1.
Pendidikan penelitian dan penulisan
sejarah pendidikan dalam perspektif modern penyajiannya tidak semata-mata
kronologis-diakronis tetapi lebih pada pendekatan interdisipliner, komparatif,
dan problematika. Jelaskan maksud dari pernyataan tersebut ?
Jawaban :
Pada hakikatnya
penulisan sejarah pendidikan dalam perspektif modern tidak semata-mata
berdasarkan kronologis –
diakronis.Karena bagaimana pun juga untuk menulis suatu rangkaian peristiwa
apalagi itu yang menyangkut dengan pendidikan membutuhkan cabang lain yang
akhirnya dapat membuahkan suatu pemikiran yang kritis dan analitis lebih dalam
tentang surmasalahan yang diangkat, dimana masih ada hal lain yang dibutrtuhkan
untuk penulisan sejarah pendidikan dalam perspektif modern tersebut,seperti halnya
membutuhkan pendekatan interdisipliner,pendekatan komparatif juga pendekatan
problematik. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan semuanya saling berkaitan
satu sama lain seperti halnya lingkaran.
Pendekatan
Interdisipliner sendiri jika digunakan dalam penulisan sejarah pendidikan akan
membuka gerbang pemikiran yang baru dimana ditinjaunya bukan dari satu cabang
ilmu sosial tapi ditinjau dari beberapa cabang ilmu sosial yang lainnya
sehingga hal ini akan menumbuhkan suatu kepekaan dan daya pikir yang kritis
dalam menyikapi topic yang dibahas tersebut.Misalkan contohnya adalah :
“Pengaruh pemikiran Sayyid Ahmad Khan 1817-1898 di India “ jika ditinjau hanya
berdasarkan kronologis-diakronis mungkin tidak akan berkembang sampai pada hal
terkecil karena ruang lingkupnya hanya berdasarkan urutan waktu suatu peristiwa
saja.
Namun, jika ditinjau
berdasarkan pendekatan interdisipliner,komparatif apalagi problematic maka akan
menumbuhkan suatu analitis yang tajam yang berupaya untuk memecahkan kasus yang
sedang dikaji lebih dalam, seperti halnya kala menggunakan pendekatan
problematic maka akan dikaji dengan lebih lengkap permasalahana pa yang kiranya
membuat seorang Sayyid Ahmad Khan berani melakukan suatu perubahan pendidikan
di India, hingga akhirnya kemudian mencari solusi yang tepat untuk permasalahan
tersebut meski pada dasarnya semua itu sudah menjadi sebuah catatn sejarah
.Permasalahan eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini sesungguhnya sangat
komplek. Hal ini dikarenakan oleh kenyataan kompleksnya dimensi-dimensei
eksternal pendidikan itu sendiri. Dimensi-dimensi eksternal pendidikan meliputi
dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan bahkan juga dimensi global. Dari
berbagai permasalahan pada dimensi eksternal pendidikan di Indonesia dewasa
ini, makalah ini hanya akan menyoroti dua permasalahan, yaitu permasalahan
globalisasi dan permasalahan perubahan sosial.
Permasalahan
globalisasi menjadi penting untuk disoroti, karena ia merupakan trend abad
ke-21 yang sangat kuat pengaruhnya pada segenap sector kehidupan, termasuk pada
sektor pendidikan. Sedangakan permasalah perubahan social adalah masalah
“klasik” bagi pendidikan, dalam arti ia selalu hadir sebagai permasalahan
eksternal pendidikan, dan karenya perlu dicermati. Kedua permasalahan tersebut
merupakan tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan, jika pendidikan
ingin berhasil mengemban misi (amanah) dan fungsinya berdasarkan paradigma
etika masa depan.
Hal ini tentu saja
menyarankan bahwa pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan tidak
bisa dilakukan secara parsial atau hanya berdasarkan suatu kronologis atau
diakronis saja, namun harus menggunakan pendekatan(interdisipliner,komparatif
dan problematika) yang merupakan pendekatan terpadu. Bagaimanapun jua
permasalahan-permasalahan tersebut merupakan daftar lengkap yang harus dikaji .
2.
Jelaskan makna filosofi UU nomor 14
tahun 2005, tentang guru dan dosen ?
Jawaban :
UU Nomor 14 Tahun 2005 pada
pasal 8 yang berbunyi bahwa “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Guru merupakan pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dosen
adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Peran dan
tugas seorang guru dan dosen dalam pendidikan sangat penting dalam mewujudkan
tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan anak bangsa didik kita suatu
kelak nanti.
Mereka juga tidak hanya berinteraksi
dengan anak didiknya tetapi berinteraksi dengan warga setempat yang tinggal di
lingkungan tersebut. Guru dan dosen sama-sama mempunyai jabatan sebagai guru
untuk membimbing dan mengarahkan peserta didik dan mengajarkan nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat maupun di sekitar lingkungan
sekolahnya. Oleh karena itu, guru dan
dosen harus memberikan yang terbaik bagi peserta didiknya untuk menjadi orang
yang berguna dan mengabdi kepada bangsa dan negara.
3. Buatlah
sintesa terhadap tujuan pendidikan nasional sejak proklamasi kemerdekaan sampai
dengan Undang-undang Sisdiknas 2003 ?
Jawaban
:
Pendidikan nasional
sejak proklamasi kemerdekaan memiliki arti bahwa Pendidikan merupakan suatu poroses upaya yang
dilakukan secara sadar untuk selalu meningkatkan nilai perilaku individu
masyarakat, dari keadaan tertentu ke suatu keadaan yang lebih baik. Melalui
UUSPN tahun 2003 pemerintah mendefinisikan mengatakan bahwa “Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.Pendidikan, ditinjau dari segi kelembagaan
merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa sub-sistem antara lain:
pendidik, peserta didik, kurikulum dan metode pembelajaran; Ditinjau dari segi
pelaksanaan, pendidikan termasuk ke dalam sistem terbuka (Tatang M. Amirin,
1986) yang senantiasa mengadakan kontak atau hubungan dengan sistem-sistem lain
yang ada di lingkungannya. Ditinjau dari segi historis, proses pendidikan terjadi
dari unit yang paling kecil pada suatu masyarakat yaitu antara istri dan suami
atau antara orangtua dengan anak-anaknya di dalam keluarga kemudian berproses
sehingga terjadi pada keluarga yang lebih besar yang terdiri dari kakek, nenek,
paman, bibi dan beberapa anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga
besar. Pada proses berikutnya, pendidikan terjadi di lingkungan masyarakat
terbatas sampai ke bentuk masyarakat yang terorganisasi yaitu bangsa dan
negara. Dari segi historis inilah sehingga para ahli pendidikan mengklasifikasi
ke dalam tiga bentuk yaitu pendidikan informal (bentuk pendidikan yang
diselenggarakan di lingkungan keluarga), pendidikan nonformal (bentuk
pendidikan yang diselenggarakan di dan oleh masyarakat) dan pendidikan formal
yaitu bentuk pendidikan yang diselenggarakan atau diadakan oleh pemerintah atas
dukungan keluarga dan masyarakat. Dalam prakteknya, bentuk pendidikan yang
dianggap baik oleh suatu masyarakat kecil sekalipun adalah tergantung kepada
sistem nilai yang berlaku di lingkungan masyarakat tersebut jika suatu
masyarakat mengakui bahwa, keputusan yang terbaik adalah hasil keputusan dari
seorang Bapak atau man power maka dalam masyarakat tersebut, semua jenis
keputusannya harus ditentukan atau diputuskan oleh bapak dan dianggap tidak
patut jika ada keputusan yang ditentukan oleh orang atau anggota masyarakat
lain. Bentuk pendidikan semacam ini biasanya dilaksanakan di beberapa lembaga
pendidikan Islam luar sekolah seperti Majlis Ta’lim (tempat belajar orang
dewasa, adult system education), pembimbingan dan pengajaran dasar-dasar
al-Quran yang berlangsung di “madrasah-masjid”.
Pendidikan Islam yang
dilaksanakan di Madrasah Diniyah (sekolah keagamaan) maupun di Pondok
Pesantren, lebih cocok dikategorikan ke dalam bentuk pendidikan indoktrinasi.
Sedangkan pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan keluarga, termasuk ke
dalam bentuk pendidikan penokohan sebagaimana yang telah terjadi di beberapa
pondok pesantren tradisional.Upaya untuk memperbaiki dan merawat pendidikan
yang tengah berlangsung di lingkungan keluarga atau masyarakat di atas, perlu
diketahui dan dipahami terlebih dahulu nilai-nilai dasar yang telah berlaku.
Setelah itu kemudian diprediksi pola pikir bagaimana yang seharusnya diterapkan
pada keluarga dan masyarakat itu. Begitu juga berlaku pada bentuk bimbingan
yang terjadi di rumah dan di sekolah. Pembangunan nasional merupakan usaha
bangsa Indonesia dalam mencapai suatu kondisi kehidupan yang lebih baik dan
maju dari keadaan sebelumnya. Keberadaan kehidupan masyarakat Indonesia
kisarannya adalah masalah sosial, ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan,
keagamaan, kebudayaan dan keamanan. Meskipun hingga kabinet Gus Dur,
pembangunan nasionalnya masih menitik beratkan kepada pembangunan dalam bidang
ekonomi, akan tetapi hal ini pertimbangannya adalah semata-mata karena bersifat
strategis yang pada hakekatnya tujuan pembangunan nasional di dalam GBHN 1999
adalah, “Mewujudkan kehidupan yang
demokratis, berkeadilan sosial, melindungi hak azasi manusia, menegakkan
supremasi hukum dalam tatanan masyarakat dan bangsa yang beradab, berakhlaq
mulia, mandiri, bebas, maju dan sejahtera untuk kurun waktu lima tahun ke depan”. Pernyataan di atas
menunjukkan bahwa, faktor sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor pemegang
kunci terhadap sukses atau tidaknya pembangunan nasional. Sesungguhnya tujuan
pembangunan nasional merupakan realisasi dari tujuan pendidikan nasional
sebagaimana tercantum di dalam UUSPN 1989 yaitu, “Meningkatkan kualitas manusia
Indonesia seutuhnya yaitu, manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, sehat jasmani dan rohani, memiliki ilmu
pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian, berdisiplin, bertanggungjawab
kemasyarakatan dan bangsa”. Di samping itu, pendidikan nasional seyoginya mampu
menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta kepada tanah air, mempertebal semangat
kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Karena itu dikembangkan suasana
belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri bagi setiap
peserta didik serta sikap perilaku yang innovatif dan kreatif.
Dengan demikian,
pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang
dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa. Singkatnya, pendidikan nasional adalah sub-sistem
pembangunan nasional yang mengarah kepada tercapainya tujuan pembangunan
nasional.
Sedangkan yang saya
baca dalam sebuah artikel (entah apa nama web nya lupa lagi), system pendidikan
dari masa ke masa mengalami perubahan sedemikian rupa sama halnya dengan pada
zaman dulu adanya pergantian kabinet-kabinet. Bahwa system pendidikan nasional tampak adanya
peraturan dari UU No. 4/1950 jo UU No. 12/1954 masih belum terintegratif
dan utuh. Sistem pendidikan nasional yang terintegratif dan utuh mulai muncul
pada UU NO. 2/1989, namun pada undang-undang ini hakikat pendidikan yang
menghargai keragaman belum terakomodasi. Sistem pendidikan nasional menurut UU
NO. 2/1989 masih bersifat sentralistik. Bangun sistem pendidikan nasional
paling komprehensif dan desentralistik sudah terlihat pada UU No. 20/2003.
Undang-undang ini sangat kuat, karena pada tahun yang sama UUD 1945 juga
diamandemen dan hasilnya menempatkan pendidikan pada posisi sangat penting,
alokasi anggaran pendidikan diamanatkan minimal 20% dari APBN. Namun demikian,
pelaksanaannya sampai tahun kelima (2008) masih belum sempurna. Alokasi
anggaran pendidikan masih kurang dari 20% dari APBN. Sinkronisasi peraturan
pelaksanaan UU No. 20/2003 masih belum sempurna, bahkan ada yang
bertentangan. Hal tersebut misalnya tampak dari masih dilaksanakannya
ujian nasional untuk standarisasi evaluasi hasil belajar. Yang tahu hasil
belajar siswa dalam kesehariannya hanya guru yang bisa menilai bukan pemerintah
yang seenaknya melaksanakan standar kelulusan dengan cara UN.
4.
Buatlah analisis mengenai salah satu
permasalahan pendidikan yang ada pada masa kini bila dikaitkan dengan
pencapaian tujuan pendidikan Sisdiknas 2003, dan bagaimana pemecahannya untuk
mengatasi permasalahan tersebut ?
Jawaban :
Pengertian
Pendidikan
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik
yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare,
yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa
waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung
yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau
mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti
pengolahan, mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan
dan watak, mengubah kepribadian sang anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara
dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar
Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi
pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup
yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan yaitu tuntutan di
dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia
dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya. Menurut
UU Nomor 2 Tahun 1989, Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya
di masa yang akan datang. Menurut UU No. 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara.
Permasalahan
Pendidikan pada masa kini
Permasalahan pendidikan
di Indonesia pada masa kini itu merupakan masalah atau yang diresahkan oleh
peserta didik kita menghadapi Ujian Nasional yang katanya nilainya dibatasi
antara empat atau 5, 00. Yang satu lagi kemungkinan sarana dan prasarana atau
kualitas pendidikan di Indonesia yang kurang memadai. Sarana pembelajaran juga
turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama
penduduk yang berlatar belakang kurang mampu dalan hal membiayai pendidikan
yang semakin mahal. Sesuai dengan zamannya dunia pendidikan selalu berubah-ubah
begitu pun dengan permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia. Penyebab rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas
Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif merupakan suatu
pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan
demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat
meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah.
Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah
satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan
pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak
tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang
jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika
kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan
tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Dalam pendidikan di sekolah menengah misalnya,
seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti
program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah
jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan
bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan
sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya
efektifitas pendidikan di Indonesia.
2. Efisiensi
Pengajaran Di Indonesia
Efisien ialah bagaimana
menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’.
Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk
memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Beberapa masalah
efisiensi pengajaran di
Indonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam
proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang
efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam
peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah
menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia
relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak
mengambil sitem free cost education.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia,
masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita
lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika
dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya,
ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan
diakhiri sampai pukul 16.00. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami
amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang
menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga
pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas
juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena
peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi
pendidikan formal yang dinilai kurang.
Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan
kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang
menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya
mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan
sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi
yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga
kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara
pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang
juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika
terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung
menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
3.
Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita
ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan
diambil.Dunia pendidikan terus berubah. Kompetensi yang dibutuhkan oleh
masyarakat terus-menerus terbunah apalagi di
dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompeten di-kompetensi
yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi
standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi
dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap
standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi
di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk
melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi
Nasional Pendidikan (BSNP).
Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk
meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengungkapan adanya
bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh
standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan
tersebut.
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan
kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam
kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya
sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah
evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik
mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang
dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa
tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi
3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti
oleh peserta didik.
Bila di hubungkan dengan tujuan
pendidikan Sisdiknas 2003, saya kira sangat berpotensi dan berkembang untuk
menjadi seorang peserta didik yang handal dan membuktikan keseluruh dunia bahwa
Indonesia lebih hebat bisa mandiri dan berkreatif, apalagi masalah yang
dihadapi di Indonesia dalam pendidikan juga belum selesai, apa yang sudah di
jelaskan di atas. Mungkin apa yang dijelaskan dalam UU Sisdiknas 2003
tergantung peserta didik yang menerima semua pelajaran yang sudah dipelajari
oleh gurunya. Tapi pada zaman sekarang peserta didik itu sudah pintar-pintar
dan kreatif dalam membuat sebuah karyanya yang lebih bagus seperti sekolah SMK
yang pernah diberitakan di Bandung membuat sebuah karya yaitu pesawat.
Tujuan
Pendidikan Sisdiknas 2003
Rumusan
tujuan pendidikan nasional yang terbaru dapat dibaca dalam USU NO. 20 tahun
2003 Bab II pasal 3 dari UU sisdiknas hasil revisi tahun 2010, yang menegaskan
bahwa:
“Pendidikan
Nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokrasi serta
bertanggung jawab”.
Solusinya
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis
besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi
dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan.
Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang
diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam
konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip
antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik,
termasuk pendanaan pendidikan. Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang
menyangkut perihal pembiayaan seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan
guru, dan mahalnya biaya pendidikan berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada.
Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam
atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini
wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan
bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang
menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini
misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi
untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk
meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di
samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan
membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan
memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya
prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan
kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana
pendidikan, dan sebagainya. (Meilanikasim : 2009)
Sumber rujukan
Garis
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Penjelasannya, Jakarta : 1999
Harlod
G, Shane.1984. Arti Pendidikan bagi Masa
Depan. Jakarta: Rajawali Pers.
Koentjoeroningrat.
1987. Aspek Manusia dalam Penelitian
Masyarakat. Gramedia. Jakarta
[ ______ ]. [____]. Peranan Guru dalam Pendidikan. Tersedia : [online] http://www.scribd.com/doc/23955779/Peranan-Guru-Dalam-Pendidikan [ 15 Juni 2012]
Gumono.
2010. Undang-Undang Sisdiknas dari Masa
ke Masa. Tersedia : [online] http://gumonounib.wordpress.com/2010/06/23/undang-undang-sisdiknas-dari-masa-ke-masa/ [15 Juni 2012]
Meilanikasim.
2009. Makalah Masalah Pendidikan di
Indonesia. Tersedia: [online] http://meilanikasim.wordpress.com/2009/03/08/makalah-masalah-pendidikan-di-indonesia/ [15 Juni 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar