BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Dunia pendidikan
Indonesia, semakin hari semakin berkembang. Namun, seperti kita ketahui,
perkembangan ini tidak sepadan dengan kualitas pendidikan itu sendiri. Hal ini
mengakibatkan kesenjangan atau ketimpangan di dalam masyarakat Indonesia
seperti kualitas lulusan, kesenjangan antara pendidikan kota dan desa, dan
sebagainya. Selain itu, didalam pendidikan muncul masalah yang tidak dapat
terpisahkan dari pendidikan itu sendiri yang tidak lain adalah bahwa pendidikan
cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial.
Seperti yang kita
ketahui, stratifikasi sosial merupakan pengelompokan terhadap suatu masyarakat
kedalam kelas-kelas tertentu. Dimana pengelompokan ini dapat memperlihatkan
perbedaan status yang ada didalam masyarakat. Scot (Saripudin, 2010: 41)
menjelaskan bahwa setiap sistem stratifikasi sosial akan melahirkan mitos dan
rasionalnya sendiri untuk menerangkan apa sebabnya masyarakat tertentu harus
dianggap lebih tinggi kedudukannya dibandingkan yang lain. Benarkah pendidikan
cenderung menjadi sarana timbulnya srtatifikasi sosial?
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah diuraikan di atas, maka penyusun mencoba mendalami dan mengkaji
permasalahan tersebut dalam makalah yang berjudul “Pendidikan dan Stratifikasi
Sosial”.
2.
Rumusan Masalah
Permasalahan utama
yang kami kaji adalah mengenai “Pendidikan dan Stratifikasi Sosial”. Namun, agar pembahasan tidak meluas, maka penyusun membatasi masalah
dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut,
a.
Apa yang dimaksud
dengan Stratifikasi Sosial dan Pendidikan?
b.
Bagaimana macam-macam
dan tipe stratifikasi sosial?
c.
Bagaimana
faktor-faktor penyebab munculnya stratifiasi sosial?
d.
Bagaimana pengaruh
Stratifikasi Sosial?
e.
Bagaimana hubungan antara
pendidikan dengan Stratifikasi sosial?
3.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah yaitu :
1.
Untuk
mengetahui definisi atau pengertian Stratifikasi Sosial dan Pendidikan.
2.
Untuk
mengetahui macam-macam dan tipe stratifikasi sosial.
3.
Untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor penyebab munculnya stratifiasi sosial?
4.
Untuk
mengetahui
bagaimana pengaruh dari stratifikasi sosial.
5.
Untuk mengetahui keterhubungan antara pendidikan dengan
stratifikasi sosial.
4.
Sistematika
Penulisan
Penulisan ini disusun berdasarkan
sistematika yang telah ditentukan oleh pihak Universitas Pendidikan Indonesia
untuk menyusun karya ilmiah. Adapun sistematika yang akan digunakan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang bagaimana
latar belakang yang diungkapkan penyusun tentang permasalahan yang dibahas. Bab
ini juga terdiri tujuan penelitian dan
sistematika penulisan yang sesuai dengan pedoman karya tulis ilmiah.
BAB II PEMBAHASAN
Bab
ini membahas mengenai rumusan masalah yang telah disusun, yang terbagi kedalam
empat sub bab, yaitu:
a.
Definisi Stratifikasi
Sosial dan Pendidikan,
b.
Macam-macam dan tipe
stratifikasi sosial,
c.
Faktor-faktor penyebab
stratifikasi sosial,
d.
Pengaruh Stratifikasi
Sosial, dan
e.
Hubungan antara
pendidikan dengan Stratifikasi sosial.
BAB
III KESIMPULAN
Dalam
bab ini penyusun mengemukakan bagaimana kesimpulan atas permasalahan yang di ungkap oleh penulis
dalam penulisan makalah ini.
BAB
II
PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL
A.
Pengertian
Pendidikan Dan Stratifikasi Sosial
1.
Pengertian
Pendidikan
Menurut Langeveld,
pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan
kepada anak tertuju pada
pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Sedangkan menurut UU No. 2 Tahun 1989, pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
Dari pegertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif untuk mengembangkan
potensi dirinya agar
memiliki kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diartikan pula
bahwa pendidikan mempunyai fungsi atau kegunaan. Menurut Horton dan Hunt
(Saripudin, 2010: 36) pendidikan mempunyai dua fungsi yakni fungsi manifest dan
fungsi laten. Sebagai fungsi manifest, pendidikan dapat membantu seseorang
untuk dapat mencari
nafkah. Melalui
pendidikan seseorang akan mempunyai keterampilan yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Dan dari keterampilan itulah, ia akan mampu untuk mencari nafkah.
Selain iu pendidikan juga berfungsi sebagai alat untuk melestarikan kebudayaan. Sebagai fungsi
laten, pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk memperpanjang masa
ketidakdwasaan, mengurangi
pengendalian orang tua, dan sebagainya.
Pendidikan adalah suatu lembaga
yang bertujuan untuk mengembangkan potensi setiap peserta didiknya, sehingga
bisa dikatakan bahwa melalui pendidikan lah seseorang bisa memperlihatkan dan
mengembangkan kemampuannya yang
kemudian akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
2. Pengertian
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah
perbedaan penduduk/masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat
(hierarkis). Pitirim A. Sorokin dalam tulisan yang berjudul
Sosial Stratification mengatakan
bahwa sistem lapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum
dalam masyarakat yang hidup teratur. Sedangkan menurut Drs. Robert M.Z. Lawang
stratifikasi sosial adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu
sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi
kekuasaan, privilese dan prestise.
Dari pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
stratifikasi sosial merupakan sebuah pengelompokan masyarakat unuk membedakan
antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya. Didalam masyarakat dasar-dasar pembentukan stratifikasi sosial dilihat dari empat hal.
Pertama dilihat dari ukuran kekayaan. Kekayaan (materi atau
kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam
lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak
mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian
pula sebaliknya, yang tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam
lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk
tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya,
maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
Kedua dilihat dari ukuran kekuasaan dan wewenang. Dalam hal ini jika seseorang mempunyai
kekuasaan atau wewenang paling besar maka, ia akan menempati lapisan teratas
dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran
kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam
masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau
sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
Ketiga dilihat dari ukuran kehormatan.
Disini ukuran
kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan.
Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari
sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada
masyarakat tradisional, biasanya
mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang
tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
Dan keempat, dilihat dari ukuran
ilmu pengetahuan. Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh
anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang
paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem
pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini
biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang
disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor
ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat
negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai
tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha
dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya
dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
B. Macam-Macam atau Jenis-Jenis
Stratifikasi Sosial
Didalam bukunya, Saripudin (2010: 43-47) menyebutkan
bahwa macam-macam stratifikasi sosial terdiri dari beberapa kelompok, antara
lain:
1.
Stratifikasi pada masyarakat pertanian,
dalam masyarakat ini sistem stratifikasi dilihat dari kepemilikan tanah.
2.
Stratifikasi sosial pada masyarakat
feodal, seperti yang kita ketahui feodalisme merupakan sisten sosial politik
yang memberikan kekuasaan yang besar pada golongan bangsawan. Hampir sama
dengan stratifikasi pada masyarakat pertanian, pada masyarakat feodal
stratifikasi sosial dilihat dari kepemilikan tanah yang terdiri dari dua kelas
utama yakni para bangsawan (tuan tanah) dan buruh.
3.
Stratifikasi sosial pada masyarakat
industri, pada masyarakat ini sistem pelapisan sosial lebih bersifat terbuka
dimana seseorang memiliki kesempatan untuk melakukan mobilitas.
Selain itu, didalam bukunya Saripudin (2010: 48-50) juga
mnjelaskan bahwa stratifikasi sosial mempunyi beberapa tipe antara lain:
1.
Stratifikasi Sosial Tertutup
Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah. Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu seperti sistem kasta di India dan Bali serta di
Jawa ada golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani miskin bisa menjadi keturunan ningrat/ bangsawan darah biru.
2.
Stratifikasi Sosial Terbuka
Stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu
strata/tingkatan yang satu ketingkatan
yang lain. Misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan,
kekuasaan dan sebagainya. Seseorang
yang tadinya miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak keterampilan sehingga dia mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran/penghasilan
yang tinggi.
Gambar 1. Stratifikasi
sosial terbuka
3.
Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi sosial campuran adalah gabungan dari stratifikasi sistem terbuka dan stratifikasi sistem tertutup dimana masyarakat tersebut dapat untuk pindah kelapisan lebih atas, namun di sisi lain dapat melakukan mobilitas
vertical dengan status sama. Contohnya dapat kita temukan pada masyarakat
Bali. Misalnya seseorang
yang ber kasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apa bila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, maka ia akan memperoleh kedudukan rendah, maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
Gambar 2.
Stratifikasi Sosial Campuran
C.
Faktor
–Faktor Penyebab Munculnya Stratifikasi Sosial
Kehidupan
manusia tidak terlepas dari adanya lapisan dalam masayarakat atau yang sering
disebut dengan stratifikasi sosial.
Keadaan masyarakat yang majemuk memungkinkan terjadinya perbedaan-perbedaan
dalam mayarakat karena faktor-faktor tertentu. Sistem lapisan sosial dalam masyarakat dapat terjadi
dengan sendirinya atau sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama. Menurut
Soekanto (1982: 199-200)
alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah
kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala
masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Pelapisan sosial
ini terjadi karena adanya perkembangan dan perubahan dalam masyarakat tersebut.
Hal ini dapat dilihat pada masyarakat
Batak dimana marga tanah, yaitu marga pertama-tama membuka tanah dianggap
mempunyai kedudukan
yang tinggi. Demikian pula dengan golongan pembuka tanah kalangan orang Jawa di
Desa dianggap sebagai pembuka tanah dan pendidri desa yang bersangkutan.
Sedangkan tipe sistem lapisan sosial yang sengaja disusun untuk mengejar tujuan
bersama atau tertentu menurut Saripudin (2010: 48) terjadi pada organisasi-organisasi
formal seperti partai politik, pemerintahan, perusahaan, dan angkatan bersenjata. Hal-hal
tersebut berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi yang merupakan
unsur khusus dalam sistem lapisan.
Soekanto (1989: 200-201) mengatakan untuk meneliti
terjadinya proses-proses
lapisan masyarakat dapat berpedoman pada hal-hal berikut, yaitu:
“Pertama,
sistem lapisan mungkin berpokok pada sistem bertentangan dalam masyarakat.
Sistem demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat
tertentu yang menjadi objek penelitian. Kedua, sistem lapisan dapat dianalisis
dalam ruang lingkup unsure-unsur antara lain: distribusi hak-hak istimewa yang
objektif seperti penghasilan, kekayaan, keselamatan, dan wewenang; sistem
pertentangan yang diciptakan para warga masyarakat; kriteria sistem
pertentangan, yaitu apakah didapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan
kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekeuasaan; lambing-lambang
kedudukan seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, dan
keanggotaan pada suatu organisasi; mudah atau sukar bertukar kedudukan;
solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok yang menduduki
kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat.”
Pembedaan atas lapisan
merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap
masyarakat. Walaupun secara teoritis seluruh manusia dapat dianggap sederajat.
Namun tidak demikian, sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial
manusia dalam masyarakat terbentuk lapisan-lapisan dengan manusia lainnya
sebagai suatu makhluk sosial.
Ada
beberapa kondisi sosial yang menyebabkan munculnya stratifikasi sosial menurut
Saripudin (2010: 48)
antara lain perbedaan ras dan budaya, pembagian tugas atau spesialisasi dalam
tugas, dan adanya kelangkaan. Perbedaan warna kulit, lata belakang etnik dan
suku akan menyebabkan terjadinya pelapisan sosial, jika hala itu diiringi denga
proses penjajahan. Adanya kelangkaan sebagai kondisi yang menyebabkan munculnya
startifikasi sosial dapat diartikan sebagai suatau kondisi yang mengandung
perbedaan hak dan kesempatan para anggota yang akhirnya menimbulkan
stratifikasi sosial.
Pelapisan sosial atau stratifikai sosial
merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat
(secara hierarkis).
Munculnya lapisan sosial dalam masyarakat merupakan gejala umum dalam kehidupan
masyarakat. Beberapa hal yang menyebabkan munculnya stratifikasi sosial menurut
Saripudin (2010: 47)
antara lain:
“Pertama, munculnya
lapisan sosial dalam masyarakt didasarkan pada adanya pertentangan dan
pembedaan. Kedua, tidak adanya
keseimbangan dalam pembagian atau distribusi hak dan kewajiban, hak-hak
istimewa (penghasilan, kekayaan, ilmu) dimiliki oleh hanya segelintir orang
atau kelompok tertentu. Ketiga, kelompok-kelompok
yang memiliki hak-hak istimewa tersebut biasanya menggunakan lambang-lambang
yang menjadi symbol kedudukan, lambing tersebut baik berupa pakaian, tingkah
laku, rumah, dan keanggotaan pada suatu organisasi (2010, 47)”.
Selain
membedakan seperti adanya pembedaan dalam masyarakat anatara yang kaya dengan
yang miskin, penajabat dengan rakyat biasa, masyarakat cenderung
mempertentangkannya. Adanya polarisasi hak-hak istimewa pada oaring atau
kelompok tertentu akan memeunculkan penghargaan kelompok masyarakat yang lebih
pada individu atau kelompok yang memiliki berbagai hak istimewa tersebut.
Sehingga kelompok tersebut berada pada posisi lapisan yang lebih tinggi dari
pada masyarakat lain dengan prestise yang lebih. Dan mereka cenderung bergul
dengan sesamanya yang memiliki keduduka tinggi diantara masyarakat lain.
D. Pengaruh
Stratifikasi Sosial
Dalam
kehidupan bermasyarakat, stratifikasi sosial sangatlah berpengaruh. Stratifikasi sosial (Pelapisan sosial)
sudah mulai dikenal sejak manusia menjalin kehidupan bersama. Terbentuknya
pelapisan sosial merupakan hasil dari kebiasaan manusia berhubungan antara satu
dengan yang lain secara teratur dan tersusun, baik secara perorangan
maupun kelompok. Pada masyarakat yang taraf kebudayaannya masih sederhana, maka
pelapisan yang terbentuk masih sedikit dan terbatas, sedangkan masyarakat modern
memiliki pelapisan sosial yang kompleks dan tajam perbedaannya.
Stratifikasi
sosial akan selalu ditemukan dalam masyarakat selama di dalam masyarakat
tersebut terdapat sesuatu yang dihargai. Mungkin berupa uang atau benda-benda
bernilai ekonomis, atau tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan agama,
atau keturunan keluarga terhormat. Seseorang yang banyak memiliki sesuatu yang
dihargai akan dianggap sebagai orang yang menduduki pelapisan atas. Sebaliknya
mereka yang hanya sedikit memiliki atau bahkan sama sekali tidak memiliki
sesuatu yang dihargai tersebut, mereka akan dianggap oleh masyarakat sebagai
orang-orang yang menempati pelapisan bawah atau berkedudukan rendah.
Stratifikasi
sosial akan membedakan warga masyarakat menurut kekuasaan dan pemilikan
materi. Kriteria ekonomi selalu berkaitan dengan aktivitas pekerjaan, kepemilikan kekayaan, atau kedua-duanya.
Dengan begitu, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan akan membagi anggota
masyarakat ke dalam beberapa stratifikasi atau kelasekonomi.
Dalam
stratifikasi sosial terdapat tiga kelas sosial, yaitu: Masyarakat yang terdiri
dari kelas atas (upper class), Masyarakat yang terdiri kelas menengah (middle
class) dan kelas bawah (lower class). Orang-orang yang berada pada kelas
bawah (lower) biasanya lebih banyak dari
pada di kelas menengah apalagi pada kelas atas. Semakin
keatas semakin sedikit jumlah orang yang berada pada posisi kelas atas.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam
kehidupan masyarakat terdapat kriteria yang dipakai untuk menggolongkan orang
dalam pelapisan sosial dilihat dari
ukuran kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan yang dimiliki.dilihat dari
ukuran itu, dapat disimpulkan
bahwa pelapisan sosial dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat, seperti adanya
perbedaan gaya hidup dan perlakuan dari masyarakat terhadap orang-orang yang
menduduki pelapisan tertentu. Stratifikasi sosial juga menyebabkan adanya
perbedaan sikap dari orang-orang yang berada dalam strata sosial tertentu
berdasarkan kekuasaan, privilese dan prestise. Dalam lingkungan masyarakat
dapat terlihat perbedaan antara individu, atau satu keluarga lain, yang
dapatdidasarkan pada ukuran kekayaan yang dimiliki. Yang kaya ditempatkan pada
lapisan atas dan
miskin pada lapisan bawah. Atau mereka yang berpendidikan tinggi berada
dilapisan atas sedangkan yang tidak sekolah pada lapisan bawah. Dari perbedaan
lapisan sosial ini terlihat adanya kesenjangan sosial. Hal ini tentu merupakan
masalah sosial dalam masyarakat.
Perbedaan sikap
tersebut tercermin dari gaya hidup seseorang sesuai dengan strata sosialnya.
Pola gaya hidup tersebut dapat dilihat dari cara berpakaian, tempat tinggal, cara berbicara, pemilihan tempat pendidikan, hobi dan tempat rekreasi. Jika dilihat dari cara berpakaian, seseorang
yang tergolong dalam strata sosial atas dapat dilihat dari gaya busananya.
Biasanya orang-orang kelas atas menggunakan busana dan aksesoris lain, seperti
sepatu,tas, jam tangan yang bermerek dan dari luar negeri. Sedangkan mereka
yang termasuk strata sosial menengah ke bawah, lebih memilih menggunakan
barang-barang produksi dalam negeri.
Begitupun dengan tempat tinggal dan gaya berbicara. Pada
umumya masyarakat kelas atas akan membangun rumah yang besar dan mewah dengan
gaya arsitektur yang indah. Masyarakat kelas atas lebih menyukai tinggal
dikawasan elite dan apartemen mewah yang dilengkapi dengan fasilitas modern.
Sedangkan masyarakat yang tergolong strata menengah lebih memilih bentuk dan
tipe rumah yang sederhana bahkan ada juga yang tinggal di rumah susun. Cara berbicara pun akan berbeda. Orang-orang
yang tergolong strata atas akan berbeda dengan orang-orang yang berada dalam
strata bawah. Mereka yang termasuk dalam golongan strata atas memiliki gaya
berbicara yang beradaptasi dengan istilah-istilah asing serta penuh dengan
kesopanan. Sedangkan orang-orang yang berada dalam strata bawah terkadang suka berbicara yang tidak terlalu
memperhatikan etika.
Dikarenakan Indonesia tidak
bisa lepas dari kecenderungan stratifikasi sosial yang memunculkan berbagai
macam dampak terhadap kehidupan masyarakat dimana memiliki nilai positif maupun
nilai negatif dalam perkembangan pandanan hidup. Kembali
dalam penegasan pengertian stratifikasi sosial yaitu pembedaan masyarakat
ke dalam kelas-kelas secara vertikal (bertingkat), yang di wujudkan dengan
adanya tingkatan masyarakat dari yang paling tinggi sampai yang paling
rendah.
Pengaruh/nilai baik yang akan dibawa dari adanya
sistem stratifikasi sosial ini adalah motivasi, yaitu adanya dorongan baik dari
dalam maupun dari luar diri seseorang untuk mengejar ketinggalan, untuk
melakukan mobilitas sosial sehingga dia bisa menduduk status sosial yang
pantas. Selain itu pengaruh baik dari
stratifikasi sosial adalah perubahan sosial menuju arah yang lebih baik dapat
berlangsung lebih cepat dikarenakan telah adanya motivasi untuk memperbaiki
hidup. dimana akan semakin tercipta sumber daya manusia yang berkualitas kemudian dengan adanya strafikasi sosial
maka setiap orang telah memiliki peranan sendiri sehingga sudah sadar akan hak
dan kewajiban masing-masing sehingga tidak terjadi pencampuran peranan sosial
dan terciptanya ketertiban sosial.
Sedangkan pengaruh
buruk dari stratifikasi sosial ini adalah munculnya eksklusivitas dimana
eksklusivitas adalah cara pandang yang menganggap diri sendiri sebagai sosok
yang terbaik dan spesial sehingga cenderung menganggap remeh orang lain, sikap
ini dapat kita lihat dimana muculnya golongan elit. Pengaruh buruk lainnya dari stratifikasi
sosial ini adalah munculnya sikap etnosentrisme yang dipahami sebagai
mengagungkan kelompok sendiri dapat terjadi dalam stratifikasi sosial yang ada
dalam masyarakat. Mereka yang berada dalam stratifikasi sosial atas akan
menganggap dirinya adalah kelompok yang paling baik dan menganggap rendah dan
kurang bermartabat kepada mereka yang berada pada stratifikasi sosial rendah. Sehingga, hal ini dapat menimbulkan konflik
yang bisa dibagi menjadi konflik antar kelas sosial, konflik antar kelompok
sosial, serta konflik antar generasi.
E. Hubungan
Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial
Pada hakikatnya tidak
ada masyarakat
tanpa kelas. Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A.Sorokin
bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudan dari stratifikasi sosial
adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan
ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial.
P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut
stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam
kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi
kemasyarakatan.
Salah
satu dasar pembentuk pelapisan sosial atau kriteria yang menonjol atau dominan
sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial yaitu ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan ini erat hubungannya dengan pendidikan. Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh
anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang
paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem
pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini
biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang
disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor
ataupun gelar profesional seperti profesor.
Dalam berbagai studi,
disebutkan tingkat pendidikan tertinggi yang didapatkan seseorang digunakan
sebagai indeks kedudukan sosialnya di dalam masyarakat. Menurut penelitian
memang terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial yang seseorang
dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya, meski
demikian pendidikan yang tinggi tidak dengan sendirinya menjamin kedudukan
sosial yang tinggi. Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lain
terjadi karena anak dari golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan
pelajarannya sampai perguruan tinggi. Sementara orang yang termasuk golongan
atas beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tinggi.
Orang yang berkedudukan tinggi, bergelar akademis, yang mempunyai penapatan
besar tinggal dirumah elite dan merasa termasuk golongan atas akan mengusahakan
anknya masuk universitas dan memperoleh gelar akademis. Sebaliknya anak yang
orangtuanya buta huruf mencari nafkahnya dengan mengumpulkan puntung rokok,ting gal digubuk kecil, tak dapat diharapkan
akan mengusahakan anaknya menikmati perguruan tinggi.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan seorang anak, Yaitu:
Ada 3 faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan seorang anak, Yaitu:
1.Pendapatan
orangtua.
2.Kurangnya perhatian
akan pendidikan dikalangan orangtua.
3.Kurangnya minat si
anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Golongan sosial tidak
hanya berpengaruh terhadap tingginya jenjang pendidikan anak tetapi juga
berpengaruh terhadap jenis pendidikan yang dipilih. Tidak semua orangtua mampu
membiayai studi anaknya diperguruan tinggi. Pada umumnya anak-anak yang
orangtuanya mampu, akan memilih sekolah menengah umum sebagai persiapan untuk
belajar di perguruan tinggi. Sementara
orangtua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya akan cenderung memilih
sekolah kejuruan bagi anaknya, dengan pertimbangan setelah lulus dari kejuruan
bisa langsung bekerja sesuai dengan keahliannya. Dapat
diduga sekolah kejuruan akan lebih banyak mempunyai murid dari golongan rendah
daripada yang berasal dari golongan atas. Karena itu sekolah menengah dipandang
lebih tinggi statusnya daripada sekolah kejuruan. Demikian pula dengan mata
pelajaran atau bidang studi yang berkaitan dengan perguruan tinggi dipandang
mempunyai status yang lebih tinggi , misal matematika, fisika dipandang lebih
tinggi dari pada tata buku.
Sikap demikian bukan hanya terdapat dikalangan siswa tetapi juga dikalangan
orangtua dan guru yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyampaikan sikap itu
kepada anak-anaknya.
Kesimpulannya bahwa pendidikan dengan
stratifikasi sosial sangat erat hubungannya. Pada stratifikasi sosial terbuka
pendidikan dapat menjadi alat untuk mobilisasi
sosial. Pendidikan sebagai salah satu dasar penentu kelas sosial dapat merubah
kelas seseorang.
F. Studi
Kasus
Pendidikan
merupakan faktor yang penting
penting didalam
masyarakat. Seperti kita
ketahui bahwa pada dilapangan terdapat stereotipe
antara sekolah favorit dan tidak favorit.
Perbedaan mutu antara satu sekolah dengan sekolah yang
lain dan antar satu daerah dengan daerah yang lain terjadi karena adanya
perbedaan sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan. Kurangnya upaya
untuk mengatasi kesenjangan ini dapat menjadi alasan bahwa pendidikan dapat
menimbulkan pelapisan atau stratifikasi sosial.
Studi kasus yang kami bahas adalah mengenai bagaimana
mutu pendidikan yang ada didalam suatu sekolah, itu menentukan status sosial
mereka. Disini kami membandingkan dua sekolah yakni SMA Negeri 21 Bandung dan
SMA Negeri 5 Bandung. Dari hasil pengamatan yang kami lihat jika ditinjau dari
segi sarana dan prasarana yang ada disekolah, dapat diketahui bahwa orang-orang
yang bersekolah di SMA 5 cenderung orang-orang yang berasal dari keluarga berstatus
sosial tinggi. Sedangkan SMA 21, siswa-siswinya lebih heterogen. Namun
mayoritas siswanya lebih kepada orang dengan status sosial menengah kebawah.
Tentu hal ini akan berakibat pada hasil outputnya dimana sekolah yang memiliki
sarana dan prasarana yang lebih memadai kan cenderung lebih bagus jika
dibandingkan dengan sekolah yang fasilitasnya biasa-biasa.
Pendidikan yang bermutu ini tentu menjadi sebuah
kebutuhan yang penting guna menghadapi persaingan kedepannya. Namun, seperti
dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan bahwa disatu sisi pendidikan
memang sangat penting, namun sungguh ironis bahwa pada kenyataannya pendidikan
hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang mempunyai uang atau orang dengan
strata sosial ysng lebih tinggi.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah ini dapat
disimpulkan bahwa,
pertama kita dapat melihat bahwa pendidikan merupakan hal
penting dalam masyarakat. Seperti yang kita tahu bahwa pendidikan dapat menjadi
alat untuk meningkatkan status sosial masyarakat. Namun pendidikan sendiri
dapat menyebabkan stratifikasi sosial dan membuat kesenjangan didalam dunia
pendidikan semakin jelas terlihat. Seperti kasus timbulnya label sekolah favorit dan tidak
favorit. disini jelas terlihat bahwa sekolah yang berlabel sekolah favorit
cenderung dimasuki oleh orang-orang yang berstatus sosial tinggi dan ini
menunjukan bahwa peddikan yang bermutu hanya dapat dijangkau oleh orang-orang
berkelas tinggi. Sedangkan sebaliknya, orang yang berada didalam kelas bawah
mereka harus menikmati pendidikan seadanya.
Disatu sisi kita dapat melihat bahwa
pendidikan merupakan sesuatu yang penting untuk masyarakat, namun kondisi dari
pendidikan itu sendirilah justru yang memperlihatkan bagaimana stratifikasi
sosial yang ada dimasyarakat dimana dalam hal ini hanya orang-orang yang
berstatus sosial tinggilah yang dapat menikmati pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Saripudin, Didin. (2010). Interpretasi Sosiologis dalam Pendidikan. Bandung: Karya Putra Darwati
Soekanto, Soerjono. (1989). Sosiologi
Sebagai Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajawali Press
Sumber
Internet:
Bening, Banyu. (2010). Pendidikan dan Stratifikasi Sosial. Tersedia: [online] http://makalah-bening.blogspot.com/2010/03/pendidikan-dan-stratifikasi-sosial.html
[28 Maret 2012]
Gudarma. (2012) . Lapisan-Lapisan
Dalam Masyarakat. Tersedia: [online] http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_sosiologi_dan_ilmu_sosial_dasar/bab6_lapisan-lapisan_dalam_masyarakat_(stratifikas_sosial).pdf [Maret 2012]
Rizal, Syamsu. (2012) . Stratifikasi Sosial. Tersedia: [online] http://dreamlightslayer.blogspot.com/2012/01/stratifikasi-sosial.html
[28 Maret 2012]
Suhardi, Jamiyas. (2010). Hubungan Antara Stratifikasi Sosial dan Pendidikan. Tersedia:
[Online] http://mrjamyas.blogspot.com/2010/04/hubungan-antara-pendidikan-dengan.html
[28 Maret 2012]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar