tata tertib sekolah. Urusan ini amat penting sebagai modal dasar yang harus dimiliki sekolah. Setiap sekolah seyogyanya telah dapat menyusun dan menetapkan sendiri visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan tata tertib sekolah. Ini merupakan bukti kemandirian awal yang harus ditunjukkan oleh sekolah. Jika masa lalu sekolah lebih dipandang sebagai lembaga birokrasi yang selalu menunggu perintah dan petunjuk dari atas, dalam era otonomi daerah ini sekolah harus telah memiliki kesadaran untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Sudah barang tentu, sekolah harus menjalin kerjasama sebaik mungkin dengan orangtua dan masyarakat sebagai mitra kerjanya. Bahkan dalam menyusun program kerjanya, sebagai penjabaran lebih lanjut dari visi, misi, strategi, dan tujuan sekolah tersebut, orangtua dan masyarakat yang tergabung dalam Komite Sekolah, serta seluruh warga sekolah harus dilibatkan secara aktif dalam menyusun program kerja sekolah, dan sekaligus lengkap dengan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
2.      Memiliki kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai dengan ruang kelas yang tesedia, fasilitas yang ada, jumlah guru, dan tenaga administratif yang dimiliki. Berdasarkan sumber daya pendukung yang dimilikinya, sekolah secara bertanggung jawab harus dapat menentukan sendiri jumlah siswa yang akan diterima, syarat siswa yang akan diterima, dan persyaratan lain yang terkait. Sudah barang tentu, beberapa ketentuan yang ditetapkan oleh dinas pendidikan kabupaten atau kota perlu mendapatkan pertimbangan secara bijak.
3.      Menetapkan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang akan diadakan dan dilaksanakan oleh sekolah. Dalam hal ini, dengan mempertimbangkan kepentingan daerah dan masa depan lulusannya, sekolah perlu diberikan kewenangan untuk melaksanakan kurikulum nasional dengan kemungkinan menambah atau mengurangi muatan kurikulum dengan meminta pertimbangan kepada Komite Sekolah. Kurikulum muatan lokal, misalnya dalam mengambil kebijakan untuk menambah mata pelajaran seperti Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya, komputer, dsb. Sudah barang tentu, kebijakan itu diambil setelah meminta pertimbangan dari Komite Sekolah, termasuk resiko anggaran yang diperlukkan untuk itu. Dalam kaitannya dengan penetapan kegiatan ekstrakurikuler, sekolah juga harus meminta pendapat siswa dalam menentukan kegiatan ekstrakurikuler yang akan diadakan oleh sekolah. Oleh karena itu sekolah dapat melakukan pengelolaan biaya operasio-nal sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah Kabupaten atau Kota maupun dari masyarakat secara mandiri. Untuk mendukung program sekolah yang telah disepakati oleh Komite Sekolah diperlukan ketepatan waktu dalam pencairan dana dari pemerintah kabupaten atau kota. Oleh kaarena itu praktik birokrasi yang menghambat kegiatan sekolah harus dikurangi.
4.      Pengadaan sarana dan prasana pendidikan, termasuk buku pelajaran dapat diberikan kepada sekolah, dengan memperhatikan standar dan ketentuan yang ada. Misalnya, buku murid tidak seenaknya diganti setiap tahun oleh sekolah, atau buku murid yang akan dibeli oleh sekolah adalah yang telah lulus penilaian, dsb. Pemilihan dan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah dapat dilaksanakan oleh sekolah, dengan tetap mengacu kepada standar dan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atau provinsi dan kabupaten/kota.
5.      Penghapusan barang dan jasa dapat dilaksanakan sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah, provinsi, dan kabupaten. Yang biasa terjadi justru, karena kewenangan penghapusan itu tidak jelas, barang dan jasa yang ada di sekolah justru tidak pernah dihapuskan, meskipun ternyata barang dan jasa itu sama sekali telah tidak berfungsi atau malah telah tidak ada barangnya.
6.      Proses pengajaran dan pembelajaran. Ini merupakan kewenangan profesional sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan sekolah. Kepala sekolah dan guru secara bersama-sama merancang proses pengajaran dan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan lancar dan berhasil. Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan direkomendasikan sebagai model pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh sekolah. Pada masa sentralisasi pendidikan, proses pembelajaran pun diatur secara rinci dalam kurikulum nasional. Dalam era otonomi daerah, kurikulum nasional sedang dalam proses penyempurnaan menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK).  Dengan KBK ini, diharapkan para guru tidak akan terpasung lagi kreativitasnya dalam melaksanakan dan mengembangkan kurikulum.
7.      urusan teknis edukatif yang lain sejalan dengan konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) merupakan urusan yang sejak awal harus menjadi tanggung jawab dan kewenagan setiap satuan pendidikan.
19.  Bagaimana peranan sekolah serta masyarakat dalam pendidikan ?
Jawaban :
Sebetulnya banyak sekali jenis-jenis dukungan masyarakat pada sekolah. Namun sampai sekarang dukungan tersebut lebih banyak pada bidang fisik dan materi, seperti membantu pembangunan gedung, merehab sekolah, memperbaiki genting, dan lain sebagainya. Masyarakat juga dapat membantu dalam bidang teknis edukatif antara lain menjadi guru bantu, sumber informasi lain, guru pengganti, mengajar kebudayaan setempat, keterampilan tertentu, atau sebagai pengajar tradisi tertentu. Namun demikian, hal tersebut belumlah terwujud karena berbagai alasan. Pada dasarnya masyarakat baik yang mampu maupun yang tidak mampu, golongan atas, menengah maupun yang bawah, memiliki potensi yang sama dalam membantu sekolah yang memberikan pembelajaran bagi anak-anak mereka. Akan tetapi hal ini bergantung pada bagaimana cara sekolah mendekati masyarakat tersebut. Oleh karena itu, sekolah harus memahami cara mendorong peran serta masyarakat agar mereka mau membantu sekolah. Berlangsungnya proses pendidikan disekolah tidak lepas dari pengaruh masyarakat, pengaruh masyarakat yang dimaksud adalah pengaruh sosial budaya dan partisipasinya. Pengaruh sosial budaya biasanya tercermin dalam proses belajar baik yang berkaitan dengan pola aktifitas pendidikan maupun anak didik di dalam proses pendidikan. Nilai sosial budaya masyarakat bisa menjadi penghambat dan pendukung terhadap proses pendidikan. Oleh karena itu usaha pembaharuan terhapat proses pendidikan disekolah, merti memperhitungkan pengaruh sosial budaya dari masyarakat lingkungannya. Pengaruh dan peranan masyarakat terhadap sekolah dapat kita simpulkan sebagai berikut:
·         Sebagai arah dalam menentukan tujuan.
·         Sebagai masukan dalam menentukan proses belajar mengajar.
·         Sebagai sumber belajar.
·         Sebagai pemberi dana dan fasilitas lainnya.
·         Sebagai laboratorium guna pengembangan dan penelitian sekolah.

20.                                         
Sekolah
 
Dampak pada masyarakat
 
              kontak atau tindakan








 
          Morfogenis
          Atau
         morfostatis                                 Umpan Balik
Jelaskan gambar yang ada diatas mengenai pola hubungan sekolah sebagai system sosial ?
Jawaban :
Gambar diatas menjelaskan bahwa pola hubungan antara sekolah dengan system lain diwarnai dan diisi dengan informasi-informasi yang berarah timbale balik. Mekanisme umpan balik berpengaruh pada kehidupan sekolah, baik berupa perubahan maupun justru pemantapan struktur dan interaksi yang telah ada. Menurut istilah Buckley (1967), mekanisme umpan balik itu bersifat morfogenis (menimbulkan perubahan) atau memperkuat struktur dan interaksi yang telah ada. Sebagaimana yang kita ketahui dalam penjelasan di buku “Interpretasi Sosiologi dalam Pendidikan”, kegiatan pendidikan disekolah, cepat atau lambat akan mempunyai dampak terhadap masyarakat. Input atau umpan balik itu dapat berupa dorongan bagi sekolah untuk mengadakan perubahan pada struktur atau interaksi edukatif didalamnya atau mempertahankan yang telah ada. Umpan balik yang menimbulkan perubahan disebut morfogenis, sedang yang mendorong untuk mempertahankan corak struktur dan interaksi yang telah ada disebut morfostatis.