Jumat, 27 Desember 2013

Sejarah Pendidikan


1.      Pendidikan penelitian dan penulisan sejarah pendidikan dalam perspektif modern penyajiannya tidak semata-mata kronologis-diakronis tetapi lebih pada pendekatan interdisipliner, komparatif, dan problematika. Jelaskan maksud dari pernyataan tersebut ?
Jawaban :
Pada hakikatnya penulisan sejarah pendidikan dalam perspektif modern tidak semata-mata berdasarkan  kronologis – diakronis.Karena bagaimana pun juga untuk menulis suatu rangkaian peristiwa apalagi itu yang menyangkut dengan pendidikan membutuhkan cabang lain yang akhirnya dapat membuahkan suatu pemikiran yang kritis dan analitis lebih dalam tentang surmasalahan yang diangkat, dimana masih ada hal lain yang dibutrtuhkan untuk penulisan sejarah pendidikan dalam perspektif modern tersebut,seperti halnya membutuhkan pendekatan interdisipliner,pendekatan komparatif juga pendekatan problematik. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan semuanya saling berkaitan satu sama lain seperti halnya lingkaran.
Pendekatan Interdisipliner sendiri jika digunakan dalam penulisan sejarah pendidikan akan membuka gerbang pemikiran yang baru dimana ditinjaunya bukan dari satu cabang ilmu sosial tapi ditinjau dari beberapa cabang ilmu sosial yang lainnya sehingga hal ini akan menumbuhkan suatu kepekaan dan daya pikir yang kritis dalam menyikapi topic yang dibahas tersebut.Misalkan contohnya adalah : “Pengaruh pemikiran Sayyid Ahmad Khan 1817-1898 di India “ jika ditinjau hanya berdasarkan kronologis-diakronis mungkin tidak akan berkembang sampai pada hal terkecil karena ruang lingkupnya hanya berdasarkan urutan waktu suatu peristiwa saja.
Namun, jika ditinjau berdasarkan pendekatan interdisipliner,komparatif apalagi problematic maka akan menumbuhkan suatu analitis yang tajam yang berupaya untuk memecahkan kasus yang sedang dikaji lebih dalam, seperti halnya kala menggunakan pendekatan problematic maka akan dikaji dengan lebih lengkap permasalahana pa yang kiranya membuat seorang Sayyid Ahmad Khan berani melakukan suatu perubahan pendidikan di India, hingga akhirnya kemudian mencari solusi yang tepat untuk permasalahan tersebut meski pada dasarnya semua itu sudah menjadi sebuah catatn sejarah .Permasalahan eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini sesungguhnya sangat komplek. Hal ini dikarenakan oleh kenyataan kompleksnya dimensi-dimensei eksternal pendidikan itu sendiri. Dimensi-dimensi eksternal pendidikan meliputi dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan bahkan juga dimensi global. Dari berbagai permasalahan pada dimensi eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini, makalah ini hanya akan menyoroti dua permasalahan, yaitu permasalahan globalisasi dan permasalahan perubahan sosial.
Permasalahan globalisasi menjadi penting untuk disoroti, karena ia merupakan trend abad ke-21 yang sangat kuat pengaruhnya pada segenap sector kehidupan, termasuk pada sektor pendidikan. Sedangakan permasalah perubahan social adalah masalah “klasik” bagi pendidikan, dalam arti ia selalu hadir sebagai permasalahan eksternal pendidikan, dan karenya perlu dicermati. Kedua permasalahan tersebut merupakan tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan, jika pendidikan ingin berhasil mengemban misi (amanah) dan fungsinya berdasarkan paradigma etika masa depan.
Hal ini tentu saja menyarankan bahwa pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan tidak bisa dilakukan secara parsial atau hanya berdasarkan suatu kronologis atau diakronis saja, namun harus menggunakan pendekatan(interdisipliner,komparatif dan problematika) yang merupakan pendekatan terpadu. Bagaimanapun jua permasalahan-permasalahan tersebut merupakan daftar lengkap yang harus dikaji .
2.      Jelaskan makna filosofi UU nomor 14 tahun 2005, tentang guru dan dosen ?
Jawaban :
UU Nomor 14 Tahun 2005 pada pasal 8 yang berbunyi bahwa “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Peran dan tugas seorang guru dan dosen dalam pendidikan sangat penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan anak bangsa didik kita suatu kelak nanti.
Mereka juga tidak hanya berinteraksi dengan anak didiknya tetapi berinteraksi dengan warga setempat yang tinggal di lingkungan tersebut. Guru dan dosen sama-sama mempunyai jabatan sebagai guru untuk membimbing dan mengarahkan peserta didik dan mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat maupun di sekitar lingkungan sekolahnya.  Oleh karena itu, guru dan dosen harus memberikan yang terbaik bagi peserta didiknya untuk menjadi orang yang berguna dan mengabdi kepada bangsa dan negara.
3.      Buatlah sintesa terhadap tujuan pendidikan nasional sejak proklamasi kemerdekaan sampai dengan Undang-undang Sisdiknas 2003 ?
Jawaban :                
Pendidikan nasional sejak proklamasi kemerdekaan memiliki arti bahwa  Pendidikan merupakan suatu poroses upaya yang dilakukan secara sadar untuk selalu meningkatkan nilai perilaku individu masyarakat, dari keadaan tertentu ke suatu keadaan yang lebih baik. Melalui UUSPN tahun 2003 pemerintah mendefinisikan mengatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Pendidikan, ditinjau dari segi kelembagaan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa sub-sistem antara lain: pendidik, peserta didik, kurikulum dan metode pembelajaran; Ditinjau dari segi pelaksanaan, pendidikan termasuk ke dalam sistem terbuka (Tatang M. Amirin, 1986) yang senantiasa mengadakan kontak atau hubungan dengan sistem-sistem lain yang ada di lingkungannya. Ditinjau dari segi historis, proses pendidikan terjadi dari unit yang paling kecil pada suatu masyarakat yaitu antara istri dan suami atau antara orangtua dengan anak-anaknya di dalam keluarga kemudian berproses sehingga terjadi pada keluarga yang lebih besar yang terdiri dari kakek, nenek, paman, bibi dan beberapa anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga besar. Pada proses berikutnya, pendidikan terjadi di lingkungan masyarakat terbatas sampai ke bentuk masyarakat yang terorganisasi yaitu bangsa dan negara. Dari segi historis inilah sehingga para ahli pendidikan mengklasifikasi ke dalam tiga bentuk yaitu pendidikan informal (bentuk pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan keluarga), pendidikan nonformal (bentuk pendidikan yang diselenggarakan di dan oleh masyarakat) dan pendidikan formal yaitu bentuk pendidikan yang diselenggarakan atau diadakan oleh pemerintah atas dukungan keluarga dan masyarakat. Dalam prakteknya, bentuk pendidikan yang dianggap baik oleh suatu masyarakat kecil sekalipun adalah tergantung kepada sistem nilai yang berlaku di lingkungan masyarakat tersebut jika suatu masyarakat mengakui bahwa, keputusan yang terbaik adalah hasil keputusan dari seorang Bapak atau man power maka dalam masyarakat tersebut, semua jenis keputusannya harus ditentukan atau diputuskan oleh bapak dan dianggap tidak patut jika ada keputusan yang ditentukan oleh orang atau anggota masyarakat lain. Bentuk pendidikan semacam ini biasanya dilaksanakan di beberapa lembaga pendidikan Islam luar sekolah seperti Majlis Ta’lim (tempat belajar orang dewasa, adult system education), pembimbingan dan pengajaran dasar-dasar al-Quran yang berlangsung di “madrasah-masjid”.
Pendidikan Islam yang dilaksanakan di Madrasah Diniyah (sekolah keagamaan) maupun di Pondok Pesantren, lebih cocok dikategorikan ke dalam bentuk pendidikan indoktrinasi. Sedangkan pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan keluarga, termasuk ke dalam bentuk pendidikan penokohan sebagaimana yang telah terjadi di beberapa pondok pesantren tradisional.Upaya untuk memperbaiki dan merawat pendidikan yang tengah berlangsung di lingkungan keluarga atau masyarakat di atas, perlu diketahui dan dipahami terlebih dahulu nilai-nilai dasar yang telah berlaku. Setelah itu kemudian diprediksi pola pikir bagaimana yang seharusnya diterapkan pada keluarga dan masyarakat itu. Begitu juga berlaku pada bentuk bimbingan yang terjadi di rumah dan di sekolah. Pembangunan nasional merupakan usaha bangsa Indonesia dalam mencapai suatu kondisi kehidupan yang lebih baik dan maju dari keadaan sebelumnya. Keberadaan kehidupan masyarakat Indonesia kisarannya adalah masalah sosial, ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, keagamaan, kebudayaan dan keamanan. Meskipun hingga kabinet Gus Dur, pembangunan nasionalnya masih menitik beratkan kepada pembangunan dalam bidang ekonomi, akan tetapi hal ini pertimbangannya adalah semata-mata karena bersifat strategis yang pada hakekatnya tujuan pembangunan nasional di dalam GBHN 1999 adalah, “Mewujudkan kehidupan yang demokratis, berkeadilan sosial, melindungi hak azasi manusia, menegakkan supremasi hukum dalam tatanan masyarakat dan bangsa yang beradab, berakhlaq mulia, mandiri, bebas, maju dan sejahtera untuk kurun waktu  lima tahun ke depan”. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa, faktor sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor pemegang kunci terhadap sukses atau tidaknya pembangunan nasional. Sesungguhnya tujuan pembangunan nasional merupakan realisasi dari tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum di dalam UUSPN 1989 yaitu, “Meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya yaitu, manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, sehat jasmani dan rohani, memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian, berdisiplin, bertanggungjawab kemasyarakatan dan bangsa”. Di samping itu, pendidikan nasional seyoginya mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta kepada tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Karena itu dikembangkan suasana belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri bagi setiap peserta didik serta sikap perilaku yang innovatif dan kreatif.
Dengan demikian, pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Singkatnya, pendidikan nasional adalah sub-sistem pembangunan nasional yang mengarah kepada tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Sedangkan yang saya baca dalam sebuah artikel (entah apa nama web nya lupa lagi), system pendidikan dari masa ke masa mengalami perubahan sedemikian rupa sama halnya dengan pada zaman dulu adanya pergantian kabinet-kabinet. Bahwa  system pendidikan nasional tampak adanya peraturan dari UU No. 4/1950 jo UU No. 12/1954 masih belum terintegratif dan utuh. Sistem pendidikan nasional yang terintegratif dan utuh mulai muncul pada UU NO. 2/1989, namun pada undang-undang ini hakikat pendidikan yang menghargai keragaman belum terakomodasi. Sistem pendidikan nasional menurut UU NO. 2/1989 masih bersifat sentralistik. Bangun sistem pendidikan nasional paling komprehensif dan desentralistik sudah terlihat pada UU No. 20/2003. Undang-undang ini  sangat kuat, karena pada tahun yang sama UUD 1945 juga diamandemen dan hasilnya menempatkan pendidikan pada posisi sangat penting, alokasi anggaran pendidikan diamanatkan minimal 20% dari APBN. Namun demikian, pelaksanaannya sampai tahun kelima (2008) masih belum sempurna. Alokasi anggaran pendidikan masih kurang dari 20% dari APBN. Sinkronisasi peraturan pelaksanaan UU No. 20/2003 masih belum sempurna, bahkan ada yang bertentangan.  Hal tersebut misalnya tampak dari masih dilaksanakannya ujian nasional untuk standarisasi evaluasi hasil belajar. Yang tahu hasil belajar siswa dalam kesehariannya hanya guru yang bisa menilai bukan pemerintah yang seenaknya melaksanakan standar kelulusan dengan cara UN.
4.      Buatlah analisis mengenai salah satu permasalahan pendidikan yang ada pada masa kini bila dikaitkan dengan pencapaian tujuan pendidikan Sisdiknas 2003, dan bagaimana pemecahannya untuk mengatasi permasalahan tersebut ?
Jawaban :
Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti pengolahan, mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989, Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Menurut UU No. 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Permasalahan Pendidikan pada masa kini
Permasalahan pendidikan di Indonesia pada masa kini itu merupakan masalah atau yang diresahkan oleh peserta didik kita menghadapi Ujian Nasional yang katanya nilainya dibatasi antara empat atau 5, 00. Yang satu lagi kemungkinan sarana dan prasarana atau kualitas pendidikan di Indonesia yang kurang memadai. Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama penduduk yang berlatar belakang kurang mampu dalan hal membiayai pendidikan yang semakin mahal. Sesuai dengan zamannya dunia pendidikan selalu berubah-ubah begitu pun dengan permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia. Penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1.    Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif merupakan suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Dalam pendidikan di sekolah menengah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.
2.    Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien ialah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Beberapa masalah efisiensi pengajaran di Indonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.
Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
3.    Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.Dunia pendidikan terus berubah. Kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat terus-menerus terbunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompeten di-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengungkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik. Bila di hubungkan dengan tujuan pendidikan Sisdiknas 2003, saya kira sangat berpotensi dan berkembang untuk menjadi seorang peserta didik yang handal dan membuktikan keseluruh dunia bahwa Indonesia lebih hebat bisa mandiri dan berkreatif, apalagi masalah yang dihadapi di Indonesia dalam pendidikan juga belum selesai, apa yang sudah di jelaskan di atas. Mungkin apa yang dijelaskan dalam UU Sisdiknas 2003 tergantung peserta didik yang menerima semua pelajaran yang sudah dipelajari oleh gurunya. Tapi pada zaman sekarang peserta didik itu sudah pintar-pintar dan kreatif dalam membuat sebuah karyanya yang lebih bagus seperti sekolah SMK yang pernah diberitakan di Bandung membuat sebuah karya yaitu pesawat.
Tujuan Pendidikan Sisdiknas 2003
Rumusan tujuan pendidikan nasional yang terbaru dapat dibaca dalam USU NO. 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 dari UU sisdiknas hasil revisi tahun 2010, yang menegaskan bahwa:
“Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokrasi serta bertanggung jawab”.
Solusinya
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan. Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya. (Meilanikasim : 2009)










Sumber rujukan
Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Penjelasannya,  Jakarta : 1999
Harlod G, Shane.1984. Arti Pendidikan bagi Masa Depan. Jakarta: Rajawali Pers.
Koentjoeroningrat. 1987. Aspek Manusia dalam Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta
 [ ______ ]. [____]. Peranan Guru dalam Pendidikan. Tersedia : [online] http://www.scribd.com/doc/23955779/Peranan-Guru-Dalam-Pendidikan [ 15 Juni 2012]
Gumono. 2010. Undang-Undang Sisdiknas dari Masa ke Masa. Tersedia : [online] http://gumonounib.wordpress.com/2010/06/23/undang-undang-sisdiknas-dari-masa-ke-masa/ [15 Juni 2012]
Meilanikasim. 2009. Makalah Masalah Pendidikan di Indonesia. Tersedia: [online] http://meilanikasim.wordpress.com/2009/03/08/makalah-masalah-pendidikan-di-indonesia/ [15 Juni 2012]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar