BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Mahasiswa sebagai agent of change dan social control dalam kehidupan bermasyarakat menempatkan mahasiswa
sebagai basis intelektual menuju perubahan yang lebih baik dan dalam praktiknya
dilakukan dengan membentuk suatu gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam
maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan,
intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di
dalamnya (wikipedia.com). Dalam konteks transisi politik Indonesia, gerakan
mahasiswa telah memainkan peranan yang secara nyata mampu mendobrak rezim
otoritarian (Prasetyantoko, 2001: 1). Ini dapat di lihat dari pengalaman
historis bangsa Indonesia bahwa mahasiswa selalu mendapat peranan penting dalam
setiap perjuangan bangsa Indonesia. Seperti pada masa kolonialisme Belanda di
Indonesia, kaum-kaum terpelajar atau mahasiswa Indonesia sejak tahun 1915 telah
mengenal nasionalisme dan memulai gerakan-gerakan mereka dengan mendirikan
TRIKORO-DARMO yang kemudian gerakan-gerakan mahasiswa tersebut terus berspora
ke seluruh pelosok Nusantara. Pada masa pendudukan Jepang muncul Gerakan Bawah
Tanah (GBT) yang dilakukan oleh pemuda-pemuda Indonesia yang bertujuan untuk secepatnya
memerdekakan diri tanpa bantuan Jepang.
Gerakan mahasiswa
tidaklah berhenti sampai Indonesia memproklamirkan kemerdekaan. Gerakan
mahasiswa masih berlanjut pada masa Orde Lama. Ini tentu mendapat kritikan dari
mahasiswa yang memiliki jiwa muda dan berintelektual sehingga mahasiswa tidak
segan-segan untuk menyuarakan tuntutannya dengan TRITURA yang berisi bubarkan
PKI beserta ormas-ormasnya, perombakan kabinet DWIKORA, dan turunkan harga dan
perbaiki sandang-pangan. Tuntutan mahasiswa tersebut berhasil menjatuhkan
Soekarno atau rezim Orde Lama dengan panglima politiknya.
Fenomena sejarah pun
berulang pada rezim Soeharto tahun 1998. Gerakan mahasiswa pun dapat membuat
Soeharto mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai presiden. Terutama
peristiwa yang menjadi klimaks dari pengunduran diri Soeharto yaitu pada
tanggal 12 Mei 1998 yang di kenal Tragedi Trisakti. Berdasarkan permasalahan
diatas, maka kami akan membahas mengenai “Peristiwa Trisakti Mei 1998 Sebagai Tonggak Perpindahan Kekuasaan Dari Orde Baru
Ke Reformasi”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
pokok pikiran diatas, terdapat masalah utama yang menjadi kajian penulisan
makalah ini, yaitu: “Bagaimana Gerakan Mahasiswa tahun 1998 yang mengakibatkan
keruntuhan Orde Baru?”. Untuk lebih memfokuskan masalah dari masalah utama maka
penulis membatasi permasalahan yang dirumuskan dalam beberapa pernyataan
sebagai berikut:
a. Bagaimana latar belakang peristiwa tragedi
Trisakti Mei 1998?
b. Bagaimana proses terjadinya peristiwa tragedi
Trisakti Mei 1998?
c. Bagaimana dampak dari peristiwa tragedi
Trisakti Mei 1998?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk:
a. Menjelaskan bagaimana latar belakang gerakan
Trisakti Mei 1998.
b. Menjelaskan proses tragedi Trisakti Mei 1998.
c. Menjelaskan dampak tragedi Trisakti Mei 1998.
1.4
Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan yang disusun penulis untuk mempermudah memahami makalah ini adalah sebagai berikut:
BAB
I, Pendahuluan. Membahas mengenai
latar belakang penulisan, perumusan, tujuan penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB
II, Pembahasan. Membahas mengenai permasalahan
yang di kaji oleh penyusun, juga
merupakan uraian penjelasan terhadap aspek-aspek yang ditanyakan dalam
perumusan masalah.
BAB
III, Kesimpulan. Membahas kesimpulan penulis yang dapat ditarik dari pembahasan
masalah, yaitu berupa hasil temuan dan pandangan penyusun, serta jawaban
terhadap masalah-masalah secara keseluruhan dari permasalahan yang dikaji
mengenai pandangan penyusun terhadap Peristiwa Trisakti Mei 1998:
Sebagai Tonggak Perpindahan Kekuasaan Dari Orde Baru Ke Reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang
Tragedi Trisakti Mei 1998
Dalam
sejarah panjang Republik Indonesia kita mengenal masa Orde Baru dimana selama
hampir 32 tahun Soeharto menjabat sebagai Presiden. Banyak prestasi yang
ditorehkan, namun kita juga tidak dapat menutup mata bahwa masa Orde Baru juga
menyimpan banyak “kejelekan” pula. Terutama diakhir masa pemerintahannya kita
banyak mendengar terjadi demontrasi dimana-mana.
Bulan Juli 1997
pecah krisis moneter di Thailand yang ternyata menjalar ke wilayah Asia
Tenggara termasuk Indonesia (Asvi Warman Adam, 2009:53). Kejatuhan perekonomian
Indonesia sejak tahun 1997 membuat pemilihan pemerintahan Indonesia saat itu
sangat menentukan bagi pertumbuhan ekonomi bangsa ini supaya dapat keluar dari
krisis ekonomi. Pada bulan Maret 1998 MPR saat itu walaupun ditentang oleh
mahasiswa dan sebagian masyarakat tetap menetapkan Soeharto sebagai Presiden.
Tentu saja ini membuat mahasiswa terpanggil untuk menyelamatkan bangsa ini dari
krisis dengan menolak terpilihnya kembali Soeharto sebagai Presiden. Cuma ada
jalan demonstrasi supaya suara mereka didengarkan.
Bukan
hanya krisis ekonomi yang menyebabkan ketidakpuasan mahasiswa dan masyarakat
untuk melakukan demontrasi, namun krisis multidimesional juga sangat
mempengaruhi, diantara lain :
a.
Krisis
Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya
akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di
tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa. Keadaan
seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya terhadap institusi
pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan munculnya
gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa yang
didukung oleh para dosen serta para rektornya mengajukan tuntutan untuk
mengganti presiden, reshulffe cabinet, dan menggelar Sidang Istimewa MPR dan
melaksanakan pemilihan umum secepatnya. Gerakan reformasi menuntut untuk
dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dan MPR
yang dipandang sarat dengan nuansa KKN. Gerakan Reformasi juga menuntut agar
dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap
menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya:
·
UU No. 1 Tahun 1985 tentang
Pemilihan Umum.
·
UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan,
Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/MPR.
·
UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai
Politik dan Golongan Karya.
·
UU No. 5 tahun 1985 tentang
Referendum.
·
UU No. 8 tahun 1985 tentang
Organisasi Massa.
Namun, setahun sebelum pemilihan umum yang
diselenggarakan pada bulan Mei 1997, situasi politik dalam negeri Indonesia
mulai memanas. Pemerintah Orde Baru yang didukung oleh Golongan Karya (Golkar)
berusaha untuk memenangkan secara mutlak seperti pada pemilu sebelumnya.
Sementara itu, tekanan-tekanan terhadap pemerintah Orde Baru di masyarakat
semakin berkembang baik dari kalangan politisi, cendikiawan, maupun kalangan
kampus.
Keberadaan partai-partai politik yang ada di
legislatif seperti Parta Persatuan Pambangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar),
dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dianggap tidak mampu menampung dan
memperjuangkan aspirasi rakyat. Krisis politik sebagai factor penyebab
terjadinya gerakan reformasi itu, menyebabkan munculnya tuntutan masyarakat
yang menghendaki reformasi baik dalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan
di Indonesia. Masyarakat juga menginginkan agar dilaksanakan demokratisasi
dalam kehidupan social, ekonomi, dan politik. Di samping itu, masyarakat juga
menginginkan aturan hukum ditegakkan dengan sebenar-benarnya serta dihormatinya
hak-hak asasi manusia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa
tekanan pemerintah terhadap oposisi sangat besar, terutama terlihat dari
perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau
memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah.
b.
Krisis
Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru
terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya, kekuasaan kehakiman yang dinyatakan
pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan
terlepas dari kekuasaan pamerintah (ekskutif). Namun, pada kenyataanya
kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu,
pengadilan sangat sulit mewujudkan keadilan bagi rakyat, karena hakim harus
melayani kehendak penguasa. Bahkan hukum sering dijadikan sebagai alat
pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah. Seringkali terjadi rekayasa
dalam proses peradilan, apabila peradilan itu menyangkut diri penguasa,
keluarga kerabat atau para pejabat Negara. Sejak gerakan reformasi muncul,
masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki
adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum
pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya. Reformasi hukum harus secepatnya
dilakukan karena merupakan tuntunan agar siap menyongsong era keterbukaan
ekonomi dan globalisasi.
c.
Krisis
Ekonomi
Jelas seperti yang sudah disinggung diatas, krisis
moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi Indonesia
berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Ketika
nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi
0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter
Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan likuidasinya sejumlah bank pada
akhir tahun 1997. Dalam perkembangan berikutnya, nilai rupiah melemah dan
menembus angka Rp 10000,- per dollar AS. Kondisi ini semakin diperparah oleh
para spekulan valuta asing baik dari dalam maupun luar negeri yang memanfaatkan
keuntungan sesaat, sehingga kondisi ekonomi nasional semakin bartambah buruk. Memasuki
tahun anggaran 1998/1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi
lainnya. Banyak perusahaan yang tidak mampu membayar utang luar negerinya yang
telah jatuh tempo. Bahkan, banyak perusahan yang mengurangi atau menghentikan
sama sekali kegiatannya. Angka pengangguran meningkat, sehingga daya beli dan
kualitas hidup masyarakat pun semakin bertambah rendah. Kondisi perekonomian
semakin memburuk karena pada akhir tahun 1997 persediaan sembilan bahan pokok
(sembako) di pasaran mulai menipis. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda
masyarakat, seperti di Irian Barat, Nusa Tenggara Timur, dan termasuk di
beberapa daerah di Pulau Jawa. Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi
Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri, penyimpangan terhadap
Pasal 33 UUD 1945, dan pola pemerintahan yang sentralistik.
d.
Krisis
Kepercayaan
Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia
telah mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden
Soeharto. Berbagai aksi damai dilakukan para mahasiswa dan masyarakat.
Demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa itu semakin bertambah gencar
setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada
tanggl 4 Mei 1998.
Tuntutan akan
reformasi semakin meningkat seiring semakin memburuknya krisis ekonomi yang
meluas menjadi krisis multidimensional dan semakin jelas bahwa Rezim (Orde
Baru) tidak mampu mereformasikan diri. Amien Rais dan Muhammadiyah merupakan
salah satu pengecam paling menonjol pada tahap ini. Demonstrasi mahasiswa
semakin marak. ABRI membiarkan selama demonstrasi dilakukan di dalam kampus
(Ricklefs, 2008: 689).
Demonstrasi
digulirkan sejak sebelum Sidang Umum (SU) MPR 1998 diadakan oleh mahasiswa
Yogyakarta dan menjelang serta saat diselenggarakan SU MPR 1998 demonstrasi
mahasiswa semakin menjadi-jadi di banyak kota di Indonesia termasuk Jakarta,
sampai akhirnya berlanjut terus hingga bulan Mei 1998. Insiden besar pertama
kali adalah pada tanggal 2 Mei 1998 di depan kampus IKIP Rawamangun Jakarta
karena mahasiswa dihadang Brimob dan di Bogor karena mahasiswa non-IPB ditolak
masuk ke dalam kampus IPB sehingga bentrok dengan aparat.
Saat itu
demonstrasi gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tingi di Jakarta
merencanakan untuk secara serentak melakukan demonstrasi turun ke jalan di
beberapa lokasi sekitar Jabotabek. Namun yang berhasil mencapai ke jalan hanya
di Rawamangun dan di Bogor sehingga terjadilah bentrokan yang mengakibatkan
puluhan mahasiswa luka dan masuk rumah sakit.
Setelah keadaan
semakin panas dan hampir setiap hari ada demonstrasi tampaknya sikap Brimob dan
militer semakin keras terhadap mahasiswa apalagi sejak mereka berani turun ke
jalan. Pada tanggal 12 Mei 1998 ribuan mahasiswa Trisakti melakukan demonstrasi
menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden Indonesia saat itu yang
telah terpilih berulang kali sejak awal orde baru. Mereka juga menuntut
pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997.
Mahasiswa
bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di Slipi. Dihadang
oleh aparat kepolisian mengharuskan mereka kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah
penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu berlangsung sepanjang
sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan puluhan
orang lainnya baik mahasiswa dan masyarakat masuk rumah sakit karena terluka.
Sepanjang malam
tanggal 12 Mei 1998 hingga pagi hari, masyarakat mengamuk dan melakukan
perusakan di daerah Grogol dan terus menyebar hingga ke seluruh kota Jakarta.
Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang menembak mati mahasiswa. Jakarta
geger dan mencekam.
Mahasiswa-mahasiswa yang gugur sebagai pahlawan reformasi pada saat terjadinya Tragedi Trisakti adalah Elang Mulya, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, Hery Hartanto.
Mahasiswa-mahasiswa yang gugur sebagai pahlawan reformasi pada saat terjadinya Tragedi Trisakti adalah Elang Mulya, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, Hery Hartanto.
2.2 Tragedi Trisakti
Mei 1998
Dengan berbagai
demontrasi yang terjadi pada bulan Mei 1998 tentunya memberikan pukulan telak
bagi rezim Soeharto. Bagimana tidak dengan adanya penembakan terhadap mahasiswa
Trisakti yang dilakukan oleh penembak jitu menambah kacau suasana di ibukota.
Ricklefs dalam bukunya menyatakan :
“pembunuhan
mahasiswa Trisakti merupakan titik balik. Kematian mereka, bersama dengan
keruntuhan ekonomi, kebrutalan ABRI, korupsi rezim, dan kemustahilan akan
adanya reformasi, telah memporak-porandakan benteng terakhir keabsahan rezim
dan ketertiban sosial. Kerusuhan masal terjadi diberbagai tempat, dengan
Jakarta dan Surakarta sebagai yang terparah (Riclefs, 2008:689)”.
Kerusuhan
masal yang kemudian dengan sebutan Peristiwa Mei 1998 itu pecah dengan ganas
dan mencekam setelah terjadinya pembakaran terhadap mahasiswa Universitas
Trisakti di Grogol, Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Berikut Kronologi Insiden Trisakti yang
didapatkan dari Pers Senat Mahasiswa Trisakti dan Arsip berita
Kompas 13 Mei 1998
dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Trisakti {online} :
10.30 -10.45
Aksi damai civitas akademika
Universitas Trisakti yang bertempat di pelataran parkir depan gedung M (Gedung
Syarif Thayeb) dimulai dengan pengumpulan segenap civitas Trisakti yang terdiri
dari mahasiswa, dosen, pejabat fakultas dan universitas serta karyawan.
Berjumlah sekitar 6000 orang di depan mimbar.
10.45-11.00
Aksi mimbar bebas dimulai
dengan diawali acara penurunan bendera setengah tiang yang diiringi lagu Indonesia Raya yang dikumandangkan bersama
oleh peserta mimbar bebas, kemudian dilanjutkan mengheningkan cipta sejenak
sebagai tanda keprihatinan terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia
sekarang ini.
11.00-12.25
Aksi orasi serta
mimbar bebas dilaksanakan dengan para pembicara baik dari dosen, karyawan
maupun mahasiswa. Aksi/acara tersebut terus berjalan dengan baik dan lancar.
12.25-12.30
Massa mulai memanas yang dipicu oleh
kehadiran beberapa anggota aparat keamanan tepat di atas lokasi mimbar bebas (jalan layang) dan
menuntut untuk turun (long march) ke jalan dengan tujuan menyampaikan
aspirasinya ke anggota MPR/DPR. Kemudian massa menuju ke pintu
gerbang arah Jl. Jend. S. Parman.
12.30-12.40
Satgas mulai
siaga penuh (berkonsentrasi dan melapis barisan depan pintu gerbang) dan
mengatur massa untuk tertib dan berbaris serta memberikan himbauan untuk tetap
tertib pada saat turun ke jalan.
12.40-12.50
Pintu gerbang dibuka dan massa mulai
berjalan keluar secara perlahan menuju Gedung MPR/DPR melewati
kampus Untar.
12.50-13.00
Long march mahasiswa
terhadang tepat di depan pintu masuk kantor Walikota Jakarta Barat oleh
barikade aparat dari kepolisian dengan tameng dan pentungan yang terdiri dua
lapis barisan.
13.00-13.20
Barisan satgas terdepan menahan
massa, sementara beberapa wakil mahasiswa (Senat Mahasiswa Universitas
Trisakti) melakukan negoisasi dengan pimpinan komando aparat (Dandim Jakarta Barat, Letkol
(Inf) A Amril, dan Wakapolres Jakarta Barat). Sementara
negoisasi berlangsung, massa terus berkeinginan untuk terus maju. Di lain pihak
massa yang terus tertahan tak dapat dihadang oleh barisan satgas samping
bergerak maju dari jalur sebelah kanan. Selain itu pula masyarakat mulai
bergabung di samping long march.
13.20-13.30
Tim negoisasi kembali dan
menjelaskan hasil negoisasi di mana long march tidak
diperbolehkan dengan alasan oleh kemungkinan terjadinya kemacetan lalu lintas
dan dapat menimbulkan kerusakan. Mahasiswa kecewa karena mereka merasa aksinya
tersebut merupakan aksi damai. Massa terus mendesak untuk maju. Dilain pihak
pada saat yang hampir bersamaan datang tambahan aparat Pengendalian Massa (Dal-Mas)
sejumlah 4 truk.
13.30-14.00
Massa duduk. Lalu dilakukan aksi
mimbar bebas spontan di jalan. Aksi damai mahasiswa berlangsung di depan bekas
kantor Wali Kota Jakbar. Situasi tenang tanpa ketegangan antara aparat dan
mahasiswa. Sementara rekan mahasiswi membagikan bunga mawar kepada
barisan aparat. Sementara itu pula datang tambahan aparat dari Kodam Jaya dan
satuan kepolisian lainnya.
14.00-16.45
Negoisasi terus dilanjutkan dengan
komandan (Dandim dan Kapolres) dengan pula dicari terobosan untuk menghubungi
MPR/DPR. Sementara mimbar terus berjalan dengan diselingi pula teriakan yel-yel
maupun nyanyian-nyanyian. Walaupun hujan turun massa tetap tak bergeming. Yang
terjadi akhirnya hanya saling diam dan saling tunggu. Sedikit demi sedikit
massa mulai berkurang dan menuju ke kampus.
16.45-16.55
Wakil mahasiswa mengumumkan hasil
negoisasi di mana hasil kesepakatan adalah baik aparat dan mahasiswa sama-sama
mundur. Awalnya massa menolak tapi setelah dibujuk oleh Bapak Dekan FE dan
Dekan FH Usakti, Adi Andojo SH,
serta ketua SMUT massa mau bergerak mundur.
16.55-17.00
Diadakan pembicaraan dengan aparat
yang mengusulkan mahasiswa agar kembali ke dalam kampus. Mahasiswa bergerak
masuk kampus dengan tenang. Mahasiswa menuntut agar pasukan yang berdiri
berjajar mundur terlebih dahulu. Kapolres dan Dandim Jakbar memenuhi keinginan
mahasiswa. Kapolres menyatakan rasa terima kasih karena mahasiswa sudah tertib.
Mahasiswa kemudian membubarkan diri secara perlahan-lahan dan tertib ke kampus.
Saat itu hujan turun dengan deras.
Mahasiswa bergerak mundur secara
perlahan demikian pula aparat. Namun tiba-tiba seorang oknum yang bernama Mashud
yang mengaku
sebagai alumni (sebenarnya
tidak tamat) berteriak dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah
massa. Hal ini memancing massa untuk bergerak karena oknum tersebut dikira
salah seorang anggota aparat yang menyamar.
17.00-17.05
Oknum tersebut dikejar massa dan
lari menuju barisan aparat sehingga massa mengejar ke barisan aparat tersebut.
Hal ini menimbulkan ketegangan antara aparat dan massa mahasiswa. Pada saat
petugas satgas, ketua SMUT serta Kepala kamtibpus Trisakti menahan massa dan
meminta massa untuk mundur dan massa dapat dikendalikan untuk tenang. Kemudian
Kepala Kamtibpus mengadakan negoisasi kembali dengan Dandim serta Kapolres agar
masing-masing baik massa mahasiswa maupun aparat untuk sama-sama mundur.
17.05-18.30
Ketika massa bergerak untuk mundur
kembali ke dalam kampus, di antara barisan aparat ada yang meledek dan
mentertawakan serta mengucapkan kata-kata kotor pada mahasiswa sehingga
sebagian massa mahasiswa kembali berbalik arah. Tiga orang mahasiswa sempat
terpancing dan bermaksud menyerang aparat keamanan tetapi dapat diredam oleh
satgas mahasiswa Usakti.
Pada saat yang bersamaan barisan
dari aparat langsung menyerang massa mahasiswa dengan tembakan dan
pelemparan gas air mata sehingga
massa mahasiswa panik dan berlarian menuju kampus. Pada saat kepanikan tersebut
terjadi, aparat melakukan penembakan yang membabi buta, pelemparan gas air mata
dihampir setiap sisi jalan, pemukulan dengan pentungan dan popor, penendangan
dan penginjakkan, serta pelecehan seksual terhadap para mahasiswi. Termasuk
Ketua SMUT yang berada di antara aparat dan massa mahasiswa tertembak oleh dua
peluru karet dipinggang sebelah kanan.
Kemudian datang pasukan bermotor
dengan memakai perlengkapan rompi yang bertuliskan URC mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang
kampus dan sebagian naik ke jembatan layang Grogol. Sementara
aparat yang lainnya sambil lari mengejar massa mahasiswa, juga menangkap dan
menganiaya beberapa mahasiswa dan mahasiswi lalu membiarkan begitu saja
mahasiswa dan mahasiswi tergeletak di tengah jalan. Aksi penyerbuan aparat terus
dilakukan dengan melepaskan tembakkan yang terarah ke depan gerbang Trisakti.
Sementara aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke
arah mahasiswa yang berlarian di dalam kampus.
Lalu sebagian aparat yang ada di
bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang dan membuat formasi siap menembak
dua baris (jongkok dan berdiri) lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada di
dalam kampus. Dengan tembakan yang terarah tersebut mengakibatkan jatuhnya
korban baik luka maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia seketika di dalam
kampus tiga orang dan satu orang lainnya di rumah sakit beberapa orang dalam
kondisi kritis. Sementara korban luka-luka dan jatuh akibat tembakan ada lima
belas orang. Yang luka tersebut memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.
Aparat terus menembaki dari luar.
Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke dalam kampus.
18.30-19.00
Tembakan dari aparat mulai mereda,
rekan-rekan mahasiswa mulai membantu mengevakuasi korban yang ditempatkan di
beberapa tempat yang berbeda-beda menuju RS.
19.00-19.30
Rekan mahasiswa kembali panik karena
terlihat ada beberapa aparat berpakaian gelap di sekitar hutan (parkir utama)
dan sniper(penembak
jitu) di atas gedung yang masih dibangun. Mahasiswa berlarian kembali ke dalam
ruang kuliah maupun ruang ormawa ataupun tempat-tempat yang dirasa aman seperti
musholla dan dengan segera memadamkan lampu untuk sembunyi.
19.30-20.00
Setelah melihat keadaan sedikit
aman, mahasiswa mulai berani untuk keluar dari ruangan. Lalu terjadi dialog
dengan Dekan FE untuk diminta kepastian pemulangan mereka ke rumah masing-
masing. Terjadi negoisasi antara Dekan FE dengan Kol.Pol.Arthur Damanik, yang
hasilnya bahwa mahasiswa dapat pulang dengan syarat pulang dengan cara keluar
secara sedikit demi sedikit (per 5 orang). Mahasiswa dijamin akan pulang dengan
aman.
20.00-23.25
Walau masih dalam keadaan ketakutan
dan trauma melihat rekannya yang jatuh korban, mahasiswa berangsur-angsur
pulang.
Yang luka-luka berat segera
dilarikan ke RS Sumber Waras. Jumpa pers
oleh pimpinan universitas. Anggota Komnas HAM datang ke
lokasi
01.30
Jumpa pers Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin di Mapolda Metro Jaya. Hadir
dalam jumpa pers itu Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, Kapolda
Mayjen (Pol) Hamami Nata, Rektor
Trisakti Prof. Dr. R. Moedanton Moertedjo, dan dua
anggota Komnas HAM AA Baramuli dan Bambang W Soeharto.
Sementara
Soeharto pergi ke Kairo untuk menghadiri konfrensi puncak pada tanggal 7 Mei
1998, namun segera kembali tanggal 15
Mei 1998 (Ricklefs, 2008:690). Dan setibanya di Jakarta demonstrasi semakin
merajalela setelah kejadian pembunuhan mahasiswa Trisakti. Penjarahan dan
pembakaran terjadi hampir di seluruh sudut kota Jakarta dan kota-kota lainnya.
Yang menjadi objeknya kebanyakan adalah toko warga masyarakat etnis Tiongkhoa.
Lebih dari seribu orang tewas di Jakarta karena kerusuhan yang terjadi antara
13-15 Mei. Asvi Warman Adam dalam bukunya mengatakan “waktu pembakaran hampir
pada waktu yang bersamaan pada titik-titik yang jauh jaraknya. Terkesan bahwa
peristiwa itu direkayasa sungguh pun tidak terbukti siapa provokatornya (Asvi
Warman Adam, 2009:54).”
Pada
tanggal 18 Mei, Harmoko, ketua MPR, terang-terangan meminta Soeharto untuk
mengundurkan diri demi kepentingan Nasional. Pada tanggal 19 Mei, Soeharto bertemu
dengan sembilan pemimpin Islam terkemuka termasuk Abdurahman Wahid dan
Nurholish Madjid, namun tidak mengikutsertakan Amin Rais. Soeharto meminta
pendapat mereka apakah dia memang seharusnya turun jabatan (Ricklefs,
2008:691).
Pada
tanggal 20 Mei direncanakan rapat akbar dilapangan Monas Jakarta. Subuh hari,
Amin Raies mengatakan rapat itu batal. Mahasiswa yang sudah pergi ke Monas
mengalihkan rute demontrasinya ke Gedung MPR/DPR yang waktu itu tidak begitu
mendapatkan penjagaan yang ketat karena aparat keamanan bersiap di Monas.
Gedung MPR/DPR berhasil dikuasai mahasiswa. Siang harinya, 14 Mentri menyatakan
tidak bersedia duduk dalam kabinet baru yang dibentuk Soeharto. Ini tikaman
terakhir dari pembantu dekat Soeharto (Asvi Warman Adam, 2009:54-55).
Akhirnya,
pada pagi hari tanggal 21 Mei 1998, awak televisi dipanggil ke istana negara
untuk mengabadikan momen pengunduran diri Soeharto (Ricklefs, 2008:691). Dalam
waktu yang bersamaan pula wakil presiden yaitu B.J Habibie dilantik menjadi
Presiden.
2.3
Dampak Tragedi Trisakti Mei 1998
Dalam
Tragedi Trisakti Mei 1998, kita dapat melihat bagaimana perjuangan mahasiswa di
Indonesia dengan turun kejalan. Mahasiswa bergerak dari kampus-kampus bukan
hanya di Jakarta saja, hingga akhirnya suara Reformasi dapat lahir. Namun,
tidak dapat dipungkiri bahwa gerakan mahasiswa Trisakti 1998 dengan terbunuhnya
4 mahasiswanya menjadi kasus beli bagi munculnya gerakan mahasiswa yang jauh
lebih besar lagi. Dampak yang ditimbulkan dari Tragedi Trisakti Mei 1998 bukan
hanya berdampak bagi kampus Trisakti tetapi juga berimbas kepada hal lainnya.
2.3.1 Dampak Insiden
Trisakti 1998 Terhadap Pemerintahan Orde Baru
Berikut dipaparkan dalam bagian ini
mengenai dampak insiden Trisakti terhadap pemerintah berdasarkan kronologi :
A.
Sabtu,
16 Mei 1998
Menurut penulis
skripsi (Siti Jubaedah, 2010:122) pukul 09.00 Presiden Soeharto menerima
delegasi guru besar Universitas Indonesia yang dipimpin oleh Rektor UI Usman
Budisantoso di Jl. Cendana. Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara menegaskan
bahwa menjadi Presiden bukan keinginannya tetapi sebagai wujud rasa tanggung
jawab sebagai mandataris MPR (Pambudi, 2009:12).
Pukul 11.00
presiden menerima pimpinan DPR untuk mengadakan rapat konsultasi. Pada saat itu
yang hadir adalah Harmoko (Ketua), Ismail Hasan Matareum (Wakil), Syarwan Hamid
(wakil), Abdul Gafur (wakil), dan Sekjen DPR RI Afif Mafoef (Pambudi, 2009:12).
Dalam kesempatan itu Presiden soeharto menegaskan tiga hal yaitu : pertama, mempersiapkan kelanjutan
jalannya reformasi, kedua, memperbaiki
kinerja pemerintah dengan melakukan reshuffle cabinet. Dan terakhir, Presiden akan menggunakan wewenang untuk melindungi
keamanan rakyat dengan Tap MPR No.5/1998(Pambudi, 2009:13).
B.
Minggu,
17 Mei 1998
Rapat menteri
bidang Polkam digelar untuk menanggapi meluasnya gejolak unjuk rasa. Disamping
itu pemerintah asing mulai memerintahkan evakuasi terhadap warganya yang masih
berada di Indonesia, serta melarang warganya untuk berkunjung ke Indonesia.
Perintah tersebut datang dari pemerintahan Amerika Serikat, Jerman, Taiwan, China,
Australia, dan Filipina (Pambudi, 2009:14). Travel
Warning yang diberikan beberapa negara terhadap Indonesia memang sangat
masuk akal karena yang menjadi sasaran anarkis masa tidak dapat ditebak. Segala
hal bisa menjadi korban luapan kemarahan masa.
C.
Senin,
18 Mei 1998
Pada hari ini
juga, Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres No. 16/1998 yang memberikan
kewenangan untuk mengatasi segala tindakan yang dianggap perlu guna mengatasi
kekacauan. Inpres ini diberikan kepada Pangab Jenderal Wiranto (Pambudi,
2009:15). Intruksi Presiden No.16 Tahun 1998 yaitu mengenai pembentukan sebuah
badan yang bernama Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional
(KOPKKN) dan Panglima ABRI ditunjuk sebagai panglimanya (Subroto, 2009:5).
Mengutip penulis
skripsi yang dikutip dari buku Kontroversi Kudeta Prabowo, dibawah ini adalah
pernyataan ketua MPR/DPR Harmoko yang dibacakan saat memberikan keterangan
pers.
“… Pimpinan dewan, baiknya ketua maupun
wakil-wakil ketua, mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden
secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri”.
Pukul 19.50 sebagai reaksi atas
keterangan pers pimpinan DPR/MPR , Jenderal TNI Wiranto menyampaikan pernyataan
pers. Isinya antara lain:
“… Memahami bahwa pernyataan pimpinan
DPR RI agar Presiden Soeharto mengundurkan diri adalah sikap dan pendapat
individual, meskipun disampaikan secara kolektif. Sesuai dengan konstitusi,
pendapat seperti itu tidak memiliki ketetapan hukum (Pambudi, 2009:15)”.
Sementara itu
ribuan masa berhasil masuk Gedung DPR/MPR RI untuk melakukan tekanan-tekanan
terhadap MPR agar Soeharto turun dari jabatannya. Pendudukan gedung MPR/DPR RI
adalah peristiwa monumental dalam proses pelengseran Soeharto dari tampuk
kekuasaan Presiden dan tuntutan reformasi. Dalam peristiwa ini ribuan mahasiswa
dari berbagai kampus bergabung menduduki gedung MPR/DPR.
D.
Selasa,
19 Mei 1998
Penjelasan
Presiden Soeharto di depan pers disambut kekecewaan oleh para pejabat dan Staf
Wapres, bahkan asisten Wapres Ahmad Watik Pratinya mengatakan “Pak Harto telah
menghianati BJ. Habibie sekaligus mengabaikan berlakunya pasal 8 UUD 1945,
karena tidak mempercayai Wakil Presiden dan disampaikan secara terbuka kepada
masyarakat bahwa presiden sanksi apakah Wakil Presiden dapat melanjutkan
tugas-tugasnya, apakah nanti tidak menjadi sasaran demonstrasi, apakah nanti
juga harus mengundurkan diri (Baharuddin, 2006:28)”.
E.
Rabu,
20 Mei 1998
Berdasarkan pada
buku Kontroversi Kudeta Prabowo halaman 21 setelah diskusi hangat, maka pada
pukul 22.45 WIB dicapai kesimpulan yaitu :
a. Susunan
kabinet diterima sebagai kenyataan.
b. Menyetujui
keputusan presiden ditandatangani Pak Harto.
c. Pelantikan
dilaksanakan oleh Pak Habibie.
Untuk melaporkan
hasil sidang ad Hoc itu, BJ Habibie
mencoba menghubungi Presiden Soeharto tetapi Presiden Soeharto tidak bersedia
berbicara dengan BJ Habibie. Presiden Soeharto malah menugaskan Mensesneg
Saadillah Mursyid untuk menyampaikan bahwa esok harinya (21 Mei 1998) pukul
10.00 WIB Pak Harto akan mengundurkan diri sebagai Presiden. Sesuai UUD 45’
Presiden menyerahkan kekuasaan dan tanggung jawab kepada wakil presiden di
Istana Merdeka (Bahruddin, 2006:41).
F.
Kamis,
21 Mei 1998
Susunan kabinet
baru akan diumumkan esok harinya. Setelah upacara pelantikan, Presiden BJ
Habibie kembali ke kediamannya di Kuningan Jakarta untuk memantau perkembangan
situasi terbaru lewat internet. Pukul 22.00 diadakan pertemuan untuk membentuk
Kabinet reformasi pembangunan. Letjen Prabowo bersama Mayjen Muchdi PR
menghadap Habibie pukul 23.00 di Kuningan dengan membawa konsep susunan kabinet
Habibie yang disiapkan oleh Mayjen Kivlen Zen, Fadli Zon dan Din Samsuddin. Hal
ini berani dilakukan Letjen Prabowo karena kedekatannya dengan Habibie selama
ini. Prabowo punya andil mendukung Habibie menjadi Wakil Presiden (Zen,
2004:89-90). Akhirnya pada pukul 01.30 kabinet reformasi pembangunan terbentuk.
Pukul 01.45 pertemuan ditutup (Pambudi, 2007:22).
Pada tahun 1998,
Rezim Soeharto runtuh ditengah-tengah suasana yang mirip dengan suasana
kelahirannya di tahun 1965-1966, yaitu ditengah-tengah krisis ekonomi,
kerusuhan, dan pertumpahan darah dijalan (Ricklef, 2008:659). Soeharto telah
mundur dari kursi presiden RI. ABRI meminta para mahasiswa yang menduduki
gedung DPR/MPR RI untuk pulang dan pada tanggal 23 Mei, para mahasiswa pun
menuruti perintah itu (Ricklef,
2008:692).
2.3.2.
Dampak Tragedi Trisakti Mei 1998 Terhadap Kampus Trisakti
Menurut penulis skripsi (Siti
Jubaedah, 2006:130) Dampak gerakan mahasiswa Trisakti pada Mei 1998 menyebabkan
banyak persoalan bagi Universitas Trisakti. Selain harus kehilangan empat
mahasiswanya karena ditembaki aparat, pengusutan kasus penembakan tersebut
belum selesai hingga sekarang. Pernyataan yang paling penting adalah sebenarnya
siapakah yang paling harus bertanggung jawab atas peristiwa tersebut? namun
jawaban itu belum pasti karena pengusutannya pun belum tuntas hingga saat ini.
Majalah time edisi Asia juga termasuk yang secara detail menggambarkan
suasana penembakan mahasiswa Trisakti. Sejak awal majalah ini menuliskan bahwa
para penembak adalah satuan dari polisi. Time bahkan menyaksikan dua polisi
yang menembak secara sporadis sementara seorang dibelakangnya mengambil
jaket-jaket peluru yang jatuh ke aspal (Zon, 2009:68).
Gedung M. Sjarief Thayeb kampus
Universitas Trisakti, Jakarta menjadi saksi bisu, bagaimana aparat keamanan melalui
selongsongan peluru yang membubarkan barisan mahasiswa, saat melakukan aksi
mimbar bebas 12 Mei 1998 lalu. Peristiwa ini juga mengakibatkan gedung-gedung
maupun pertokoan rusak dan hancur oleh kekacauan amukan mahasiswa yang demonstrasi
pada pemerintahan. Begitu banyak korban yang harus dirawat di Rumah Sakit.
Polisi maupun Brimob yang mengurusi keamanan akhirnya tidak bisa dikendalikan
dengan baik yang kemudian terpaksa dengan menembaki mahasiswa dan masyarakat.
Mahasiswa yang gugur sebagai pahlawan reformasi pada saat
terjadinya Tragedi Trisakti adalah:
- Elang Mulya Lesmana
Lahir 5 Juli 1978, anak kedua dari 3
bersaudara. Ia gemar melukis. Itulah yang mendasarinya memilih jurusan
arsitektur. Elang tercatat sebagai mahasiswa angkatan tahun 1996. Elang, yang
tertembak dihalaman gedung Dr. Sjarief Thayeb, bukanlah aktivis dan tidak aktif
di senat mahasiswa (wawancara John Mohammad/3/8/2010).
·
Hafidin Royan
Yang kerap
dipanggil Idhin adalah mahasiswa jurusan Teknik Sipil, kelahiran Bandung 28
September 1976. Idhin yang dijuluki Ustad oleh teman-temannya, seorang aktivis
yang vocal. Beberapa hari sebelum berpulang, ibunya sempat bertanya kapan ia
akan mudik ke Bandung. Idhin menjawab, akan pulang Rabu, 13 Mei 1998. Dan ia
memang pulang, tapi sudah dalam keadaan terbujur kaku (wawancara John Mohammad/3/8/2010).
·
Hendriawan Sie
Mahasiswa
jurusan Manajemen, perantau asal Balikpapan, Kalimantan Timur. Hendri adalah
putra tunggal dari pasangan Hendrik Sie dan Karsiyah, kelahiran 3 Mei 1998.
Kepada kakeknya, ia selalu mengatakan akan selalu berada digaris depan dalam
setiap aksi demonstrasi (wawancara John Mohammad/3/8/2010).
·
Hery Hartanto
Mahasiswa
Jurusan Teknik Mesin Trisakti angkatan 1995. Ia dikenal dengan getol
berwirausaha. Sebelum nyawanya terenggut, Heri sempat mengajukan pinjaman
kredit sebesar Rp. 200 juta untuk usahanya. Sebagai usaha yang tak pernah ia
wujudkan (wawancara
John Mohammad/3/8/2010).
Kini, museum tragedi itulah yang
menyampaikan aspirasi, perjuangan pengorbanan mereka hingga titik darah
penghabisan. Berbagai barang kenangan almarhum juga terpajang disebuah meja
kaca. Catatan kuliah, sepatu, pakaian, dan topi. Saksi bisu perjuangan mereka,
yang hidupnya diakhiri sebuah peluru.
Monumen
Tragedi Trisakti adalah sebuah monument yang dibangun sebagai penghargaan bagi
keempat mahasiswa Trisakti yang meninggal di dalam kampus sebagai pahlawan
reformasi. Monument Trisakti dibangun empat pilar utama yang mencirikan empat
orang mahasiswa yang tewas ketika peristiwa 12 Mei 1998. Dalam setiap pilar
terdapat satu bentuk cekungan sebagai symbol tembakan yang diterima oleh para
korban, apabila cekungan tersebut berada diatas hal tersebut seolah menjelaskan
bahwa tembakan yang diterima di bagian kepala (Siti Jubaedah, 2006:134 dalam wawancara John Mohammad/3/8/2010).
Pada
tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyarakat bergerak menuju
ke gedung DPR atau MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak
ada yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh
tentara, Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu
runcing untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok pertama
kali di daerah Slipi dan puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Satu orang
pelajar, yaitu Lukman Firdaus,
terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia
(http://semanggipeduli.com/Sejarah/frame/semanggi.html).
Yang
kemudian akan disusul peristiwa semanggi 1 dan semanggi 2 yang mengakibatkan
peristiwa ini, sejumlah petinggi TNI Polri sedang diburu hukum.
Mereka adalah Jenderal Wiranto (Pangab), Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin (mantan
Pangdam Jaya), Irjen (Pol) Hamami Nata (mantan kapolda
Metro Jaya), Letjen Djaja Suparman (mantan Pangdan jaya) dan Noegroho Djajoesman (mantan Kapolda Metro Jaya) (http://dwisetiyono23.blogspot.com/2011/02/tragedi-trisakti-semanggi-1-dan-2.html).
2.3.3.
Dampak gerakan mahasiswa Trisakti 1998 terhadap perubahan sosial di Masyarakat Indonesia
Mengutip dari
Skripsi Siti Jubaedah Halaman 139-141 mengatakan bahwa Proses reformasi pada
tahun 1998 telah berdampak besar dalam kehidupan masyarakat di Indonesia secara
umum. Pertama, yang paling dapat dirasakan dan dapat dilihat dengan jelas
adalah jatuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Selama
berkuasa, Rezim Orde Baru telah menjadi orde kekerasan, yang selalu
mengedapankan tindakan represif dalam menjaga kelanggengan kekuasaannya.
Mundurnya Presiden Soeharto sebagai symbol dari Orde Baru telah menjadi tolak
ukur dari perubahan tersebut.
Kedua, seiring
dengan jatuhnya Rezim Orde Baru maka berdampak pada struktur pemerintah.
Ketiga, perubahan system politik di Indonesia. Walaupun sering dikatakan bahwa
paham yang dianut oleh system politik di Indonesia adalah demokrasi, ini jauh
berbeda dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Perbedaan pendapat kerap
kali dianggap mengganggu stabilitas nasional, menjadi hal yang dilarang pada
masa Orde Baru. Perubahan sosial juga mempengaruhi sistem nilai, sikap, dan
perilaku dalam sistem masyarakat di Indonesia. Dalam konteks Reformasi pada
tahun 1998 terjadi perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan
sehari-hari. Pengekangan yang dulu dilakukan pada masa Rezim Orde Baru
diberbagai bidang berangsur-angsur sudah mulai dihilangkan. Sebagai salah satu
contohnya kebebasan berpendapat yang dilarang sekarang sudah mulai terbuka.
Kemudian, mulai dilindungi Hak Asasi Manusia menjadi salah satu indikator
perubahan sosial di Indonesia setelah jatuhnya Orde Baru.
Perubahan yang
diharapkan dalam gerakan mahasiswa adalah sebuah perubahan yang menyeluruh di
masyarakat. Tujuannnya adalah semua kebijaksanaan politik dan ekonomi berada
ditangan rakyat. Walaupun pada akhirnya gerakan mahasiswa di Indonesia menjadi
gerakan moral yang menyuarakan masalah-masalah sosial masyarakat kemudian
berubah menjadi sebuah gerakan politik. Gerakan mahasiswa sebaiknya kembali
menjadi gerakan yang mempunyai pandangan lebih mendalam pada berbagai masalah
sosial yang melanda bangsa ini (Siti Jubaedah, 2006:139-141).
BAB III
PENUTUP
Gerakan
mahasiswa muncul ketika golongan terpelajar yang memiliki pemikiran jauh
kedepan melihat keadaan negara yang sedang kacau. Krisis multidimensi yang
melanda Indonesia menjadi penyebab inti timbulnya demontrasi besar-besaran
hampir di seluruh wilayah Indonesia yang dimulai oleh mahasiswa. Agenda
reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan,
seperti:
- Adili
Soeharto dan kroni-kroninya,
- Laksanakan
amandemen UUD 1945,
- Penghapusan
Dwi Fungsi ABRI,
- Pelaksanaan
otonomi daerah yang seluas-luasnya,
- Tegakkan
supremasi hukum,
- Ciptakan
pemerintahan yang bersih dari KKN.
Dengan
tuntutan-tuntutan diatas mahasiswa tidak hanya melakukan aksi di dalam kampus
tetapi juga turun ke jalan. Begitu juga dengan mahasiswa Trisakti. Mereka
melakukan aksi hingga terjadi bentrok dengan aparat keamanan dan terjadilah
penembakan terhadap 4 mahasiswa Trisakti. Dengan adanya penembakan tersebut
maka suasana hampir di seluruh Indonesia mulai bergejolak. Terutama di Jakarta,
mahasiswa semakin lantang menyuarakan aspirasinya dan banyak terjadi bentrokan-bentrokan
hingga ada juga oknum yang memanfaatkan situasi tersebut dengan melakukan
penjarahan ataupun perampokan.
Mahasiswa yang
tergabung dalam Forkot (forum kota) berhasil menduduki gedung DPR dan MPR dan
dari sanalah berhasil mendesak Soeharto lengser dari kursi Presidennya. Struktur
dan tatanan pemerintah juga ikut berubah. Selain itu di masyarakat juga terjadi
perubahan sosial. Dimana masyarakat yang tadinya kurang memiliki kebebasan
dalam menyuarakan aspirasi akibat resresifnya pemerintah menjadi terbuka. Kemudian,
mulai dilindungi Hak Asasi Manusia menjadi salah satu indikator perubahan
sosial di Indonesia setelah jatuhnya Orde Baru. Satu catatan yang harus digaris
bawahi dari peristiwa tersebut bahwa mahasiswa sebagai agen perubahan jangan
hanya menyuarakan hal-hal yang berbau politik saja tetapi sebaiknya juga
memberikan porsi lebih untuk menyuarakan nasib masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber
buku :
Adam, Asvi Warman. (2009). Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi
Pelaku dan Peristiwa. Jakarta : Kompas
Baharudin, JH. (2006). Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi.
Jakarta: TCH Mandiri.
Pambudi,
A. (2007). Kontroversi Kudeta Prabowo.
Yogyakarta: Media Pressindo.
Poesponegoro,
MD dan Nugroho Notosusanto. (1993). Seajarah
Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta : Balai Pustaka.
Prasetyantoko, A dan Ign. Wahyu
Indriyo. (2001). Gerakan Mahasiswa dan
Demokrasi di Indonesia. Bandung: Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi dan
Supremasi Hukum.
Ricklef, MC.
(2008). Sejarah Indonesia Modern
1200-2008. Jakarta : Serambi.
Zen,
Kiplan. (2004). Konflik dan Integrasi TNI
AD. Jakarta: Instute for Policy Studies.
Zon, Fadli.
(2009). Politik Huru Hara Mei 1998.
Jakarta : Instute for Policy Studies
Sumber
Skripsi :
Jubaedah, S.(2010). Gerakan Mahasiswa: kajian tentang peranan
mahasiswa universitas trisakti pada mei 1998 dalam proses pergantian kekuasaan
orde baru. Skripsi Sarjana pada Jurusan pendidikan sejarah, fakultas
pendidikan ilmu pengetahuan sosial, universitas pendidikan indonesia Bandung :
tidak diterbitkan.
Sumber
Internet :
Dwisetiyono. (2011). Tragedi Trisakti dan Semanggi. [online]
Tersedia dalam : http://dwisetiyono23.blogspot.com/2011/02/tragedi-trisakti-semanggi-1-dan-2.html
[27 Oktober 2012.
Sejarah Indonesia (1996-1998),
[online] Tersedia dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Orde_baru
[27 Oktober 2012].
Siaran Pers Senat Mahasiswa Trisakti dan Arsip berita
Kompas 13 Mei 1998,
[online] Tersedia dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Trisakti
[27 Oktober 2012].
Solikha,
N. (2003). Kejatuhan Orde Baru. [online]
Tersedia dalam : http://semanggipeduli.com/Sejarah/frame/semanggi.html
[27 Oktober 2012].
ijin share / copas gan
BalasHapusTaunya ngopas, bocah
Hapusterima kasih udah share, ijin copas yaaa...
BalasHapusIJIN BUAT MATERI YA BANG
BalasHapus