BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Mata pencaharian
merupakan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup (ekonomi) dengan cara
bekerja. Mata pencaharian masyarakat berbeda satu sama lain. Perbedaan itu
diantaranya dapat disebabkan oleh keadaan geografis, sosial, maupun corak
budaya masyarakat setempat disamping kemampuan (skill) yang dimiliki.
Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap corak mata pencaharian suatu
masyarakat.
Masyarakat yang
tinggal di daerah dataran tinggi umumnya bermata pencaharian sebagai petani.
Hal ini disebabkan karena wilayah dataran tinggi cocok untuk pertanian yang
ditunjang oleh pasokan air yang memadai serta suhu yang mendukung bagi
pertumbuhan tanaman. Berbeda halnya dengan masyarakat yang tinggal di wilayah
dataran rendah, umumnya jarang ditemui masyarakat yang bermata pencaharian
sebagai petani karena tidak ditunjang oleh pasokan air serta suhu yang memadai.
Berbeda lagi dengan masyarakat yang tinggal di daerah pantai, umumnya mereka
bermata pencaharian sebagai nelayan.
Selain faktor
geografis, mata pencaharian juga dipengaruhi oleh faktor sosial budaya suatu
masyarakat. Mata pencaharian masyarakat kota berbeda dengan masyarakat desa.
Mata pencaharian di kota bersifat heterogen, sedangkan mata pencaharian di desa
bersifat homogen. Masyarakat yang tinggal di kota terdiri dari berbagai suku
yang tinggal bersama dalam suatu wilayah. Mereka berbeda satu sama lain
sehingga mata pencaharian yang dikembangkannya pun berbeda. selain itu pula,
keadaan geografis kota yang umumnya padat oleh pemukiman tidak memungkinkan
untuk mengembangkan pertanian karena lahan yang semakin sempit serta adanya
peluang usaha lain. Berbeda halnya dengan masyarakat desa yang umumnya hidup
bersama turun temurun dengan ikatan kekeluargaan yang kuat. Keadaan tersebut
membuat masyarakat desa lebih homogen dalam memilih mata pencaharian karena
tidak adanya persaingan satu sama lain. Selain itu pula, desa berbeda dengan
kota dari segi kepadatan sehingga masih banyak lahan luas yang bisa di
eksploitasi untuk pertanian.
Kampung
Sindangwangi terletak di Desa Mekarwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung. Masyarakat
Kampung Sindangwangi umumnya merupakan masyarakat yang homogen dalam memilih
mata pencaharian. Mayoritas mata pencaharian masyarakat adalah bertani.
Letaknya berada di dataran tinggi antara 1.312 hingga 2.080 meter diatas permukaan
laut sehingga daerah ini cocok untuk usaha pertanian.
Di tengah zaman
globalilasi masyarakat Kampung Sindangwangi tetap tidak beralih profesi.
Meskipun letaknya tidak jauh dari kota Bandung yang merupakan kota berpenduduk
serta bermata pencaharian homogen, masyarakat Kampung Sindangwangi tetap
konsisten dalam memilih mata pencaharian yaitu bertani. Hal ini merupakan suatu
keunikan dari desa yang terletak di atas bukit itu. Oleh karena itu, kami
tertarik untuk melakukan tinjauan lebih dalam mengenai sistem mata pencaharian
di Kampung Singdangwangi ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian desa dan masyarakat?
2.
Bagaimana karakteristik
masyarakat desa?
3.
Mengapa
pertanian dijadikan sebagai mata pencaharian utama?
4.
Bagaimana
perkembangan pertanian di Kampung Sindangwangi?
5.
Apa saja jenis
mata pencaharian yang ada di Kampung Sindangwangi?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mendeskripsikan dan memahami apa yang dimaksud dengan desa dan
masyarakat.
2.
Mendeskripsikan dan memahami karakteristik masyarakat suatu desa.
3.
Mengkaji lebih
dalam mengenai mata pencaharian utama di Kampung Sindangwangi.
4.
Mengetahui serta
memahami perkembangan pertanian di Kampung Sindangwangi.
5.
Mengetahui dan mengkaji jenis mata pencaharian yang terdapat di Kampung
Sindangwangi.
D.
Metode Penulisan Makalah
Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan studi
literatur yang terkait dengan tema dan penelitian langsung ke objek penelitian yaitu
di Kampung Sindangwangi Desa Mekarwangi, Kecamatan
Lembang, Kabupaten Bandung.
Setelah mendapatkan materi
dari sumber literatur dan observasi, kemudian disusun laporan penelitian dalam
bentuk makalah.
E.
Sistematika
Penulisan
Rancangan sistematika makalah
ini terdiri atas beberapa bab yang akan dirinci sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan : Bagian ini menguraikan masalah yang akan dibahas, meliputi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan penulisan, Metode Penulisan Makalah, dan Sistematika Penulisan.
Bab II Pembahasan : Bagian ini berisi mengenai Pengertian Desa dan Masyarakat dan Sistem Mata
Pencaharian Masyarakat.
Bab III Penutup : Bagian ini merupakan kesimpulan.
Daftar
Pustaka :Bagian
ini memuat sumber referensi dalam pembuatan makalah ini, dari buku dan website.
Lampiran
: Bagian ini memuat dokumentasi dari penelitian yang
dilakukan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Desa dan
Masyarakat
Desa dan masyarakat sangat berhubungan erat satu sama lain. Tidak akan ada
desa apabila tidak ada masyarakat yang mendiaminya. Desa dibangun oleh
masyarakat untuk dapat menjalankan kehidupan. Desa juga merupakan tempat
berlindung bagi masyarakat. Desa adalah wadah bagi suatu masyarakat.
1.
Pengertian Desa
Menurut UU no. 22 tahun
1999 tentang pemerintah daerah pasal 1, yang dimaksud dengan Desa merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah
kabupaten. Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan SDA, dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat pemukiman pedesaan, pelayanan, jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi (Drs. Moch.Eryk Kamsori
: Study Masyarakat Pedesaan di
Indonesia).
C.S. Kansil mengemukakan bahwa
desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan NKRI”.
Dapat disimpulkan, bahwa desa adalah tempat/wadah hidup bagi masyarakat
yang diatur dan dikelola oleh masyarakat itu sendiri berdasarkan asal usul dan
adat istiadat yang diakui dan diawasi oleh pemerintahan yang berkuasa.
2. Pengertian Masyarakat
Dalam bahasa Inggris, masyarakat disebut dengan Society, berasal dari
kata Socius yang berarti
“kawan”. Selain itu, Kata
“Masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya “bergaul”. Dari segi etimologis tersebut, dapat
disimpulkan bahwa masyarakat adalah suatu bentuk perkawanan atau pergaulan
antar individu manusia.
Hasan Sadilly dalam (Mutakim,
Awan, dkk, 2004: 25) mengemukakan bahwa masyarakat merupakan golongan besar
atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya
bertalian secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama
lain. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1990) bahwa
pengertian masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat- istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang
terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Pengertian
masyarakat menurut beberapa ahli, diantaranya :
1. Selo Sumardjan. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup
bersama dan menghasilkan kebudayaan.
2. Karl Marx. Masyarakat adalah suatu struktur yang
menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya
pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
3. Emile Durkheim. Masyarakat merupakan suau kenyataan
objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
4. Paul B. Horton & C. Hunt. Masyarakat merupakan kumpulan manusia
yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal
di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian
besar kegiatan di dalam kelompok/kumpulan manusia tersebut.
Unsur masyarakat menurut Soerjono Soekanto yaitu:
1.
Berangotakan minimal dua orang.
2.
Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
3.
Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang
menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan
hubungan antar anggota masyarakat.
4.
Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan
serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.
3. Karakteristik Masyarakat
Masyarakat desa memiliki ciri-ciri tersendiri
dalam hidup bermasyarakat sehingga dapat dibedakan dari masyarakat kota. Ciri utama dari masyarakat desa adalah ikatan
kekerabatannya yang kuat sehingga merupakan suatu kesatuan. Berbeda dengan
masyarakat kota yang cenderung hidup individual tanpa ikatan kekerabatan yang
kuat dalam suatu wilayah hidup. Selain itu, kehidupan masyarakat desa juga
banyak terikat dengan hal-hal yang bersifat religius. Pada situasi dan kondisi
tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan
masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial
religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian
karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku” dan perlahan terkikis. Berikut ini
merupakan sejumlah karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan
budaya mereka, yang bersifat umum dan selama ini masih sering ditemui.
Karakteristik masyarakat desa, diantaranya :
1.
Sederhana
2.
Mudah curiga
3.
Menjunjung tinggi kesopanan
4.
Guyub/kekeluargaan
5.
Tertutup
6.
Menghargai
7.
Suka
gotong-royong
8.
Demokratis
9.
Religius
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang
ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai
masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Afektifitas ada hubungannya
dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya
dalam sikap dan perbuatan tolong
menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
b. Orientasi kolektif
sifat ini merupakan
konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak
suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya
semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada
hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya
yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat
khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja,
tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau
keturunan.(lawanya prestasi).
e.
Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama
dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit.
Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu.
Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat
pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa banyak terpengaruh pengaruh budaya luar.
B. Sistem
Mata Pencaharian Masyarakat Kampung Sindangwangi
Kampung
Sindangwangi terletak di desa Mekarwangi, kecamatan Lembang, kabupaten Bandung
Barat. Letaknya
berada di dataran tinggi antara 1.312 hingga 2.080
meter diatas permukaan laut.
Letak kampung Sindangwangi tepat berada di atas bukit, yang disekitarnya
dikelilingi oleh pohon-pohon besar serta perkebunan sayuran. Seperti masyarakat
pedesaan pada umumnya, masyarakat kampung Sindangwangi juga hidup dengan ikatan
kekerabatan yang kuat antar individu-individu yang tinggal disana. Faktor
kepribumian serta jarangnya masyarakat kampung Sindangsari yang keluar dari
desa (merantau) merupakan faktor pengikat antar individu yang diturunkan secara
turun-temurun.
Jarangnya masyarakat kampung
Sindangsari yang keluar dari desa berdampak pada kehidupan menetap dalam desa.
Keengganan untuk keluar dari desa mencari penghidupan lebih baik berdampak pada
pemilihan mata pencaharian yang ada di desa itu yaitu pertanian. Tidak ada mata
pencaharian lain yang dikembangkan selain dari pertanian. Meskipun ada, namun
hanya sebagai pekerjaan sampingan ataupun hanya sebagai usaha sementara jika
panen sedang terhambat.
Ternak merupakan salah satu usaha
sampingan masyarakat kampung Sindangwangi. Hewan yang diternakkan diantaranya
sapi dan kambing, karena harga jualnya yang cukup tinggi di pasaran ternak.
Peternakan sempat dikembangkan di desa Sindangwangi dan keuntungan yang didapat
pun cukup menjanjikan. Hal ini berubah setelah di sebelah kampung Sindangwangi
tepatnya di kampung Cibodas didirikan suatu peternakan massal. Peternakan
massal yang dimiliki oleh suatu partai politik merupakan saingan berat dalam
pemasaran ternak. Pasar ternak sudah mempunyai stok ternak dari peternakan
massal serta dengan harga borongan yang lebih rendah dari harga ternak
sebelumnya. Hal ini sangat menghambat usaha ternak masyarakat kampung
Sindangwangi karena ternak yang mereka miliki sulit untuk memasuki pasaran,
serta jikapun masuk pasaran harganya sangat rendah.
Pertanian merupakan mata
pencaharian utama masyarakat kampung Sindangsari. Masyarakat yang menetap dan
tidak ada kemauan untuk keluar dari desa merupakan faktor yang menyebabkan hal
tersebut. Meskipun ada diantara masyarakat yang mempunyai keahlian khusus
seperti kemampuan dalam teknik bangunan, hal tersebut tidak menjadi faktor
utama untuk memilih mata pencaharian utama sebagai tukang bangunan. Hal ini
karena usaha bangunan tidak permanen, profesi tukang bangunan tergantung
masyarakat yang akan membangun rumah.
1.
Pertanian Sebagai Mata
Pencaharian Utama
Kegiatan perekonomian masyarakat desa sangat berkaitan erat dengan profesi yang mereka tekuni, seperti halnya dalam masyarakat Kampung Sindangwangi. Seperti yang sudah
disebutkan dalam pembahasan sebelumnya, mayoritas masyarakat kampung
Sindangwangi bermata pencaharian sebagai petani. Wilayahnya yang terletak di
atas bukit dan dengan suhu yang mendukung membuat usaha pertanian cocok dikembangkan
di daerah ini. Komoditas utama yang banyak dikembangkan di daerah ini adalah
tomat dan cabai. Selain harganya yang relatif tinggi di pasaran, juga komoditas
ini sudah mempunyai pasaran tersendiri dalam penjualannya.
Dalam penanaman
tomat, curah hujan yang sesuai adalah 750 mm - 1.250 mm/tahun. Keadaan ini
berhubungan erat dengan ketersediaan air tanah bagi tanaman. Curah hujan yang
tinggi (banyak hujan) juga dapat menghambat persarian. Keadaan ini sangat
menguntungkan wilayah Lembang yang memiliki curah hujan yang sesuai serta
keadaan air yang tidak terlalu banyak karena berada di dataran tinggi. Suhunya
pun sesuai dengan penanaman tomat yang optimal untuk pertumbuhan adalah suhu
siang hari 18-290C dan pada malam hari 10-200C.
Begitu pula dengan
tanaman cabai sebagai salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai
ekonomi, karena buahnya selain dijadikan sayuran atau bumbu masak juga
mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani bila harga di pasaran sedang
membumbung tinggi. Curah hujan yang dibutuhkan saat penanaman cabai ini ialah
1500-2500 mm pertahun dengan distribusi merata. Suhu udara 16° - 32 ° C, serta
saat pembungaan sampai dengan saat pemasakan buah, keadaan sinar matahari cukup
(10 - 12 jam). Hal ini juga yang menjadi alasan petani Sindangsari untuk
membudidayakan tomat dan cabai sebagai komuditas utamanya. Tomat dan cabai
cocok ditanam di daerah ini sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat
kampung Sindangsari.
a.
Lahan
Usaha pertanian
sangat tergantung dengan lahan serta suhu (diantaranya curah hujan) suatu
wilayah. Desa Sindangwangi memiliki tanah yang subur serta suhu yang mendukung
bagi usaha pertanian. Curah hujan yang cukup ditunjang dengan drainase lahan
yang sesuai untuk usaha pertanian.
Secara fisik dapat
dilihat bahwa desa Sindangwangi merupakan desa yang dikelilingi oleh perkebunan
sayur serta villa-villa elit milik orang kota. Harga lahan yang cukup tinggi
menggiurkan para petani pemilik lahan untuk menjual lahannya. Pembeli lahan
tersebut umumnya berasal dari luar desa Sindangwangi dan kebanyakan dari kota.
Kondisi alam yang
sejuk serta lokasinya yang berada di atas bukit membuat ketertarikan para
pembeli lahan untuk memiliki lahan di wilayah desa Sindangwangi. Tidak semua
lahan yang dibeli langsung didirikan bangunan di atasnya. Hal ini dimaksudkan
untuk investasi masa depan serta ancang-ancang untuk mewaspadai kehidupan kota
yang semakin padat. Lahan-lahan tersebut diberi batas untuk menandai luas
lahan. Diantaranya ada yang dibiarkan begitu saja dan ada pula yang dimanfaatkan
untuk digarapkan kepada petani setempat. Para pemilik lahan yang baru umumnya
memberi kesempatan kepada petani setempat untuk menggarap lahan, baik itu
melalui perjanjian bagi untung maupun tanpa perjanjian bagi untung. Selain itu
pula, ada lahan yang disewakan kepada petani setempat dengan harga berkisar
antara Rp. 5.000 – 10.000/ tumbak selama satu tahun. Namun, ada pula pemilik
lahan yang baru tidak memberi kesempatan sama sekali kepada petani untuk
menggarap lahan meskipun lahan tersebut tidak didirikan bangunan di atasnya
(tidak dimanfaatkan).
Dari keterangan di
atas dapat disimpulkan bahwa meskipun desa Sindangsari dikelilingi oleh
perkebunan sayur, namun kepemilikan atas lahan tidak semuanya milik pribadi.
Ada yang sudah menjadi milik masyarakat luar. Meskipun lahan tersebut masih
digarap oleh masyarakat setempat, namun keuntungan yang didapat tidak akan sama
dengan keuntungan yang didapat atas lahan milik sendiri. Sistem yang dipakai
umumnya adalah sistem bagi hasil dimana hasil panen dibagi dengan pemilik lahan
setelah melalui perjanjian terlebih dahulu. Selain itu, ada pula pemilik lahan
yang tidak sama sekali memberikan kesempatan kepada para petani untuk menggarap
lahannya. Hal ini dapat bertambah buruk apabila di atas lahan tersebut dibangun
bangunan untuk perumahan ataupun villa sehingga tidak ada lagi kesempatan untuk
mengolah lahan menjadi lahan pertanian. keadaan ini sudah terjadi di beberapa
lahan yang sudah dijadikan menjadi villa. Kesempatan kerja mungkin hanya
sebagai pembantu ataupun pengurus taman yang gajinya tentu tidak lebih rendah.
Penjualan lahan indah di awal namun menyesal di akhir.
b. Modal
Modal merupakan
faktor kedua yang harus dimiliki setelah adanya lahan. Lahan tidak akan dapat
diolah apabila tidak ada modal untuk mengolahnya. Modal dalam pertanian
diantaranya seperti bibit/benih, pupuk dan obat, peralatan, tenaga, serta
materi untuk memenuhi kebutuhan selama menunggu musim panen.
Modal diperoleh
dari hasil panen sebelumnya maupun dari pinjaman. Hasil panen serta harga jual
di pasaran sangat mempengaruhi modal. Hasil panen yang buruk ataupun rendahnya
harga hasil panen di pasaran sangat merugikan bagi petani. Penanaman
selanjutnya setelah panen membutuhkan modal yang cukup besar, oleh karena itu
hasil panen serta harga pasaran mempengaruhi pendapatan modal secara kontinu.
Dari keterangan ibu Ilis yang kami ketahui, modal awal pertanian berkisar
sekitar 5 juta – 10 juta. Untuk cabe dan tomat, panen dilakukan sekitar tiga
bulan dari saat awal penanaman benih. Hasil yang diperoleh dari hasil panen
tidak menentu tergantung dari kualitas hasil panen serta kondisi harga di
pasaran. Harga sayuran yang saat ini sedang tinggi adalah harga cabe, kenaikan
harga cabe ini disebabkan oleh jarangnya cabe di pasaran. Namun kendalanya adalah
gangguan hama yang menyerang tanaman cabe.
Berbeda dengan harga tomat, harga tomat saat ini sangat rendah sehingga
petani banyak mengalami kerugian. Apabila hasil panen tidak memberi keuntungan
ataupun bahkan tidak dapat menutupi modal awal, petani terpaksa mencari dana
pinjaman untuk penanaman selanjutnya. Pinjaman diperoleh dari tengkulak maupun
koperasi yang ada di desa tersebut. Tengkulak memberi pinjaman modal berupa
uang maupun benih dan obat/pupuk yang
hasil panennya dijual kembali kepadanya dengan biaya tambahan. Umpamanya
apabila tengkulak memberi pinjaman modal berupa benih seharga Rp. 50.000, maka
pada saat panen dikembalikan oleh petani seharga Rp. 55.000 + hasil panennya
pun dijual kembali kepada tengkulak. Prinsip ini merupakan prinsip saling
menguntungkan namun seringkali merugikan bagi petani.
c. Hasil Panen
Hasil panen tergantung
pada kondisi iklim serta kesehatan tanaman. Hasil panen yang baik menentukan
harga di pasaran. Apabila hasil panen jarang, maka harga di pasaran akan tinggi
dan sebaliknya apabila hasil panen melimpah maka harga di pasaran akan rendah.
Hasil panen yang baik tergantung pada kondisi iklim serta kesehatan tanaman.
Kondisi iklim disini seperti curah hujan yang mempengaruhi ketersediaan air,
sedangkan kesehatan tanaman yaitu kesehatan tanaman dari gangguan hama.
Hasil panen dijual kepada
tengkulak yang datang kepada petani. Petani tidak perlu membawa hasil panennya
ke pasaran, tetapi tengkulak yang datang sendiri untuk membeli hasil panen dari
petani. Hal ini sangat menguntungkan petani karena petani tidak perlu lagi
mengeluarkan ongkos yang besar untuk mengangkut serta petani tidak perlu lagi
mempromosikan hasil panennya ke pasaran. Namun lebih menguntungkan apabila
sebagian hasil panen dijual langsung ke pasaran oleh petani. Hal ini terletak
pada harga hasil panen itu sendiri di pasaran. Tengkulak adalah perantara
sehingga mereka menekan harga serendah mungkin kepada petani yang selanjutnya
mereka mengambil keuntungan dari penjualan hasil panen ke konsumen. Berbeda
halnya jika petani menjual sebagian hasil panennya langsung ke pasaran, mereka
akan mendapatkan harga pasaran langsung tanpa melalui potongan perantara.
d. Harga dan Pasar
Harga jual hasil panen
tergantung kualitas hasil panen dan harga hasil panen itu sendiri di pasaran.
Ketiga hal tersebut berkaitan erat satu sama lain sehingga harga pasar
tergantung dari hal tersebut. Hasil panen yang banyak di pasaran berdampak pada
rendahnya harga sayur di pasaran. Hal sebaliknya juga terjadi apabila jumlah sayuran jarang di pasaran maka harga
akan membumbung tinggi. Banyaknya jumlah hasil panen di pasaran menentukan
harga hasil panen itu sendiri.
Dalam pemasarannya, hasil perkebunan ini di
kumpulkan dari beberapa daerah di Lembang oleh tengkulak yang kemudian oleh
tengkulak ini dijual ke wilayah Jakarta dan Tanggerang karena kebutuhan akan hasil
kebun ini sangat di minati di daerah tersebut, selain itu Jakarta juga menjadi
pusat perdagangan. Berbeda dengan Bandung, yang secara geografis lebih dekat
dengan Lembang namun Bandung telah memiliki pemasok tersendiri.
2.
Perkembangan Pertanian
Hasil kebun yang
cukup menguntungkan petani tidak lepas dari pengaruh keadaan pasar saat itu.
Harga pasar dapat berubah suatu waktu dan tidak bisa dipastikan secara pasti.
Saat ini, petani sedang dikhawatirkan dengan jarangnya datang hujan. Hal ini
sangat menghawatirkan petaani karena sulitnya sumber air lain untuk mengairi
pertanian. daerah tersebut tidak memiliki sungai sebagai sumber air.
Hal lain yang
menjadi belenggu pertanian sekarang ini adalah rendahnya harga tomat di
pasaran. Harga tomat sekarang hanya dihargai sekitar Rp. 500/kg oleh tengkulak.
Hal ini sangat merugikan petani oleh karena akan berdampak pada pendapatan
modal untuk penanaman selanjutnya.
Di tengah belenggu
rendahnya harga jual tomat, petani mencoba melakukan inovasi dengan menanam tanaman
lain yang lebih tinggi harganya dan relatif stabil di pasaran. Tanaman yang
dikembangkan ini adalah tanaman Asparagus. Tanaman yang masih jarnag di pasaran
ini dihargai oleh tengkula seharga Rp. 30.000 – 45.000/ kg.
3.
Mata Pencaharian Lain
Selain Pertanian
Pertanian
merupakan mayoritas mata pencaharian masyarakat kampung Sindangsari. Pertanian
merupakan mata pencaharian yang diturunkan secara turun-temurun dalam
masyarakat. Meskipun banyak diantara masyarakat kampung Sindangsari yang
mengenyam pendidikan (rata-rata SMP-SMA), mereka tidak memilih altenatif
pekerjaan lain selain petani. Sehingga muncul istilah “kaluar sakola pasti weh urang die mah mangkat ka kebon”. Namun
meskipun demikian, masih ada mata pencaharian lain yang menjadi tulang punggung
perekonomian masyarakat. Mata pencaharian itu antara lain seperti ternak dan
jenis pekerjaan lainnya seperti buruh.
Ternak sempat
populer dalam sistem mata pencaharian yang dianut masyarakat kampung
Sindangsari. Ternak yang ada di kampung Sindangsari antara lain seperti sapi
dan kuda. Sapi banyak diburu pasaran saat menjelang hari raya Qurban. Namun
sekarang, sudah ada saingan dalam penjualan sapi yang mampu menyediakan sapi
dalam jumlah besar, menguasai pasaran, serta mempunyai harga jual rendah
sehingga usaha ternak sapi di kampung Sindangsari saat ini mulai terhambat
meskipun ada dari beberapa masyarakat yang masih beternak sapi.
Bentuk mata
pencaharian lainnnya yang ada di kampung Sindangsari antara lain seperti buruh.
Buruh yang ada di kampung Sindangsari anatara lain buruh bangunan, buruh villa,
dan lain-lain.
BAB III
KESIMPULAN
Kawasan pedesaan adalah
kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan SDA,
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan,
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Drs. Moch.Eryk Kamsori : Study
Masyarakat Pedesaan di Indonesia). sedangkan masyarakat adalah merupakan kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat- istiadat tertentu yang
bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Jadi,
masyarakat dan desa saling berhubungan satu sama lain. Desa adalah tempat hidup
bagi masyarakat untuk menjalankan kemasyarakatannya.
Bentuk kehidupan di desa tidak
terlepas dari bentuk kehidupan yang diturunkan secara turun-temurun. Hal ini
juga berlaku dalam sistem mata pencaharian masyarakat desa. Umumnya mereka
bermata pencaharian sebagai petani.
Kampung Sindangwangi terletak
di desa Mekarwangi, kecamatan Lembang, kabupaten Bandung Barat. Kampung ini
dapat dimasukan sebagai desa karena karakteristiknya memenuhi syarat sebagai
sebuah desa. Letaknya cukup terpencil, dan bentuk kehidupan masyarakat pun
masih syarat dengan nuansa tradisional. Pertanian berkembang dan menjadi
mayoritas mata pencaharian masyarakat. Pertanian sangat cocok dikembangkan di
daerah ini karena memiliki tanah yang subur serta suhu yang sesuai untuk usaha
pertanian
Pertanian berkembang di kampung
Sindangsari secara turun-temurun sehingga hingga saat ini masih berkembang.
Oleh sebab itu pula, pertanian mampu bertahan hingga sekarang karena regenerasi
masyarakat yang tetap pada jalur
pertanian.
Perkembangan pertanian sekarang
di kampung Sindangwangi dapat dikatakan menurun. Hal ini antara lain seperti
banyaknya lahan yang dijual kepada masyarakat luar, banyaknya didirikan villa,
gagal panen, harga yang melonjak turun, dan lain-lain.
Selain dari pertanian,
minoritas masyarakat juga mengembangkan peterakan. Peternakan sempat maju
berkembang di desa Sindangwangi. Namun semenjak berdirinya suatu peternakan
massal di kampung tetangga, peternakan kini memiliki saingan yang serius dalam
pasar ternak. Usaha peternakan pun kini
menurun dalam perkembangan mata pencaharian di kampung Sindangsari.
DAFTAR
PUSTAKA
Kamsori, M. (2008). Study Masyarakat
Pedesaan di Indonesia. Bandung : FPIPS UPI.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. (2007). Manusia dan
Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Soekanto, S. (2010). Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Supardan, D. (2009). Pengantar Ilmu Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara.
Jones, P. (2009). Pengantar Teori-teori
Sosial. Jakarta: Obor.
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar